Share to:

 

Meriam kecil miniatur

Dua meriam yang digunakan untuk mata uang di Asia Tenggara. Meriam dengan satu laras berasal dari Malaka atau wilayah Indonesia, panjang 22-24 cm, sekitar tahun 1700-an. Meriam dengan tiga laras berasal dari Siam, dari tahun 1600 sampai 1700-an, bernilai tiga kali lipat dari nilai meriam sebelumnya, panjang 24 cm. Keduanya masih berfungsi.

Meriam kecil miniatur (juga dikenal sebagai meriam uang) adalah meriam berukuran sangat kecil yang dapat ditemui di kepulauan Nusantara. Biasanya ukuran meriam ini berkisar antara 10 sampai 60 cm, dengan kaliber 15 atau 16 mm,[1] dan sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Mereka dirancang dan dihias mirip meriam kecil (lela atau rentaka) ukuran normal.[2]

Deskripsi

Meriam kecil miniatur ("miniature meriam kecil" dalam bahasa Inggris) berbentuk mirip meriam besar, tetapi mereka dapat memiliki bentuk yang tidak biasa. Beberapa dari mereka dapat berbentuk seperti kerbau, buaya, dan bisa berlaras tunggal atau ganda.[2]

Miniatur lantaka buaya, panjang 33 cm.

Di Borneo, meriam kecil miniatur lebih bervariasi desainnya. Dengan beratus-ratus tahun pengaruh perdagangan dengan China, India, dan Timur Tengah ditambah dengan pilihan desain lokal, banyak jenis-jenis model berseni dari meriam kecil Borneo. Karena meriam memegang peran besar dalam kehidupan tradisional penduduk asli Borneo, dekorasi rumit dari larasnya dan detail terperinci dari desain dan ukirannya memberi kesan bahwa mereka juga punya kegunaan spiritual dan magis. Banyak jenis meriam Borneo dan barang kuningan ditampilkan di museum Brunei dan museum Sarawak.[3]

Fungsi

Meriam kecil miniatur (tengah) dengan dua lantaka.

Di Nusantara, terutama di Borneo dan kepulauan Indonesia, meriam kecil miniatur utamanya digunakan sebagai alat tukar pengganti uang, maskawin, sebagai pusaka keluarga, dan simbol status.[3]

Meskipun terlihat mirip mainan, meriam-meriam ini sesungguhnya berfungsi dan berbahaya pada jarak dekat. Sebagaimana didokumentasikan oleh G.B. Gardner:[4]:95

"Orang Melayu juga membuat sejumlah meriam kecil, dengan kaliber setengah inci hingga satu inci. Mereka kebanyakan adalah mainan, tetapi aku percaya dalam perang sejumlah dari mereka kadang-kadang digunakan untuk mempertahankan jalan gerbang. Sebuah barisan yang dipasang pada sebuah kayu dan diisi dengan peluru dapat membuat kerusakan pada jarak dekat. Saya telah melihat spesimen berlaras tiga yang jelas dibuat untuk tujuan ini."

Meskipun satu sumber mengatakan bahwa pistol jarang ada di wilayah tersebut sampai beberapa waktu belakangan ini dan bahwa miniatur itu dibawa dalam ikat pinggang atau selempang pinggang dan digunakan sebagai senjata tangan, mereka akan sangat tidak nyaman dalam aplikasi ini. Mungkin, mereka digunakan untuk memberi tembakan hormat atau diproduksi sebagai barang baru. Bagaimanapun, mereka masih dapat ditemukan di Indonesia dalam jumlah tertentu pada akhir abad ke-20.[1] Beberapa meriam kecil miniatur juga dipasang pada bagian atas laras lela untuk ditembakan jika musuh menyerang sebelum lelanya selesai diisi.[4]:95

Di Indonesia saat zaman kolonial Portugis dan Belanda, meriam kecil miniatur digunakan sebagai mata uang untuk perdagangan rempah-rempah.[3] Nilai dari sebuah meriam ditentukan oleh sifat dan massa logam corannya dan mungkin bisa ditingkatkan oleh kerumitan perhiasannya.[1] Untuk memenuhi pesanan lokal akan mata uang ini, meriam kecil di cor di Portugal dan Belanda dalam desain meriam Eropa konvensional atau ditulis dengan logo VOC. Hari ini beberapa meriam kecil itu dapat ditemukan di kepulauan rempah-rempah (Flores, Maluku, dan Timor) di Indonesia timur dan kepulauan Riau.[3]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c "Cannons of the Malay Archipelago". www.acant.org.au. Diakses tanggal 2020-02-19. 
  2. ^ a b Teoh (2005). p. 22.
  3. ^ a b c d Teoh (2005). p. 23.
  4. ^ a b Gardner, G. B. (1936). Keris and Other Malay Weapons. Singapore: Progressive Publishing Company. 

Bacaan lanjutan

  • Teoh, Alex Eng Kean (2005). The Might of the Miniature Cannon A treasure of Borneo and the Malay Archipelago. Asean Heritage.
Kembali kehalaman sebelumnya