Oloh-Masih atau orang Banjar-Masih adalah sebutan untuk orang-orang Kalimantan yang beragama Islam oleh suku Dayak Ngaju (Oloh Ngaju).[1][2][3]
Dalam bahasa Ngaju, Oloh (uluh) artinya orang, sedangkan Masih dari kata Banjar-Masih yaitu pengikut atau rakyat dari Patih Masih.[4]
Patih Masih merupakan adik Patih Muhur dari sungai Serapat.
Sedangkan Ulun Hakey (Ulutn Hakey) adalah sebutan untuk orang-orang yang beragama Islam oleh suku Dayak Maanyan, Ulun (Ulutn) artinya orang, sedangkan Hakey dari kata ba-hakey (masuk Islam). Bagi masyarakat Kalimantan yang masuk Kristen disebut Ulun Ungkup.
Patih Masih
Patih Masih dan pengikutnya mulai memeluk Islam sekitar tahun 1526. Sehingga Oloh-Masih adalah sinonim orang Banjar-Masih yakni orang-orang yang menjadi pengikut Patih Masih yang bertempat tinggal di Banjar yang kini telah menjadi muslim. Masyarakat Oloh-Masih merupakan kelompok masyarakat Kalimantan Selatan yang pertama kali memeluk agama Islam, setelah itu baru disusul oleh kelompok-kelompok masyarakat lainnya yang ada di Kalimantan Selatan. Namun sering diartikan Oloh-Masih sebagai orang Melayu, sebenarnya kurang tepat, sebab orang Melayu hanyalah salah satu golongan pedagang yang datang dari daerah lain dan tinggal di Banjar. Selain orang Banjar sendiri, banyak suku lainnya dan bangsa asing yang tinggal menetap di Banjar. Tidak ada keterangan dalam Hikayat Banjar yang waktu itu disebut dengan nama orang Banjarmasih (Oloh-masih) artinya adalah orang Melayu. Memang orang Melayu merupakan salah satu suku bangsa pendatang yang berdagang di Banjar dan telah memeluk Islam. Namun banyak pula para pedagang dari berbagai suku dan bangsa lainnya yang terus tinggal menetap di Banjar. Para pedagang inilah yang kemudian melebur dan berasimilasi dengan orang-orang Banjar-Masih (Oloh Masih) yang merupakan penduduk pertama atau lebih dahulu menghuni kawasan Banjar tersebut.
Sehingga di Kota Banjarmasin dapat ditemukan perkampungan berdasarkan etnik yaitu Kampung Bugis, Kampung Arab, Kampung Jawa (kini Kertak Baru), Kampung Cina (Pecinan), Kampung Kristen (Dayak Kapuas) dan lain-lain. Sedangkan sisa-sisa pedagang Melayu kemudian mendirikan Kampung Melayu di Banjarmasin, sedangkan di Martapura, Kampung Melayu telah dimekarkan menjadi 3 desa misalnya:
Menurut Tjilik Riwut dalam "Kalimantan membangun, alam, dan kebudayaan: 407" Bila tamu yang datang mengatakan oloh masih berarti tamu yang datang beragama Islam. Untuk tamu yang beragama Islam, akan diserahkan ayam hidup, telur dan sayur-sayuran untuk dimasak sendiri.......[1]
Banjar dan Orang Banjarmasih
Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan tentang keberadaan kampung Banjar dan penduduknya yang disebut orang Banjar-Masih.[5]
Hatta berapa lamanya Raden Samudra yang menyamarkan dirinya itu maka tersebut Patih Masih yang orang besarnya di Banjar itu. Maka bernama Banjarmasih karena nama orang besarnya di Banjar itu nama Patih Masih itu.[5]
Perang Banjar - Nagara Daha
Hikayat Banjar-Kotawaringin yang ditulis dalam bahasa Melayu-Banjar menyebutkan:
Keberadaan Suku Melayu di Tanah Banjar, Kalimantan Selatan
"
Bahwa adalah Kompeni sendiri jang mempunjai kuasa diatas memerintah kepada sekalian djenis2 orang2 dagang seperti orang Tjina dan orang Kodja dan orang Melaju dan orang Bugis dan jang lain dari segala djenis orang2 dagang baik ada ia tetap didalam negeri Bandjar atau tiada melainkan dari segala hukum-hukumannja dan perintahanja melainkan diatas kuasa Kompeni semuanja seperti bagaimana jang telah tersebut dalam kontrak Komisaris Hopman adanja."
Sensus penduduk Afdeling Hulu Sungai tahun 1930 yang dilaksanakan pemerintah Hindia Belanda menunjukkan adanya 1.292 orang Melayu (0,23%) yang dibedakan sukunya dengan orang-orang Banjar (94%), penduduk asli Kalimantan Selatan.[7]
^Gooszen, A. J. (1999). A demographic history of the Indonesian archipelago, 1880-1942 (dalam bahasa Inggris). Belanda: KITLV Press. hlm. 107. ISBN9789067181280.Parameter |coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)ISBN 90-6718-128-5