Share to:

 

Kumandang Sastra

Kumandang Sastra di RRI Semarang

Kumandang Sastra adalah program siaran di RRI Semarang yang berisikan telaah sastra dan pembacaan karya-karya sastra berupa puisi dan cerita pendek oleh para sastrawan. Program ini mulai disiarkan sejak 29 Maret 1967, kali pertama digagas oleh Victor Roesdianto atau Kak Roes yang sekaligus menjadi penyiarnya.[1][2][3][4][5][6]

Latar belakang

Waktu itu RRI Semarang sangat membutuhkan acara siaran sastra, karena acara sebelumnya, Panorama Puisi dihentikan karena pengasuhnya terlibat Gerakan 30/S PKI. Oleh karena itu, Kepala Siaran Kata, Rieta, meminta Victor Roesdianto membuat acara baru yang kemudian disetujui bertajuk Kumandang sastra, dengan waktu siaran sepekan sekali, pada hari Jum'at pukul 17:30 - 18:00 WIB. Siaran pertama itu diisi dengan perkenalan, di samping uraian tujuan siaran. Selain pembacaaan karya-karya sastra, acara itu juga diisi dengan memberikan pelatihan membaca sajak/deklamasi bagi para peminat deklamasi. Para deklamatris yang tampil pada siaran pertama Kumandang Sastra adalah Cathrien Rinawati, Go Hoei Hwan, Evelyn Tan Lian Hing, Ludwina Winarti, dan Jeanette Pauline Mumek. Mereka adalah siswi-siswi SMP dan SMA Kebon Dalem yang kebetulan juga merupakan murid-murid kelas drama Kak Roes di sekolahan tersebut.

Siaran percobaan pada 29 Maret 1967 tersebut ternyata cukup mengundang minat pada siaran berikutnya. Pada bulan April 1967, peminatnya meningkat cukup menggembirakan sehingga dengan terpaksa masing-masing peserta diberi latihan membaca satu dua baris puisi dan bergantian dengan peserta lainnya. Akhirnya RRI Semarang mengeluarkan kebijakan, pelatihan deklamasi secara lebih intensif diberikan waktu khusus, yakni hari Minggu mulai pukul 10:00 WIB.

1968 - 1971

Tahun 1968, karena peminat Kumandang Sastra terus bertambah, jam siaran ditambah menjadi dua kali dalam sebulan. Mulai 1969, di samping siaran sastra, Kumandang Sastra juga memberikan kesempatan untuk acara Sandiwara Radio berbahasa Indonesia. Sejak itu, sebulan sekali pada hari Selasa malam, Kumandang Sastra tampil dengan sandiwara radio, dengan naskah tulisan Victor Roesdianto. Tahun 1970 Kumandang Sastra keluar dari RRI Semarang (tidak lagi menggunakan studio RRI Semarang sebagai tempat latihan) dan juga tidak lagi menggunakan embel-embel RRI Semarang - KuSas RRI Semarang - seperti sebelumnya, melainkan Kumandang Sastra Semarang. Memperingati hari ulang tahun ke-3, dengan mengadakan Lomba Deklamasi, sekaligus memperingati wafat Chairil Anwar, 25-26 April 1970. Bertindak selaku Dewan Juri saat itu adalah Darmanto Jatman, Sapardi Djoko Damono, S. Palupi, M. Sugito, M. Yantho, S. Hartati Sutrisno, Hamid S. Darminto. Peserta lomba meliputi siswa-siswi SLP/SLA dan umum/mahasiswa. Pada saat itu juga Kumandang Sastra tampil dengan pementasan drama Pinangan, karya Anton Chekov.

Mulai tahun 1970, Kumandang Sastra menyiarkan deklamasi gaya Kumandang Sastra, yaitu deklamasi hendaklah relax, tidak tegang, boleh duduk, boleh tiduran, atau boleh jalan-jalan. Ucapkan kata-kata sajak dengan relax mengalir. Berdeklamasi boleh juga dengan membaca puisinya. Tahun 1971 memperingati HUT ke-4, Kumandang Sastra kembali mengadakan lomba deklamasi dengan nama baru Lomba Penghayatan Puisi untuk siswa-siswi SLP, SLA dan mahasiswa/umum. Bertindak sebagai dewan juri adalah Umbu Landu Paranggi, Hamid S. Darminto, B. Sutiman, S, Palupi, S. Tatik Sutrisno, M. Sugito, dan M. Yantho. Mulai saat itu para deklamator boleh membawa teks sajak.

1974 - 1984

Memperingati HUT ke-7, Kumandang Sastra bermaksud mangadakan Lomba Pantomomik. Edaran sudah disebarkan ke sekolah-sekolah di Semarang, tetapi Iman Prakosa, Kepala Seksi Kebudayaan saat itu, tiba-tiba melarang tanpa alasan yang jelas, sehingga lomba terpaksa dibatalkan. Padahal puisi-puisi kiriman dari para pendengar semakin membanjir, datang dari beberapa kota di Jawa Tengah. Beberapa penyair yang puisinya tergolong menonjol, tercatat antara lain Heru Emka, Erka, Widodo Tri Susilo, Buyung Sindhu, Wulung Asmoro, Rachmat Prayogo, (semuanya dari Semarang), Budi Y (Blora), Heru Mugiarso, Ant.Sugiarto, Agus Sungkono, Adi Santosa (Purwodadi), Amar Makruf, (Jepara), Kholid Anwar (Kebumen), Ida Ayu Maharani (Jepara), Sunardi (Karanganyar), Gumilar Rumansya (Magelang), dan beberapa lagi pengirim dari Jawa Timur, Jawa Barat dan luar Jawa. Peristiwa kegagalan perhelatan tersebut akhirnya melahirkan gagasan pembentukan Kusas Stuty Club (KSC) dan beberapa kali berkumpul untuk menyelenggarakan diskusi sastra. Tahun 1975 memperingati HUT ke-8 dengan menyelenggarakan Lomba Penghayatan Puisi yang dinilai oleh Umbu Landu Paranggi, Linus Suryadi AG, Emha Ainun Najib, Darmanto Jatman, Sapardi Djoko Damono, Hamid S, Darminto, dan M. Yantho. Tahun itu juga, Budiman S. Hartotyo dari Solo diundang oleh Fakultas Sastra Universitas Diponegoro dalam seminar untuk membantah deklamasi gaya Kumandang Sastra. Budiman (yang tidak tahu sejatinya maksud deklamasi gaya Kumandang Sastra), menuduh Victor Roesdianto mengajarkan pembantaian terhadap puisi yang dibawakan dengan deklamasi gaya Kumandang Sastra. Namun tuduhan itu kemudian dibantah bahwa deklamasi gaya Kumandang Sastra tidak punya maksud pembantaian puisi, namun justru mengangkat nilai puisi agar lebih dikenal masyarakat. Tahun 1977 Kumandang Sastra menyelenggarakan Lomba Menyanyi untuk anak-anak TK/SD. Kemudian 1979 mementaskan naskah Yerma, karya Frederico Garcia Lorca. Tahun 1984, Linus Suryadi AG diundang oleh Kumandang Sastra untuk berbicara dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh KSC.

Kembalinya Kumandang Sastra

Tahun 2006, Kumandang Sastra diminta kembali oleh LPP RRI Semarang untuk mengisi acara apresiasi sastra berkenaan dengan didirikannya Programa 4 yang menyiarkan acara budaya. Kak Roes kembali mengundang para anggota yang masih tersisa untuk merespon ajakan tersebut. Maka berkumpullah Antonius Sugiarto, Heru Mugiarso, Heru Emka, dan Didiek Soepardi MS di rumah Kak Roes. Pada awal mengudara kembali, Kak Roes juga mengajak anak-anak didiknya, para anggota lector Gereja Katolik Paroki Gedangan dan murid-muridnya di SMK 1 jurusan penyiaran. Kemudian acara Apresiasi Sastra oleh Kumandang Sastra dipindahkan ke Pro 1 FM. Satu tahun kemudian, 22 Nopember 2007, Mbak Niek, istri Kak Roes, tutup usia. Tahun 2008, Kak Roes menyerahkan pengelolaan acara kepada Didiek Soepardi MS. Selama kurun waktu 2006 sampai 2015, beberapa tamu khusus ikut mewarnai Kumandang Sastra antara lain Parni Hadi (mantan direktur LPP–RRI Pusat dan Kepala Kantor Berita Nasional ANTARA), Bambang Sadono (Anggota DPD RI), Gunoto Saparie, Imam Subagyo, Widiyartono Radian, Thomas Haryanto Soekiran (pengurus Dewan Kesenian JATENG), RD Kedum, Syarifuddin Arifin (Palembang), Enji Gelvis, Idayani Mawar Jingga Rindukan Damai (Jakarta), Zubaidah Djohar (Banda Aceh), Arsyad Indradi (Banjarmasin), Wing Irawan, Bambang Eka Prasetya, Rm. Sudi Yatmana, Wina Bojonegoro (novelis Surabaya), komunitas mahasiswa dari Universitas Diponegoro, Universitas PGRI, Unnes, dan Universitas Islam Negeri, dan masih banyak lagi.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Jateng TribunNews: Jateng Tribun News[pranala nonaktif permanen], diakses 12 Juni 2015
  2. ^ Berita Jateng: Aprisiasi Vivtor, Kumsas Gelar Pertunjukan Diarsipkan 2015-06-14 di Wayback Machine., diakses 12 Juni 2015
  3. ^ JenteraNews: Kumandang Sastra Semarang; Komunitas Pecinta Sastra, diakses 12 Juni 2015
  4. ^ Metro Semarang: ‘Topeng Monyet Pendidikan’ Media Pembangunan Budaya Diarsipkan 2017-04-21 di Wayback Machine., diakses 12 Juni 2015
  5. ^ Konfrontasi: Puisi Kesunyian: Anggota Kumandang Sastra[pranala nonaktif permanen], diakses 12 Juni 2015
  6. ^ Pengantar Sejarah Sastra Indonesia, Yudiono KS, Grasindo, 2007
Kembali kehalaman sebelumnya