Share to:

 

Penarikan Besar Serbia

Penarikan Besar Serbia
Bagian dari Kampanye Serbia (1915)
Golgota Albania
Pasukan Serbia melintasi pegunungan
JenisPenarikan strategis
LokasiKosovo dan Metohija, Serbia menuju pantai Adriatik melalui Albania dan Montenegro
42°22′56.69″N 19°58′51.29″E / 42.3824139°N 19.9809139°E / 42.3824139; 19.9809139
PerencanaPanglima Tinggi Tentara Kerajaan Serbia
PemimpinMarsekal Lapangan Radomir Putnik
TujuanMencapai pesisir Adriatik
Tanggal25 November 1915 (1915-11-25)18 Januari 1916 (1916-01-18)
PelaksanaTentara Kerajaan Serbia (bersama warga sipil dan tawanan perang Austria)
HasilEvakuasi ke Korfu
KorbanTentara Serbia[1]
  • 77.455 tewas
  • 77.278 hilang

Warga sipil Serbia[2]
  • 160.000 tewas

Tawanan Habsburg[3]
  • 47.000 tewas

Penarikan Besar Serbia, juga dikenal sebagai Golgota Albania[4] (bahasa Serbia: Албанска голгота/Albanska golgota), adalah penarikan strategis Tentara Kerajaan Serbia, yang menandai berakhirnya kampanye Serbia kedua dalam Perang Dunia Pertama.

Pada akhir Oktober 1915, Jerman, Austria-Hungaria, dan Bulgaria melancarkan serangan besar-besaran terhadap wilayah Serbia. Pada bulan yang sama, Prancis dan Britania Raya menerjunkan empat divisi di Salonika, tetapi tidak dapat bergerak ke utara untuk membantu sekutu Serbia yang kalah jumlah dan terkepung oleh pasukan musuh. Serbia mundur ke selatan menuju Makedonia untuk bergabung dengan pasukan Sekutu. Setelah pasukan Bulgaria mencegah laju Prancis di Lembah Vardar dan orang-orang Yunani mulai membelot, tentara Serbia mendapati diri mereka tersapu di dataran Kosovo oleh kolom-kolom Austria-Hungaria, Jerman, dan Bulgaria; hanya sedikit pilihan yang tersisa agar lepas dari kepungan penjajah.[5]

Pada tanggal 23 November 1915, pemerintah dan panglima tertinggi membuat keputusan untuk mundur melintasi pegunungan Montenegro dan Albania di mana mereka dapat mencapai pantai Laut Adriatik lalu diselamatkan oleh kapal-kapal Sekutu. Penarikan tersebut membawa sisa-sisa tentara beserta raja, ratusan ribu pengungsi sipil, dan tahanan perang, dengan melintasi beberapa rute paling kejam di Eropa di tengah musim dingin, cuaca buruk, jalan berbahaya, dan serangan musuh. Antara November 1915 dan Januari 1916, selama perjalanan melintasi pegunungan, 77.455 tentara dan 160.000 warga sipil mati membeku, kelaparan, kena penyakit, atau dibantai oleh musuh. Pilot Austria menggunakan teknologi baru saat menjatuhkan bom ke arah rombongan penarikan, di mana peristiwa ini dijuluki 'serangan udara ke atas warga sipil yang pertama'.[6]

Dari 400.000 orang yang berangkat dalam perjalanan, hanya 120.000 tentara dan 60.000 warga sipil yang berhasil tiba di pantai Adriatik yang selanjutnya diselamatkan oleh kapal-kapal Sekutu ke Pulau Korfu di mana pemerintah Serbia di pengasingan yang dipimpin oleh Pangeran-Bupati Aleksandar dan Nikola Pašić didirikan. Selanjutnya, 11.000 lebih orang Serbia meninggal karena penyakit, malnutrisi, atau dampak yang berkelanjutan akibat penarikan. Dalam beberapa sumber yang diterbitkan setelah konflik, peristiwa tersebut digambarkan sebagai episode terbesar dan paling tragis dari Perang Besar.[7]

Latar belakang

Serangan kekuatan Sentral ke Serbia pada 1915

Pada 28 Juli 1914, sebulan setelah pembunuhan Franz Ferdinand dari Austria, Austria-Hungaria menyatakan perang terhadap Kerajaan Serbia. Lima bulan kemudian,[8] Habsburg dipermalukan oleh "pasukan petani dari kerajaan kecil di Balkan". Dendam Franz Ferdinand belum terbalas, sementara Monarki kehilangan korban dua kali lebih banyak daripada Serbia. Kekalahan Habsburg tak terhitung dan Serbia menandai kemenangan pertama Sekutu dalam Perang Dunia Pertama.[9][10]

Pada awal 1915, kepala staf umum Jerman von Falkenhayn meyakinkan kepala staf Austro-Hungaria von Hoetzendorf untuk melancarkan serangan baru ke Serbia. Pada bulan September, Bulgaria menandatangani perjanjian aliansi dengan Jerman dan dengan cepat ikut menerjunkan tentaranya.[11] Pada 6 Oktober 1915, gabungan pasukan Jerman dan Austria-Hungaria di bawah pimpinan Marsekal Lapangan August von Mackensen menyerang Serbia dari utara dan barat dengan tujuan mendesak pasukan Serbia yang ditempatkan di tepi Sungai Donau dan Sava.[12]

Pada tanggal 11 Oktober, Bulgaria mulai menyerang perbatasan Serbia tanpa deklarasi perang; kemudian pada tanggal 14 Oktober Bulgaria secara resmi menyatakan perang terhadap Serbia. Tentara Pertama dan Kedua di bawah komando Jenderal Boyadzhiev, maju ke wilayah Timok di timur laut Serbia[13] guna memotong jalur rel kereta yang membentang dari Salonika di Yunani menuju lembah Vardar dan Morava sambil merampas bala bantuan dan amunisi untuk Serbia.[14] Dengan jumlah hampir 300.000 orang, pasukan Bulgaria dengan cepat mengalahkan unit-unit pertahanan Serbia yang lemah di sepanjang perbatasan.[13] Tentara Serbia beranggotakan 250.000 orang yang mayoritas dikerahkan melawan 300.000 pasukan Jerman dan Austria di utara. Tak hanya itu, pasukan Austria lainnya juga mulai dikerahkan dari wilayah Dalmasia.[15]

Akibat dikeroyok tiga negara sekaligus serta kegagalan sekutu mengirim bantuan, Panglima Tertinggi Tentara Serbia memulai penarikan menuju Kragujevac dan Niš.[15] Pada 6 November, Tentara Pertama Bulgaria, bergabung dengan Tentara Jerman Kesebelas pimpinan Jenderal Gallwitz di sekitar Niš, dan pada 10 November mereka menyeberangi Sungai Morava sekitar 18 mil di selatan Niš dan bersama-sama menyerang Serbia. Selama dua hari, tentara Serbia yang kalah jumlah terpaksa mundur, meski berhasil mengamankan Prokuplje.[12] Tekanan Austria-Hungaria, Tentara Jerman, Tentara Pertama Bulgaria di utara, dan Tentara Kedua Bulgaria di timur memaksa Serbia mundur menuju barat daya ke Kosovo.[16]

Pendahuluan

Pada pertengahan November, tentara Serbia mencapai Prishtina mendahului para pengejarnya tetapi tidak dapat menerobos ke selatan akibat blokade Tentara Kedua Bulgaria di Celah Kačanik dekat Skopje, sehingga mereka gagal mencapai Salonika dan bergabung dengan pasukan Jenderal Sarrail dari Prancis.[12] Mackensen hendak menggiring tentara Serbia ke Kosovo dan memaksa mereka menjalankan pertempuran terakhir yang menentukan.[17]

Putusnya komunikasi antara Niš-Skopje-Salonika dan putusnya hubungan dengan Sekutu, membawa tentara ke dalam situasi yang paling kritis. Marsekal Lapangan Putnik mulai memusatkan pasukannya untuk tujuan mengamankan akses ke dataran tinggi Gnjilane yang dikenal sebagai "Padang Burung Sikatan Hitam".[3][16]

Angkatan Udara Austria mulai menggunakan pesawat pengintai untuk menjalankan operasi pengeboman melintasi dataran Kosovo, menyerang rombongan pengungsi, menjadikannya "pengeboman udara pertama terhadap warga sipil".[18] Orang-orang Albania yang membenci Serbia melakukan aksi gerilya, sebagai upaya balas dendam atas penindasan yang mereka alami setelah penyerahan Kosovo dari Ottoman ke Serbia dan Montenegro.[19][20]

Seluruh tentara Bulgaria, yang didukung dari utara oleh Tentara Jerman Kesebelas, ikut maju melawan Serbia. Setelah pertempuran sengit pada tanggal 23 November, Prishtina dan Mitrovica jatuh ke tangan Blok Sentral, sementara Serbia meninggalkan Prizren, ibu kota sementara Serbia yang terakhir.[21]

Hanya tiga rencana yang dipertimbangkan: penyerahan diri dan perdamaian, pertempuran terakhir yang terhormat, atau mundur lebih jauh. Namun, hanya opsi mundur dan serangan balik yang dipertimbangkan secara serius, sementara menyerah, bukanlah pilihan; pemerintah Serbia yang dipimpin oleh Perdana Menteri Nikola Pašić, Pangeran Bupati Aleksandar dan Panglima Tertinggi Marsekal Lapangan Radomir Putnik memutuskan untuk memerintahkan penarikan besar dan melanjutkan perang dari pengasingan.[15] Satu-satunya jalan untuk melarikan diri terletak di barat daya dan barat laut, melalui pegunungan Korab dan Prokletije yang menjulang tinggi di Albania dan Montenegro, sebagai bagian dari Pegunungan Alpen Dinari, sebuah daerah dengan ketinggian rata-rata lebih dari 6.000 kaki (1.800 m) yang mulai turun salju. Pemerintah Serbia berencana untuk mengatur dan mereformasi tentara dengan bantuan dan dukungan dari Sekutu.

Pada tanggal 23 November, vojvoda Putnik memerintahkan semua tentara Serbia untuk menggunakan amunisi dan artileri terakhir.[14] Putnik juga memerintahkan agar anak laki-laki berusia dua belas hingga delapan belas tahun, total berjumlah 36.000, bergabung dalam penarikan, sehingga mereka tidak diculik musuh dan tentara masa depan Serbia terselamatkan.[22] Pada 25 November 1915, perintah resmi mundur yang ditujukan kepada para pemimpin semua angkatan bersenjata, diterbitkan oleh Panglima Tinggi Serbia:

Satu-satunya jalan keluar dari situasi yang gawat ini adalah mundur ke pantai Adriatik. Di sana tentara kita akan diatur kembali, dibekali dengan makanan, senjata, amunisi, pakaian, dan semua kebutuhan lain yang akan dikirim sekutu kepada kita, dan kita akan kembali diperhitungkan oleh sekutu kita. Bangsa kita belum hilang, dan ia akan terus bertahan meskipun di tanah asing, selama penguasa, pemerintah, dan tentaranya ada, tidak peduli seberapa besar kekuatan tentaranya.

— Panglima Tinggi Serbia, 25 November 1915, [23]

Penarikan

Rute penarikan tentara Serbia melalui Montenegro dan Albania.

Rombongan pengungsi Serbia terbagi menjadi tiga kolom yang melintasi pegunungan Albania dan Montenegro, sambil dikejar oleh Brigade Pegunungan Kesepuluh Austria-Hungaria dan Korps Alpen Jerman.[12] Semangat tentara yang tengah merosot dibakar oleh kehadiran Raja Petar I yang berusia 71 tahun dan sedang sakit-sakitan. Sang raja tua yang hampir buta, melakukan perjalanan melalui pegunungan dengan berkendara pedati.[24]

Saat mencapai Albania, Essad Pasha Toptani, seorang pemimpin Albania dan mantan Jenderal Utsmani, menjanjikan perlindungan jika keadaan memungkinkan.[25] Di tempat yang dia kendalikan, polisi militer memberi bantuan untuk pasukan Serbia yang tengah mundur, tetapi ketika pasukan itu pindah ke wilayah lain, mereka diserang oleh warga setempat.[26] Tindakan brutal pasukan Serbia-Montenegro dalam Perang Balkan Pertama, ketika Albania memihak Turki saat melawan Liga Balkan, membuat banyak penduduk setempat membalaskan dendam dengan membantai dan merampok tentara malang yang mundur melalui jalur pegunungan.[27]

Kolom Utara

Kolom Utara mengambil rute melintasi Montenegro selatan, dari Peć ke Scutari, melalui Rožaje, Andrijevica, dan Podgorica.[27]

Kelompok itu terdiri dari Angkatan Darat Pertama, Kedua dan Ketiga, serta Pasukan Pertahanan Beograd. Kolom Utara juga terdiri dari unit medis keliling bernama "Rumah Sakit Keliling Serbia-Inggris Pertama", dengan dua dokter, enam perawat dan enam pengemudi ambulans. Unit ini dipimpin oleh perawat Inggris, Mabel Stobart.[28] Mundurnya rombongan ini ke Andrijevica dilakukan di bawah arahan Angkatan Darat Pertama. Pasukan Pertahanan Beograd bertindak sebagai pelindung Tentara Timok yang mundur terlebih dahulu,[7] sehingga Kolom Utara baru bertolak pada 7 Desember. Pasukan Pertahanan juga bertanggung jawab untuk menjadi pelindung yang menghalau serangan Austria-Hungaria, Bulgaria, dan Jerman dari utara. Rute ini menelusuri jalur dari Kosovo ke barat daya melalui Montenegro dan perbatasan utara Albania, di tengah kedinginan, kelaparan, dan penyakit yang membunuh banyak tentara dan warga sipil, beserta ribuan tawanan perang Austria yang diangkut bersama mereka.[29]

Perwira dan awak artileri Serbia di Montenegro menyerahkan 30 meriam kepada Tentara Montenegro,[14] pasukan Montenegro memainkan peran kunci dalam melindungi penarikan itu, di mana mereka melawan pasukan Austria-Hungaria dalam Pertempuran Mojkovac.[30] Kolom Utara mulai mencapai Scutari pada tanggal 15 Desember.

Kolom Tengah

Penarikan artileri Serbia

Kolom Tengah mengambil rute melalui Kosovo tengah melintasi Albania utara, dari Prizren ke Scutari melalui Lumë dan Pukë.[31]

Kolom tengah terdiri dari Raja, Putra Mahkota, dan Pimpinan Tertinggi Angkatan Darat. Kolom ini menempuh rute yang paling pendek menuju laut, tetapi harus menghadapi perlawanan dari orang-orang Albania yang bermusuhan.[32]

Bupati Aleksandar melintasi rute ini hanya dalam dua setengah hari, sedangkan pejabat tinggi Tentara Serbia yang mendampingi Kepala Staf Umum Radomir Putnik membutuhkan waktu lebih lama, berangkat 26 November dan tiba di Scutari pada 6 Desember.[30]

Kolom Selatan

Kolom selatan menempuh rute dari Prizren ke Lum dan selanjutnya melintasi pegunungan Albania ke Debar dan Struga.[33]

Kolom Selatan adalah yang pertama kali berangkat dan yang terakhir tiba di pesisir. Rute selatan menyediakan rute tercepat untuk bergabung dengan pasukan pimpinan Sarrail. Markas Besar telah meminta para ketua dari kelompok ini untuk tetap melakukan komunikasi dengan telegraf, tetapi sejak hari pertama operasi, komunikasi tak mungkin dilakukan. Kondisi geografis tidak memungkinkan berfungsinya alat komunikasi.

Seluruh rombongan dari kelompok ini berada di bawah kendali Panglima Tentara Timok.[7] Kolom tersebut berangkat pada 25 November dan menuju selatan sampai ke Elbasan. Sepanjang jalan itu, mereka harus menghadapi perlawanan Albania dan serangan militer Bulgaria; pada tanggal 10 Desember, Bulgaria menyerang posisi Serbia di sepanjang puncak pegunungan Jablanica,[34] Saat pasukan Bulgaria berhasil menguasai Struga, Kolom Selatan berbelok ke barat daya, berbaris ke Valona dan melintasi Tirana lalu tiba di Durrës pada tanggal 21 Desember.

Raja Petar dari Serbia selama Penarikan Besar oleh Frank O. Salisbury

Pada awal 20 November, Pašić mengirim pesan yang mendesak Sekutu untuk mengirim bantuan, terutama pasokan makanan, untuk dikirim ke pelabuhan Adriatik, tetapi ketika Kolom Utara dan Tengah tiba di Scutari, mereka mendapati pelabuhan tersebut kosong dan kapal yang mereka harapkan tidak terlihat. Makanan telah dikirim dari Prancis dan Inggris, tetapi di Brindisi, di sisi lain Laut Adriatik, orang Italia hanya menyediakan beberapa kapal kecil untuk mengangkut bantuan ke Serbia.[13] Sejumlah bala bantuan telah tiba di pantai Durrës, sehingga tentara dan pengungsi terpaksa melakukan perjalanan lagi ke selatan.[13] Akhirnya, diputuskan bahwa tentara dan warga sipil Serbia dibawa ke pulau Kerkira di Yunani yang diduduki Prancis serta Bizerta di Tunisia Prancis.[35] Keputusan yang dibuat oleh Prancis dan Inggris tidak dibahas bersama otoritas Yunani.[13] Prancis lalu mengirim angkatan lautnya dan evakuasi dimulai pada 15 Januari; keberangkatan dilakukan dari tiga pelabuhan, San Giovanni di Medua, Durrës, dan Valona.[36]

Pada tanggal 14 Januari, pemerintah, para menteri, dan anggota korps diplomatik Serbia menaiki kapal Italia, Citta di Bari, menuju Brindisi.[37] Pada 6 Februari, komando tertinggi Serbia dan Bupati Aleksandar dievakuasi ke Kerkira, di mana sekitar 120.000 pengungsi telah tiba pada 15 Februari, dan sekitar 135.000 pada sepuluh hari kemudian. 10.000 pengungsi dibawa ke Bizerta pada waktu yang sama. Orang Italia mengambil alih sebagian besar tahanan Habsburg, dan memindahkan mereka ke Pulau Asinara yang tidak berpenghuni (di lepas pantai Sardinia). Hampir 5.000 pengungsi, kebanyakan wanita, anak-anak, dan orang tua dibawa ke Korsika.[38]

Sebagian besar pasukan Serbia telah dievakuasi pada 19 Februari. Divisi kavaleri terakhir berangkat pada 5 April 1916, yang menandai berakhirnya operasi penarikan.[30]

Dampak

Menurut statistik resmi tahun 1919, 77.455 tentara Serbia tewas, sementara 77.278 lainnya hilang. Nasib terburuk menimpa Kolom Selatan, yang di sana terdapat 36.000 anak laki-laki, yang beberapa di antaranya akan dikenai wajib militer pada tahun 1916, sementara lainnya berusia dua belas tahun, dibawa oleh tentara untuk bergabung dalam penarikan; dalam sebulan sekitar 23.000 dari mereka tewas.[39]

Dari sekitar 220.000 pengungsi sipil yang berangkat ke pantai Adriatik dari Kosovo, hanya 60.000 yang selamat. Kondisi para penyintas sangatlah lemah sehingga ribuan dari mereka meninggal karena kelelahan beberapa pekan setelah penyelamatan mereka. Pulau Korfu terdiri dari bebatuan, sehingga kuburan sulit untuk digali, dan mereka yang meninggal dikuburkan di laut. Jenazah diturunkan dari kapal-kapal Prancis ke Laut Ionia, dekat Pulau Vido di Yunani; diperkirakan lebih dari 5.000 mayat orang Serbia diperlakukan dengan cara ini. Laut di sekitar Vido dikenal sebagai "Pemakaman Biru" (Plava Grobnica).[40] Marsekal Lapangan Putnik melakukan lawatan ke Prancis untuk mendapat perawatan kesehatan, di mana ia meninggal pada tahun berikutnya. Hampir 5.000 pengungsi Serbia, kebanyakan wanita dan anak-anak dikirim ke Korsika, untuk dilayani oleh staf Rumah Sakit Militer Wanita Skotlandia yang ikut bepergian bersama mereka, sebuah operasi yang dibiayai oleh Serbian Relief Fund yang berbasis di London. Penyintas dari kalangan anak lelaki banyak dikirim ke Prancis dan Inggris untuk disekolahkan.[41]

Serbia dibagi menjadi zona pendudukan militer Austro-Hungaria dan Bulgaria. Di zona pendudukan Austria-Hungaria (Serbia utara dan tengah), pemerintahan militer didirikan dengan pusatnya di Beograd. Di wilayah yang diduduki oleh Bulgaria, sebuah pemerintahan militer didirikan yang berpusat di Niš. Penduduk Serbia yang bertahan diperlakukan dengan kasar oleh rezim pendudukan Austria dan Bulgaria, di mana mereka ditahan, diperbudak dalam kerja paksa, menderita kelaparan, dan dipaksa menjalani denasionalisasi dan bulgarisasi. Kosovo dibagi menjadi dua zona pendudukan Austria-Hungaria: Metohija menjadi wilayah Pemerintahan Militer Austria-Hungaria di Montenegro, sementara sebagian kecil Kosovo yang meliputi Kosovska Mitrovica dan Vučitrn menjadi bagian dari Pemerintah Militer Austro-Hungaria di Serbia. Sebagian besar Kosovo - Pristina, Prizren, Gnjilane, Urosevac, dan Orahovac masuk dalam Wilayah Militer Bulgaria di Makedonia.[42]

Selama tahun 1916, lebih dari 110.000 tentara Serbia dibawa ke Salonika, di mana mereka bergabung dengan tentara Sekutu; sekitar enam divisi infanteri Serbia dan satu divisi kavaleri pada akhirnya akan kembali bertugas, memainkan peran penting dalam Front Makedonia pada bulan September 1917, dan pembebasan Serbia setahun kemudian.[43]

Penarikan besar dianggap oleh Serbia sebagai salah satu tragedi terbesar dalam sejarah mereka,[7] yang dikenang dalam simbolisme alkitabiah sebagai "Golgota Albania", suatu pengorbanan mulia yang membuahkan 'kebangkitan' dan kemenangan Serbia di akhir perang.[44]

Galeri

Catatan kaki

  1. ^ Reader's Digest, 2000
  2. ^ Hart 2015, hlm. 189
  3. ^ a b Dinardo 2015, hlm. 122
  4. ^ Holger Afflerbach 2015, hlm. 120.
  5. ^ Hall 2014, hlm. 280
  6. ^ Motes 1999, hlm. 14.
  7. ^ a b c d Gordon-Smith 1920, hlm. 1
  8. ^ van Ypersele, p. 287
  9. ^ Schindler 2015, p. 561
  10. ^ War in History, p. 159-195
  11. ^ hall 2014, p 162
  12. ^ a b c d Dinardo 2015, p. 110
  13. ^ a b c d e Buttar 2015, p.341
  14. ^ a b c Sanders 2016, p. 248
  15. ^ a b c Glenny 2012, p.334
  16. ^ a b Richard C. Hall 2010, hlm. 46.
  17. ^ Dinardo 2015, p. 106
  18. ^ Vickers 1998, hlm. 90.
  19. ^ Ramet 2006, hlm. 48
  20. ^ Tim Judah 2008, hlm. 100.
  21. ^ Dinardo 2015, p. 19
  22. ^ Winter & Baggett 1996, hlm. 141.
  23. ^ Dinardo 2015, p. 115
  24. ^ Pearson 2004, p. 93
  25. ^ Pavlović, p 163
  26. ^ Tallon 2014, hlm. 450
  27. ^ a b Mojzes 2011, hlm. 42.
  28. ^ Stobart 1916, p. 243
  29. ^ Dinardo 2015, p. 116
  30. ^ a b c Mitrović 2007, p. 161
  31. ^ Hall 2010, p. 46
  32. ^ Hall 2010, p. 280
  33. ^ Hall 2010, p. 280
  34. ^ Pearson 2004, p. 94
  35. ^ Thomas, Babac 2012, p. 95
  36. ^ Gordon-Smith 1920, p. 195
  37. ^ Pearson 2004, p. 95
  38. ^ Alan Kramer 2008, hlm. 142.
  39. ^ Sass 2018, hlm. 107.
  40. ^ Askew 1916, p. 360
  41. ^ Manz, Panayi & Stibbe 2018, hlm. 208.
  42. ^ Misha Glenny 2012, hlm. 333.
  43. ^ Hart 2015, p 189
  44. ^ Newman 2015, hlm. 37.

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya