Share to:

 

Mochtar Riady

Mochtar Riady
LahirLie Moe Tie
12 Mei 1929 (umur 95)
Kota Malang, Jawa Timur, Hindia Belanda
AlmamaterUniversitas Nanking
Universitas Indonesia
Pekerjaan
  • Pengusaha
  • bankir
Dikenal atasPendiri Lippo Group
Kekayaan bersihKenaikan US$2,8 miliar (November 2024)[1]
Suami/istri
Suryawati Lidya
(m. 1951)
Anak6, termasuk James Riady
Orang tua
  • Li A Pi (bapak) Si Be Lau (ibu)

Lie Moe Tie (lahir 12 Mei 1929), dikenal dengan nama Indonesia Mochtar Riady adalah seorang pengusaha dan bankir Indonesia berdarah Tionghoa. Ia dikenal sebagai pemilik dari kelompok usaha konglomerat Lippo Group. Ia banyak dikenal orang sebagai seorang praktisi perbankan andal, serta salah seorang pengusaha konglomerat keturunan Tionghoa-Indonesia yang telah berhasil mengembangkan grup bisnisnya hingga ke mancanegara.

Pada 2011, Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, Riady menduduki peringkat ke-38 dengan total kekayaan US$ 650 juta.[2]

Kehidupan awal

Ayah Riady adalah seorang pedagang batik bernama Liapi (1888-1959), sedangkan ibunya bernama Sibelau (1889-1939). Kedua orangtuanya merintis dari Fujian dan tiba di Malang pada tahun 1918.[3]

Ketika pecah perang kemerdekaan, Mochtar turut berjuang di Jawa Timur. Pada tahun 1947. Ia ditangkap oleh pemerintah Belanda karena menentang pembentukan Negara Indonesia Timur dan sempat ditahan di penjara Lowokwaru, Malang. Ia kemudian di buang ke Tiongkok dan disanalah ia kemudian memutuskan untuk belajar dan mengambil kuliah filosofi di Universitas Nanking. Mochtar Riady tinggal di Hongkong hingga tahun 1950, dan kembali lagi ke Indonesia.[4] Pada tahun 1951 ia menikahi Suryawati Lidya, seorang wanita asal Jember.[3]

Karier

Awal karier

Mochtar Riady sudah bercita-cita menjadi seorang bankir di usia 10 tahun. Ketertarikan Mochtar Riady yang dilahirkan di Malang pada tanggal 12 Mei 1929 ini disebabkan karena setiap hari ketika berangkat sekolah, dia selalu melewati sebuah gedung megah yang merupakan kantor dari Nederlandsche Handels Bank (NHB). Disana ia melihat para pegawai bank yang berpakaian rapih dan kelihatan sibuk. Mochtar Riady masih sangat ingin menjadi seorang bankir, tetapi ayahnya tidak mendukung karena profesi bankir menurut ayahnya hanya untuk orang kaya, sedangkan kondisi keluarga mereka saat itu sangat miskin.

Oleh mertuanya, Mochtar Riady diberikan tanggungjawab untuk mengurus sebuah toko kecil. Dalam tempo tiga tahun Mochtar Riady telah dapat memajukan toko mertuanya tersebut menjadi yang terbesar di kota Jember. Cita-citanya yang sangat ingin menjadi seorang bankir membuatnya memutuskan pergi ke Jakarta pada tahun 1954, walaupun saat itu dia tidak memiliki seorang kenalan pun di sana dan ditentang oleh keluarganya. Mochtar Riady berprinsip bahwa jika sebuah pohon ditanam di dalam pot atau di dalam rumah tidak akan pernah tinggi, tetapi akan terjadi sebaliknya bila ditanam di sebuah lahan yang luas.

Untuk mencari relasi, Mochtar Riady bekerja di sebuah CV di Jalan Hayam Wuruk selama enam bulan. Kemudian ia bekerja kepada seorang importir. Di waktu bersamaan ia pun bekerja sama dengan temannya untuk berbisnis kapal kecil. Sampai saat itu, Mochtar Riady masih sangat ingin menjadi seorang bankir. Di setiap kali bertemu relasinya, ia selalu mengutarakan keinginannya itu. Suatu saat temannya mengabari dia jika ada sebuah bank yang lagi terkena masalah dan menawarinya untuk memperbaikinya. Mochtar Riady tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut walau saat itu dia tidak punya pengalaman sekalipun. Mochtar Riady berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik Bank Kemakmuran yang bermasalah tersebut sehingga ia pun ditunjuk menjadi direktur di bank tersebut.

Pada hari pertama sebagai direktur, Mochtar Riady sangat pusing melihat ''balance sheet''. Dia tidak membaca dan memahaminya, tetapi Mochtar Riady pura-pura mengerti di depan pegawai akunting. Sepanjang malam dia mencoba belajar dan memahami balance sheet tersebut. Namun hasilnya sia-sia. Lalu dia meminta tolong temannya yang bekerja di Standard Chartered Bank untuk mengajarinya, tetapi masih saja tidak mengerti.

Akhirnya, dia berterus terang terhadap para pegawainya dan Pak Andi Gappa. Tentu saja mereka cukup terkejut mendengarnya. Permintaan Mochtar Riady pun untuk mulai bekerja dari awal disetujuinya, mulai dari bagian kliring, cash, dan checking account. Selama sebulan penuh, Mochtar Riady belajar dan akhirnya ia pun mengerti tentang proses pembukuan, dan setelah membayar seorang guru privat, ia akhirnya mengerti apakah itu akuntansi. Maka mulailah dia menjual kepercayaan. Hanya dalam setahun Bank Kemakmuran mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat.

Setelah cukup besar, pada tahun 1964, Mochtar Riady pindah ke Bank Buana. Kemudian pada tahun 1971, dia pindah lagi ke Bank Panin yang merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran, Bank Industri Jaya, dan Bank Industri Dagang Indonesia.

Kesuksesan

Mochtar Riady hampir selalu sukses dalam mengembangkan sebuah bank. Dia memiliki filosofi tersendiri yang ia sebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi memiliki karakter yang baik, Lian adalah kejujuran, sedangkan Dje adalah memiliki rasa malu. Visi dan pandangan Riady yang jauh ke depan sering kali membuat orang kagum. Dia dapat dengan cepat membaca situasi pasar dan dengan segera pula menyikapinya.

Salah satu contohnya, ketika dia berhasil menyelamatkan Bank Buana tahun 1966. Saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis karena Indonesia berada pada masa perubahan ekonomi secara makro, ketika itu Riady sedang berkuliah malam di Universitas Indonesia. Di situ dia dikenalkan dengan beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali Wardhana,dkk. Mochtar Riady segera sadar dan segera mengubah arah kebijakan Bank Buana.

Pertama, dia menurunkan suku bunga dari 20% menjadi 12%. Padahal pada waktu itu semua bank beramai-ramai menaikkan suku bunganya. Karena suku bunga yang rendah tersebut, maka para nasabah yang memiliki kredit yang belum lunas segera membayar kewajibannya.

Sedangkan para usahawan yang akan meminjam diberi syarat ketat khususnya dalam hal jaminan. Namun karena bunga yang ditawarkan Bank Buana sangat rendah dibanding yang lain, maka banyak debitur yang masuk dan tidak ragu untuk memberikan jaminan. Dengan cara itu Bank Buana menjadi sehat, padahal pada waktu itu banyak klien dan bank yang bangkrut. Dengan begitu, orang mengenal siapa Mochtar Riady.

Mendirikan Lippo Group

Lippo Group adalah sebuah grup yang memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Jumlah seluruh karyawannya diperkirakan lebih dari 50 ribu orang. Aktivitas perusahaannya tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hadir di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou, Fujian, dan Shanghai.

Sejarah Lippo Group bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada 1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.

Di BCA, Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5% saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar Riady bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp5 triliun.

Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500% menjadi Rp257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing.

Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank. Inilah cikal bakal Lippo Group. Saat ini Lippo Group memiliki lima cabang bisnis yakni:

  1. Jasa keuangan: perbankan, reksadana, asuransi, manajemen asset, sekuritas.
  2. Properti dan urban development: kota satelit terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan kawasan industri.
  3. Pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas, distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana komunikasi.
  4. Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo Industries, grup ini juga aktif memproduksi komponen elektonik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi. Sedangkan komponen otomotif perusahaan yang dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi kabel persneling.
  5. bidang jasa-jasa yang meliputi teknologi informasi, bisnis ritel, rekreasi, hiburan, hotel, rumah sakit, dan pendidikan. Ada beberapa hal yang kontroversi yang dilakukan Mochtar dan James yang mendapat perhatian media massa. Pertama ketika ia membangun Rumah Sakit untuk kelas atas di Lippo Karawaci. Untuk itu, Mochtar berani menggandeng Rumah Sakit Gleneagles yang berbasis di Singapura. ”Dari pada orang-orang kaya kita pergi ke Singapura, kan lebih baik kita bawa saja Gleneagles ke Indonesia.” kata Mochtar ketika Rumah Sakit itu diluncurkan.

Terkenal Dengan

Dia dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Chairman Group Lippo ini dikenal sebagai seorang praktisi perbankan yang handal. Bahkan patut digelari seorang filsuf bisnis jasa keuangan yang kaya ide dan solusi mengatasi masalah. Seorang konglomerat yang visioner dan sarat dengan filosofi bisnis. Dia pantas menjadi panutan bagi para pengusaha dan pelaku pasar serta siapa saja yang ingin belajar dari pengalaman orang lain.

Dalam RUPS PT Bank Lippo Tbk (LippoBank), Jumat 4 Maret 2005, Mochtar Riady mengundurkan dari jabatan komisaris utama agar bisnis keluarga tersebut berubah menjadi entitas bisnis kelembagaan yang sepenuhnya berjalan atas tuntutan profesionalisme. Pengunduran ini menandai tidak adanya lagi keluarga Riady yang duduk jajaran pimpinan LippoBank.

Mochtar Riady yang lahir di Malang, Jawa Timur 12 Mei 1929, setidaknya diakui kehandalannya sebagai filsuf bisnis Grup Lippo yang didirikannya. Di Grup Lippo ini, dia berhasil mengader James Tjahaya Riady (puteranya) dan Roy Edu Tirtadji menjadi filsuf bisnis handal juga. James dan Roy telah siap mendampingi dan melanjutkan visi bisnisnya. Mereka tampil sebagai filsuf dan pemikir sekaligus panglima yang menentukan arah bisnis semua perusahaan yang bernaung di bawah bendera Lippo, baik pada masa tenang apalagi pada masa sulit.

Lippo Group

Lippo Group, memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Karyawannya diperkirakan lebih dari 50 ribu orang. Aktivitas grup ini, selain di Indonesia, juga merambah di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong, Guang Zhou, Fujian dan Shanghai. Saat ini Grup Lippo paling tidak memiliki 5 area bisnis utama.

Pertama, jasa keuangan yang meliputi perbankan, investasi, asuransi, sekuritas, manajemen aset dan reksadana. Jasa keuangan ini adalah core bisnis Lippo. Dalam bisnis keuangan ini, Lippo cukup konservatif. Sehingga bank ini selamat dari guncangan krisis moneter, walaupun sempat digoyang isu kalah kliring (1995) dan persoalan rekapitalisasi (1999). Perusahaan sekuritasnya, Lippo Securities, juga memiliki reputasi yang cukup baik. Begitu pula di bidang investasi, yakni Lippo Investment Management, Lippo Finance dan Lippo Financial. Juga jasa asuransi dengan tiga perusahaan penting yaitu AIG Lippo (Lippo Insurance) dan Asuransi Lippo (Lippo General Insurance).

Kedua, properti dan urban development. Bisnis yang meliputi pembangunan kota satelit terpadu, perumahan, kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan kawasan industri. Lippo tidak hanya membangun perumahan, tetapi suatu kota yang lengkap dengan berbagai infrastruktur. Di tiga kota yang telah dibangun, yaitu Lippo Cikarang, Bekasi di timur Jakarta, Bukit Sentul, Bogor di selatan Jakarta, dan Lippo Karawaci, Tangerang di barat Jakarta, para penghuni bisa mengakses TV Cable sekaligus fasilitas internet.

Ketiga, pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas, distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan prasarana komunikasi. Hampir semua bisnis ini dikonsentrasikan di luar negeri dan dikontrol oleh kantor pusat Lippo Group yang berbasis di Hong Kong, dipimpin puteranya Stephen Riady. Aktivitas bisnisnya, antara lain, pembangunan jalan tol di Guang Zhou, pembangunan kota baru Tati City di Provinci Fujian, Gedung Perkantoran Plaza Lippo di Shanghai dan membangun kawasan perumahan elit dan perkantoran di Hong Kong.

Keempat, bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Lippo Industries, memproduksi komponen elektronik seperti kulkas dan AC merk Mitsubishi, serta komponen otomotif memproduksi kabel persneling.

Kelima, bidang jasa-jasa yang meliputi teknologi informasi, bisnis ritel, rekreasi, hiburan, hotel, rumah sakit, dan pendidikan. Ada beberapa hal yang kontroversi yang dilakukan Mochtar dan James yang mendapat perhatian media massa. Pertama ketika ia membangun Rumah Sakit untuk kelas atas di Lippo Karawaci. Untuk itu, Mochtar berani menggandeng Gleneagles Hospital yang berbasis di Singapura. ”Dari pada orang-orang kaya kita pergi ke Singapura, kan lebih baik kita bawa saja Gleneagles ke Indonesia.” kata Mochtar ketika Rumah Sakit itu diluncurkan.

Selain Rumah Sakit, ia juga mendirikan Sekolah Pelita Harapan. Sekolah ini mendapat sorotan karena biayanya menggunakan dolar AS dan dinilai mahal untuk saat itu. Tetapi para pendiri Lippo beranggapan bahwa pendidikan yang disediakan oleh Sekolah Pelita Harapan adalah yang terbaik. Selain wajib berbahasa Inggris, mereka memperoleh tambahan pendidikan ekstra kurikuler seperti pelajaran musik, berkuda dan ilmu komputer. Guru-guru pun didatangkan dari Amerika.

Di bisnis ritel, ketika Grup Lippo mengumumkan akhir 1996 membeli lebih dari 50 persen saham Matahari Putra Prima, perusahaan ritel terbesar yang dimiliki Hari Darmawan, banyak orang terkejut. Namun itu merupakan strategi penting Lippo untuk masuk ke dunia bisnis ritel. Supermal raksasa telah dibangun dan Matahari merupakan salah satu penyewa terbesar. Selain Matahari, Wal Mart dan JC Penney juga turut memeriahkan Lippo Supermal yang memiliki luas 210.000 meter persegi.

Sejarah Lippo Group

Sejarah Lippo Group bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada 1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan BCA pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.

Di BCA Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp 5 triliun.

Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi Rp 257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank. Inilah cikal bakal Lippo Group.

Cita-Cita jadi Bankir

Jalan berliku ditempuhnya untuk mencapai cita-cita menjadi seorang bankir. Mochtar Riady sudah bercita-cita menjadi seorang bankir di usia 10 tahun. Ketika itu, anak dari pedagang batik, ini setiap hari berangkat sekolah selalu melewati gedung megah kantor Nederlandsche Handels Bank (NHB) dan melihat para pegawai bank itu berpakaian rapih serta selalu sibuk. Sejak saat itu, dia berharap saat dewasa akan menjadi seorang bankir.

Belum cita-citanya terwujud, pada tahun 1947, Riady ditangkap oleh pemerintah Belanda dan di buang ke Nanking, Cina. Lalu, di sana ia menggunakan kesempatan untuk kuliah filosofi di University of Nanking. Tapi akibat perang, Riady terpaksa pergi ke Hongkong hingga tahun1950 dan kemudian kembali ke Indonesia.

Sekembalinya ke Indonesia, Riady masih sangat ingin mewujudkan cita-citanya menjadi seorang bankir. Tapi ayahnya tidak mendukung. Karena menurut ayahnya, profesi bankir hanya untuk orang kaya, sedangkan kondisi keluarga mereka saat itu sangat miskin.

Pada tahun 1951, ia menikahi gadis pilihannya asal Jember. Kemudian, mertuanya memberinya tanggungjawab untuk mengurus sebuah toko kecil. Hanya dalam tempo tiga tahun, dia berhasil memajukan toko tersebut menjadi yang terbesar di kota Jember. Namun, keinginan menjadi seorang banker membuatnya kurang betah mengurusi toko itu.

Pada tahun 1954, dia pun memutuskan pergi ke Jakarta walaupun ditentang oleh keluarganya. Dia berprinsip bahwa jika sebuah pohon ditanam di dalam pot atau di dalam rumah tidak akan pernah tinggi, tetapi akan terjadi sebaliknya bila ditanam di sebuah lahan yang luas. Dia merasa yakin akan dapat mewujudkan cita-cita menjadi bankir di kota metropolitan, kendati saat itu tidak memiliki seorang kenalan pun di Jakarta.

Mula-mula, dia bekerja di sebuah perusahaan komanditer di Jalan Hayam Wuruk selama enam bulan. Kesempatan itu dia gunakan untuk mulai membuka relasi. Kemudian ia bekerja pada seorang importer. Relasi pun mulai semakin banyak. Pada saat bersamaan, ia pun bekerja sama dengan temannya untuk berbisnis kapal kecil.

Dia belum juga bisa mewujudkan cita-citanya menjadi seorang bankir. Saat itu, kepada para sahabat, ia selalu mengutarakan cita-citanya itu. Lalu suatu saat, salah seorang temannya mengabari bahwa ada sebuah bank, Bank Kemakmuran, yang lagi terkena masalah. Riady tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Walau belum punya pengalaman sedikit pun, dia berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik bank yang bermasalah itu, sehingga ia pun ditunjuk menjadi direktur.

Bayangkan, seorang yang belum berpengalaman sehari pun di bank atau sebagai akuntan, langsung diangkat menjadi direktur. Pada hari pertama sebagai direktur, Riady sangat pusing melihat balance sheet. Dia tidak bisa membaca dan memahaminya. Tapi, dia pura-pura mengerti di depan pegawai akunting. Lalu, sepanjang malam dia belajar untuk memahami balance sheet tersebut, tetapi sia sia. Kemudian, dia minta tolong kepada temannya yang bekerja di Standar Chartered Bank untuk mengajarinya. Tetapi dia masih belum mengerti.

Begitu galau hati dan pikirannya. Bagaimanapun kepura-puraan itu, cepat atau lambat, akan ketahuan juga. Akhirnya, dia berterus terang kepada para pegawainya dan Andi Gappa, si pemilik bank. Tentu saja mereka sangat terkejut mendengar pengakuan itu. Riady pun meminta diberi kesempatan mulai bekerja dari dasar. Andi Gappa menyetujuinya. Riady bekerja mulai dari bagian kliring, cash dan checking account.

Dia menggunakan kesempatan itu bekerja sambil belajar dengan baik. Hanya dalam satu bulan, ia pun mengerti tentang proses pembukuan. Dia pun membayar seorang guru privat, yang mengajarinya akuntansi.

Setelah itu, dia pun menunjukkan kelebihan sebagai seorang bankir. Hanya dalam setahun, Bank Kemakmuran mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat. Setelah bank itu tumbuh dengan sehat, pada tahun 1964, Riady pindah ke Bank Buana, di sini dia juga mengukir berbagai kaeberhasilan. Ketika itu (1966), dia berhasil menyelamatkan Bank Buana dari kesulitan. Saat itu Indonesia sedang mengalami masa krisis akibat perubahan ekonomi secara makro.

Dia mengambil langkah jitu untuk menyelamatkan Ban Buana dari akrisis itu. Dia menurunkan suku bunga dari 20 % menjadi 12 %. Padahal pada waktu itu semua bank beramai-ramai menenaikkan suku bunganya. Karena suku bunga yang rendah tersebut, maka para nasabah yang memiliki kredit yang belum lunas segera membayar kewajibannya. Di sisi lain, banyak usahawan (debitur) yang ingin meminjam kendati diberi syarat ketat terutama dalam hal jaminan. Dengan cara itu, Bank Buana menjadi sehat. Sementara, saat itu ada beberapa bank yang bangkrut.

Nama Mochtar Riady pun mencuat, sebagai bankir bertangan dingin. Kemudian tahun 1971, dia pindah lagi ke Bank Panin yang merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran, Bank Industri Jaya dan Bank Industri Dagang Indonesia. Lalu tahun 1975, ia meninggalkan Bank Panin dan bergabung dengan BCA, bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Di BCA, dia mendapatkan saham sebesar 17,5 persen dan menjadi seorang penentu kebijakan. Ketika Mochtar bergabung aset BACA hanya Rp 12,8 miliar. Saat dia keluar dari BCA pada akhir 1990 aset bank tersebut sudah di atas Rp 5 triliun.

Pada setiap bank, sentuhan tangan Riady hampir selalu berbuah sukses. Dia mengaku memiliki filosofi tersendiri yang disebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah, Yi memiliki karakter yang baik, Lian kejujuran dan Dje memiliki rasa malu. Selain itu, visi dan pandangannya yang jauh ke depan ketangkasannya membaca situasi pasar dan dengan segera pula menyikapinya, telah membuat namanya semakin disegani kalangan perbankan.

Sementara, untuk memperdalam dan mempertajam pengalamannya, dia pun menyempatkan diri kuliah malam di Universitas Indonesia (UI). Di situ pula dia berkenalan dengan beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali Wardhana dan lain-lain.

Referensi

  1. ^ "Mochtar Riady". Forbes. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-02-11. Diakses tanggal 2020-12-16. 
  2. ^ Artikel:"Ini Dia 40 Orang Terkaya Indonesia " di detik.com
  3. ^ a b Ariyanto, Mencari ’’Rumah Masa Depan’’ di San Diego Hills Bersama Ibu-Ibu Pengajian (2-Habis), INDOPOS, Jumat, 29 Mei 2009. Diakses 16 Februari 2011.
  4. ^ Mochtar Riady[pranala nonaktif permanen], Apa & Siapa, Pusat Data dan Analisis TEMPO. Diakses 16 Februari 2011.

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya