Operasi Astute merupakan operasi pengerahan militer yang dipimpin oleh Australia ke Timor Leste untuk mengakhiri kerusuhan dan mengembalikan stabilitas saat Krisis Timor Leste 2006. Operasi ini dipimpin oleh Brigadir Bill Sowry, dan dimulai pada 25 Mei 2006 dibawah pimpinan Brigadir Michael Slater. Operasi ini dilancarkan atas permintaan pemerintah Timor Leste, dan dilanjutkan dengan tercapainya kesepahaman antara Australia, Timor Leste, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan Misi Terintegrasi PBB di Timor Leste mendukung dan membantu mengembangkan pasukan polisi Timor Leste. Negara lainnya yang mengerahkan tentara ke Timor Leste termasuk Malaysia, Selandia Baru dan mantan penjajah Timor Leste Portugal, beroperasi dalam komando terpisah.
Tugas awal
Tugas awal dari operasi ini adalah untuk:
Mengevakuasi warga asing.
Mengembalikan stabilitas dan membatasi konflik di wilayah yang aman.
Menilai dan menemukan senjata yang dimiliki oleh kelompok yang terlibat konflik.
Membuat lingkungan yang aman untuk dialog yang akan menyelesaikan konflik.
Pengerahan awal aset termasuk frigat peluru kendali HMAS Adelaide, kapal pengisian HMAS Success dan kapal rumah sakit/pendaratan amfibi HMAS Kanimbla. Kapal pendaratan HMAS Tobruk dan HMAS Manoora juga dikirimkan ke Timor Leste bersama dengan pasukan utama.
Operasi Astute dilancarkan atas permintaan pemerintah Timor Leste. Pasukan dari negara INTERFET termasuk kebanyakan dari Malaysia. Selandia Baru, dan Portugal telah menambah kekuatan pasukan Australia. Sebelum mengirim pasukan, setiap pemerintahan yang berpartisipasi menegosiasi Status of forces agreement (SOFA) dengan pemerintahan Timor Leste.
Pasukan Darat Malaysia mulai tiba pada 26 Mei, melalui udara.[1]
Garis waktu
Mei 2006
24 Mei
21:59 (Canberra) Pelaksana tugas Perdana Menteri Australia, Peter Costello, mengumumkan di sebuah konferensi pers bahwa Timor Leste telah meminta Australia untuk "mengirim pasukan ke Timor Leste untuk membantu menjaga dan membangun kembali ketertiban umum". Australia akan mengirim perwakilan termasuk Wakil Ketua Pasukan Pertahanan untuk menegosiasi syarat-syarat pengerahan esok harinya.
25 Mei
07:00 (Canberra) Perdana Menteri Australia John Howard kembali ke Canberra dari Dublin lebih awal, namun tidak resmi karena krisis Timor Leste.
12:30 (Darwin) Sebuah Challenger 604 34SQN Angkatan Udara Australia (jet VIP) ditugaskan untuk menerbangkan Wakil Ketua Pasukan Pertahanan Australia dari Canberra ke Dili via Darwin, untuk menegosiasi peraturan pertempuran dari operasi Australia, dan syarat-syarat lain pengerahan. Namun, ketika sampai di Darwin Ketua Pasukan Pertahanan Australia memerintahkan pesawat tersebut untuk tetap di sana, karena meningkatnya tingkat kekerasan di Dili.
18:43 (Canberra) Perdana Menteri John Howard mengumumkan di sebuah konferensi pers bahwa pengerahan akan "dilanjutkan tanpa ada syarat" dan 1300 prajurit akan ditempatkan "secepatnya", walaupun gagal menegosiasikan syarat-syarat pengerahan dengan pemerintah Timor Leste. Ia menjelaskan jika menunggu isyarat akan berujung kepada pertumpahan darah yang lebih banyak dan pemerintah Timor Leste putus asa menunggu pasukan Australia datang.
(Darwin) Angkatan Udara Australia memulai mengirim prajurit ke Dili. Sebuah Boeing 737 34SQN mengirim pasukan diantara Townsville dan Darwin, sementara C-130H dan C-130J mengangkut prajurit dan persediaan antara Darwin dan Dili. Penerbangan tersebut juga memulai evakuasi warga dalam perjalanan pulang. Penerbangan tersebut berlanjut melewati malam dan esok hari untuk membentuk jalur udara antara Darwin dan Dili.
26 Mei
(Dili) Prajurit Darat Malaysia mulai tiba di Dili. Pesawat RAAF terus mengangkut prajurit dan perlengkapan.
Menteri Pertahanan Australia Brendan Nelson dan Menteri Pertahanan Selandia Baru Phil Goff dan Sekretaris Pertahanan Graham Fortune mengunjungi Dili.
16 Juni
Prajurit Pemberontak Timur Leste mulai menyerahkan senjata mereka ke pasukan Australia.
27 Juni
Diumumkan bahwa seorang prajurit Selandia Baru menembakkan tembakan peringatan antara 19-24 Juni. Tembakan ini merupakan tembakan pertama selama intervensi.
Juli 2006
1 Juli
50 prajurit dari 2/1 RNZIR dan unit lainnya terbang menuju Timor Leste untuk menggantikan prajurit awal pasukan Selandia Baru.
18 Juli
Perdana Menteri Australia John Howard mengunjungi Timor Leste. Selama kunjungannya ia menyatakan bahwa pasukan Australia disana akan dikurangi secara bertahap.
19 Juli
HMAS Kanimbla meninggalkan Timor Leste menuju Australia membawa 250 prajurit dan empat helikopter S-70A Blackhawk.
Agustus 2006
3 Agustus
Pemerintah Australia mengumumkan bahwa ADF telah memulai menarik pasukan secara bertahap di Timor Leste karena situasi keamanan telah meningkat. Kompi Infanteri, 23 pengangkut personil lapis baja dan personil bantuan dijadwalkan untuk meninggalkan Timor Leste dalam beberapa minggu kedepan.
Diumumkan bahwa 44 personil militer Selandia Baru akan dipulangkan dari Timor Leste pada 31 Agustus.
September 2006
7 September
Diumumkan bahwa satu Kompi Senapan dari 1 RAR akan dikerahkan di Timor Leste pada 9 September untuk memperkuat pasukan yang dipimpin Australia setelah Alfredo Reinado melarikan diri dari penjara pada 30 Agustus.
19 September
Elemen terakhir dari Grup Tempur Faithful Angkatan Darat Australia kembali ke Australia setelah digantikan oleh Grup Tempur ANZAC yang dipimpin oleh Batalyon ke-6, Resimen Australia.
Oktober 2006
26 Oktober
Brigadir Mal Rerden memimpin Satuan Tugas 631, menggantikan Brigadir Mick Slater.
Desember 2006
17 Desember
Protes terhadap pasukan PBB menguat setelah mereka dituduh bertanggung jawab atas pembunuhan seorang anggota geng pemberontak saat bentrokan antar faksi.
Januari 2007
26 Januari
Australia, Timor Leste, dan PBB menandatangani nota kesepahaman yang mana melanjutkan Operasi Astute dan Misi Terintegrasi PBB di Timor Leste mendukung dan membantu mengembangkan pasukan polisi Timor Leste.
Maret 2007
4 Maret
Setelah memojokkan Reinado di sebuah kamp di Same, Pasukan Khusus Australia memasuki kota dan melancarkan serangan. Reinado berhasil kabur namun lima anak buahnya terbunuh dalam Pertempuran Same. Pemerintah Timor Leste kemudian membatalkan perburuan, lebih menyukai dialog dengan pemberontak.
Mei 2007
9 Mei
Pasukan Australia sukses mengawasi pemilu putaran kedua, dan tanpa adanya kekerasan.
10 Mei
Sebuah pesawat mata-mata tanpa awak Australia yang sedang dalam misi jatuh ke sebuah rumah di wilayah padat penduduk di pinggiran Becora kota Dili. Helikopter militer dikirimkan untuk mencari puing, dan investigasi dijadwalkan dimulai esok harinya untuk mencari tahu apakah jatuhnya pesawat tersebut merupakan kesalahan teknis atau kesalahan operator.
Agustus 2007
2 Agustus
Brigadir John Hutcheson mengambil alih komando dari Brigadir Mal Rerden.
Januari 2008
31 Januari
Brigadir James Baker mengambil alih komando dari Brigadir John Hutcheson.
Juli 2008
31 Juli
Brigadir Mark Holmes mengambil alih komando.
Januari 2009
16 Januari
Brigadir Bill Sowry mengambil alih komando dari Brigadir Mark Holmes.
Unit militer yang terlibat
Operasi Astute merupakan operasi militer Australia. Sementara kontingen Malaysia dan Selandia Baru beroperasi dibawah komando Australia, kontingen Portugal beroperasi dibawah Komando Nasional Portugal. Unit pengerahan awal Australia juga bagian dari operasi tersebut berada dibawah pimpinan operasi Brigadir Michael Slater, komandan dari Brigade ke-3 Australia. Unit utama yang terlibat didalam operasi darat adalah Batalyon ke-3 dibawah komandannya, Letnan Kolonel Mick Mumford. Pasukan tersebut digantikan di awal September 2006 oleh grup batalyon yang terdiri dari Batalyon ke-6, Resimen Australia yang disebut Grup Tempur ANZAC.
Australia
Pasukan Australia
Australia memiliki 404 personil yang dikirim ke Timor Leste, sebagian besar dari mereka dibentuk menjadi Grup Tempur ANZAC, dinamakan karena keberadaan kompi senapan dari pasukan Selandia Baru yang terintegrasi didalam strukturnya.
Komitmen pasukan Angkatan Laut Australia terhadap Operasi Astute tampaknya merupakan satuan tugas amfibi terbesar sepanjang sejarah angkatan laut Australia.[5]
33SQN membantu operasi ini dengan mengangkut pasukan dari Markas RAAF Townsville ke Markas RAAF Darwin, namun hanya 36SQN dan 37SQN yang terbang dari Darwin ke Dili.
Pasukan Portugal yang dikerahkan di Timor Leste tidak beroperasi di bawah komando Australia, mereka bekerja sama dengan pasukan Australia, Malaysia, dan Selandia Baru yang berada di bawah komando Australia.[11]
Detasemen Bravo dari National Republican Guard (GNR), awalnya berisi 120 prajurit dan sekarang berisi sekitar 200
Kedua pesawat Amerika Serikat tersebut mengangkut diantara markas Australia antara (terutama Markas RAAF Townsville dan Markas RAAF Darwin) dan tidak dikerahkan ke Timor Leste. Namun, pesawat tersebut, mengunjungi Kepulauan Solomon untuk mengambil perlengkapan dan personil Australia.[12] Pasukan USAF menyelesaikan misinya pada 3 Juni.[13]
Biaya dari Operasi Astute merupakan yang terbesar ke-3 dari pengeluaran operasi antara tahun 2006 dan 2008, dan yang kedua terbesar pada tahun 2009. Dibawah ini merupakan pengeluaran tahunan Pasukan Pertahanan Australia dalam Operasi Astute: