Perdebatan mengenai gugur kandungan
Di Indonesia, tindakan aborsi masih menjadi perdebatan yang sering dibicarakan dalam masyarakat. Kubu kontra menjadi kelompok yang begitu lantang menyuarakan pendapatnya dengan acuan agama, medis, psikologi, hingga kemanusiaan. Sedangkan kubu pro tetap teguh dengan pendiriannya yang menganggap aborsi boleh dilakukan jika tanpa paksaan dan mendapat persetujuan dari pihak yang terkait.[2] SejarahSejak jaman kuno, praktik aborsi telah dilakukan dengan menggunakan obat-obatan herbal, benda-benda tajam, dengan paksaan, atau juga metode-metode tradisional lainnya.[3] Namun aborsi menjadi masalah kontroversial sejak Mahkamah Agung Amerika Serikat menjatuhkan putusan dalam kasus Roe v. Wade pada tahun 1973.[4] Kasus itu menetapkan bahwa wanita mempunyai hak berdasarkan Undang-Undang Federal untuk melakukan aborsi. Sejak saat itu para aktivis mulai menentang validitas Undang-Undang Aborsi. Perjuangan mereka tidak sia-sia, Mahkamah Agung Amerika Serikat akhirnya menetapkan bahwa kasus Roe v. Wade melanggar Undang-undang. Putusan itu menjadi kemenangan bagi kubu kontra-aborsi. Namun di lain sisi, kubu pro-aborsi menyuarakan reaksi yang berseberangan hingga menjadikannya perseteruan yang terus berlanjut hingga kini. Penyebab aborsiWalau mendapat banyak perdebatan, tetapi terdapat beberapa alasan yang menyebabkan aborsi menjadi hal yang kerap dilakukan di tengah masyarakat, di antaranya:[5]
Bahaya aborsiAborsi memiliki risiko yang sangat berbahaya, terutama bila dilakukan pada tempat dan fasilitas yang tidak memadai, bukan oleh tenaga kedokteran, tidak ada pengetahuan medis yang mendasari, serta dilakukan dengan cara yang tidak aman. Selain itu, usia kehamilan juga berperan dalam menentukan seberapa tinggi tingkat risiko yang dirasakan. Semakin muda usia kehamilan, semakin rendah pula risiko dari tindakan aborsi ini.[6] Risiko pada saat aborsiBerikut merupakan beberapa risiko yang dapat terjadi pada saat melakukan aborsi,[7] 1. Pendarahan yang sangat banyak. Terjadi pada satu kali dari seribu pasien gugur kandungan. 2. Rusaknya mulut rahim. Terjadi pada sekitar sepuluh kali dari seribu pasien gugur kandungan. 3. Rusaknya kandungan. Terjadi pada empat dari seribu kali operasi gugur kandungan bedah dan satu dari seribu kali gugur kandungan medikal di kehamilan usia 12 minggu. Risiko setelah aborsiSalah satu risiko dari aborsi adalah Infeksi rahim. Infeksi ini biasa terjadi karena pengeluaran janin dan jaringan yang tidak bersih atau wanita yang bersangkutan kurang menjaga kebersihan. Risiko ini dapat dikurangi dengan memakai sanitasi sampai pendarahan berhenti. Tidak disarankan untuk menggunakan tampon dan juga hubungan seks selama dua minggu. Aborsi menurut hukumDalam UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi, ditegaskan bahwa aborsi di Indonesia tidak diijinkan, kecuali untuk situasi darurat medis yang mengancam nyawa sang ibu, dan bagi korban pemerkosaan.[8] Menggugurkan kandungan dengan alasan keselamatan medis hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari yang bersangkutan dan penyedia layanan kesehatan bersertifikat, serta melalui konseling atau konsultasi pra-tindakan yang diterapkan oleh konsultan yang berkompeten. Dalam Undang-Undang Pasal 194, ditetapkan sanksi pidana bagi aborsi ilegal berupa penjara paling lama 10 tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000 (1 miliar rupiah). Selain itu, pasal ini juga dapat menjerat oknum dokter atau tenaga kesehatan yang sengaja melakukan praktik aborsi ilegal, dan pihak perempuan yang menjadi klien.[9] Selain itu, dalam KUHP juga ditegaskan tentang sanksi yang diberikan bila seseorang melakukan praktik aborsi ilegal. Pasal-pasal tersebut diantaranya: Pasal 346 KUHPJika perempuan dengan sengaja menggugurkan sendiri atau menyuruh orang lain untuk menggugurkan kandungannya, maka ia dapat diancam dengan pidana kurungan selama empat tahun. Pasal 347 KUHPSiapa saja yang sengaja menggugurkan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, maka dapat diancam dengan pidana kurungan selama dua belas tahun. Pasal 348 KUHPBarangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.[12] Pasal 349 KUHPJika seorang bidan, juru obat ataupun tabib membantu melakukan kejahatan yang tersebut dalam pasal 346, atau pun membantu melakuka kejahatan yang tertera dalam pasal 347 dan 348, maka pidananya ditambah yang ditambah sepertiga dan dicabut haknya untuk melakukan pencarian dalam kejahatan tersebut.[12] Pasal 64 Ayat (1) KUHPJika antara bebarapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya dikenakan satu aturan pidana; jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.[13] Sementara dakwaan subsidernya adalah bahwa perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 299 ayat (1) jo ayat (2) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Lengkapnya pasal-pasal dimaksud berbunyi: Pasal 299 Ayat (1) KUHPBarangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana kurungan selama empat tahun atau denda paling banyak empat ribu rupiah.[14] Pasal 299 Ayat (2) KUHPJika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang bidan, juru obat, ataupun tabib; pidananya dapat ditambah sepertiga. Pasal 299 Ayat (3) KUHPJika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu. Aborsi menurut HAMJika dilihat dari pengertiannya, melakukan aborsi tidak bisa dianggap melanggar hak asasi manusia. Hal itu karena janin yang ada dalam kandungan belum menjadi individu seutuhnya, dan baru memiliki hak setelah lahir ke dunia.[15] Berbeda halnya bila ada paksaan dari pihak luar yang menginginkan sang ibu untuk mengaborsi kandungannya, hal itu bisa dikatakan pelanggaran hak asasi manusia karena unsur paksaan. Aborsi menurut medisDalam kewajiban umum pasal 7D undang-undang No. 26 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran menegaskan bahwa setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban untuk melindungi hidup setiap insan.[16] Undang-undang tersebut berarti bahwa segala perbuatan yang dilakukan dokter terhadap pasien harus memiliki tujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagian. Selain itu, dokter juga harus mempertahankan dan memelihara kehidupan manusia. Hal ini berarti bahwa baik dari segi agama, negara, maupun etik kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk menggugurkan kandungan. Aborsi hanya dapat dibenarkan jika digunakan sebagai pengobatan untuk menolong nyawa ibu dari bahaya seperti tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2009. Selain itu, syarat untuk melaksanakan praktik aborsi yaitu harus dilakukan sekurang-kurangnya oleh 2 dokter, dan dengan persetujuan tertulis dari, istri, suami, dan keluarga terdekat. Selain itu, aborsi sebaiknya dilakukan di rumah sakit atau sarana kesehatan yang memadai. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa kondisi medis yang mengharuskan seorang ibu untuk menggugurkan kandungannya,[17] seperti:[18]
Aborsi menurut moralMeskipun berbahaya dan secara moral tidak bisa diterima, aborsi masih sering dilakukan di tengah masyarakat. Ketika kasus aborsi muncul ke permukaan dan menjadi perbincangan publik, maka pengamat sosial, medis, kaum moralitas, hingga ahli hukum berlomba-lomba untuk memberikan pendapatnya. Namun sebenarnya permasalahan pokok yang berkaitan dengan aborsi adalah status moral janin. Dalam substansi intelektual yang mencermati persoalan aborsi, terdapat pemikir-pemikir yang pandangannya dapat dikelompokkan dalam tiga tipe yakni pandangan liberal, pandangan konservatif, dan pandangan moderat.[19] Pandangan kaum liberal tampak misalnya pada pemikiran Judith Jarvis Thomson. Dalam rangka menentang anggapan kaum konservatif, Thomson beranggapan bahwa aborsi masih bisa dibenarkan secara praktis dalam berbagai persoalan. Janin tidak bisa hidup sendiri melainkan hidup dari tubuh ibunya. Maka, seorang ibu memiliki hak untuk melakukan aborsi terutama dalam kasus pemerkosaan, dalam kasus di mana kehamilan tersebut membahayakan kehidupan ibu, atau dalam kasus di mana sang ibu memiliki alasan-alasan yang rasional untuk mencegah kehamilan. Pandangan kaum liberal lainnya, Mary Ann Warren yang melakukan analisis tentang konsep kepribadian. Dirinya menyimpulkan bahwa aborsi tidak akan dibenarkan bila janin adalah seorang pribadi. Warren kemudian memaparkan kriteria seorang pribadi yang memiliki seluruh status moral. Menurut Warren, seorang pribadi harus memenuhi beberapa kriteria berikut:
Warren kemudian menyimpulkan bahwa janin tidak memiliki ciri-ciri kepribadian ini meski secara potensial bisa menjadi seorang pribadi. Jadi, janin tidak memiliki status moral dan hak untuk hidup. Berbeda dengan pandangan kaum liberal, kaum konservatif justru beranggapan bahwa janin memiliki kedudukan moral yang utuh sehingga memiliki hak untuk hidup. John Noonan dari kelompok ini menegaskan bahwa apapun risikonya, janin memiliki hak mutlak untuk hidup. Dan hak ini berlaku tanpa pengecualian, entah karena janin merupakan akibat dari korban pemerkosaan atau karena ia memiliki kelainan-kelainan serius. Menurutnya, pada dasarnya aborsi merupakan pembunuhan.[20] Di luar padangan liberal dan konservatif, ada anggapan kaum moderat yang bisa dianggap sebagai jalan keluar. Jane English, seorang pemikir dari kelompok moderat beranggapan bahwa pandangan Warren tentang kepribadian tidak cukup tajam dan menentukan untuk keluar dari kontroversi tentang aborsi. Kalau anggapan kaum konservatif diterima, aborsi tidak diperbolehkan meskipun kehamilan itu mengancam nyawa ibu atau calon bayi memiliki kelainan-kelainan bawaan yang serius. Sebaliknya jika anggapan kaum liberal diterima, janin bukanlah seorang pribadi sehingga aborsi dapat dilakukan. Kaum moderat kemudian keluar dengan argumen bahwa pada usia-usia awal kehamilan aborsi dapat dilakukan demi ‘kepentingan’ ibu atau keluarga serta keamanan dari aborsi itu sendiri. Tetapi ketika usia kehamilan sudah berada pada tahap pertengahan dengan janin yang sudah menyerupai seorang pribadi, aborsi hanya dapat dilakukan apabila kelanjutan kehamilan atau kelahiran bayi akan menyulitkan sang ibu secara fisik, psikologis, ekonomis, dan sosial. Pada usia kehamilan yang terakhir, meskipun dengan pengandaian bahwa janin bukanlah seorang pribadi juga, aborsi tetap salah, kecuali untuk menyelamatkan wanita dari kematian atau cacat permanen. Aborsi menurut kacamata sosialAborsi seolah menjadi jalan keluar dari gejala sosial yang terjadi akibat pergaulan bebas dikalangan remaja. Praktik aborsi ini telah banyak menelan korban jiwa baik dari sisi perempuan yang sedang hamil, hingga bayi yang menjadi target aborsi itu sendiri. Di Indonesia, dalam satu tahun terakhir tercatat sebanyak dua juta wanita melakukan aborsi, dan 30 persen dilakukan oleh kalangan remaja.[21] Hal ini menjadi perhatian khusus bagi para orang tua yang melihat pergaulan bebas di kalangan remaja yang kini semakin menakutkan, di mana orang tua menjadi sangat cemas dikala anak-anaknya berada di luar rumah ataupun diluar pengawasan keluarganya. Ini merupakan gejala sosial baru yang terjadi di kalangan masyarat. Tingginya kasus aborsi akibat pergaulan bebas merupakan salah satu tindakan yang diambil para remaja untuk terhindar dari beratnya sanksi sosial yang diberikan oleh masyarakat. Fenomena praktik aborsi ilegal itu sendiri juga disebabkan oleh minimnya pengawasan sosial dari masyarakat sekitar. Praktik ilegal ini juga dimanfaatkan sebagai praktik terselubung demi mendapatkan penghasilan keuntungan. Dan di lain sisi, praktek ilegal ini dijadikan sebagai jalan alternatif untuk menutupi aibnya dari masyarakat. Faktor sosialBerikut merupakan faktor sosial yang akan terjadi bila seorang remaja tidak melakukan aborsi, diantaranya:
Aborsi menurut agama IslamPara ulama memiliki beberapa pendapat berbeda mengenai hukum dari aborsi, diantaranya:[22] Pertama, menurut Mazhab Hanafi, aborsi hanya diperbolehkan sebelum empat bulan usia kandungan. Akan tetapi, bukan berarti pengguguran tersebut tidak mengakibatkan dosa, tetapi dosanya tidak sebesar dosa membunuh manusia. Alasan dilakukannya aborsi yang dapat diterima, antara lain, apabila sang ibu merasa tak kuat mengandung terlebih melahirkan, baik karena alasan sakit atau lainnya. Kedua, Mazhab Hambali menilai, aborsi mubah selama kandungan belum berumur 40 hari dan dilakukan dengan obat yang dibenarkan. Meski berbeda-beda, seluruh mazhab sepakat bahwa haram menggugurkan kandungan setelah empat bulan kehamilan. Jika dilakukan maka yang bersangkutan dinilai berdosa dan wajib membayar diyah (denda) sebesar seperdua puluh dari diyah pembunuhan. Ketiga, dalam pandangan Mazhab Maliki, aborsi sangat jelas dilarang. Bahkan, mazhab ini melarang dilakukannya aborsi meski umur janin masih kurang dari 40 hari setelah bertemunya sperma dan ovum. Berbeda dengan mazhab Maliki. Walau demikian, ulama juga menyepakati dibolehkannya aborsi jika dokter yang terpercaya menyatakan bahwa janin dalam kandungan dapat membahayakan nyawa sang ibu. Beberapa ulama bahkan menilai kasus semacam ini wajib hukumnya.[23] Aborsi menurut agama KristenDalam agama kristen, terdapat beberapa pandangan yang berbeda terkait praktik aborsi. Namun terdapat dua pandangan yang menjadi acuan dalam agama kristen, yaitu pro-life dan pro-choice.[24] Dalam kubu pro-life yakin bahwa setelah diciptakan oleh Allah, manusia termasuk janin harus dihargai kehidupannya sampai datangnya ajal. Sedangkan kelompok pro-choice memiliki pendapat bahwa proses kehamilan merupakan kendali penuh seorang wanita yang sedang mengandung, karena kesuburan yang ia miliki merupakan salah satu haknya. Hal itu berarti bahwa, wanita memiliki kebebasan untuk memilih antara melanjutkan kehamilan tersebut, atau menghentikannya dengan cara pengguguran.[25] Alkitab memang tidak menegaskan secara gamblang tentang larangan aborsi, tetapi terdapat beberapa perintah dan nasihat yang menjelaskan tentang perbedaan kehidupan manusia dengan makhluk hidup lain, karena manusia diciptakan sama seperti Allah. Sedangkan dalam kelompok pro-choice memiliki pendapat bahwa perempuan mempunyai kendali penuh atas fertilitas dan juga mempunyai hak untuk memilih akan meneruskan atau menghentikan kehamilan tersebut. Berikut merupakan alasan mengapa aborsi dilarang dalam agama kristen:[26] Aborsi tidak menghargai keadilan TuhanAlkitab menjelaskan bahwa janin yang ada ada di dalam rahim ibu merupakan manusia seutuhnya yang memiliki hubungan langsung kepada Allah. Alkitab juga menegaskan bahwa membunuh orang yang tidak bersalah merupakan perbuatan murka. Alkitab juga memaparkan bahwa Allah adalah Tuhan yang maha adil, dan aborsi merupakan tindakan yang menolak keadilan Allah. Alkitab kembali menegaskan bahwa nyawa sebuah janin sama berharganya seperti nyawa manusia sesungguhnya. Menurut kepercayaan kristen, aborsi bukan sekadar hak seorang ibu. Namun lebih dari itu, yaitu berkaitan dengan hidup dan mati calon manusia yang telah diciptakan oleh Allah. Aborsi merupakan dosa besarAborsi merupakan dosa besar, semua gereja berpendapat demikian. Namun ada beberapa gereja yang juga berpendapat bahwa aborsi boleh dilakukan bila sang perempuan mengandung bayi hasil pemerkosaan, atau bayi yang dikandung mengalami kelainan berupa cacat atau tidak hidup bila dipaksa untuk dilahirkan. Aborsi menjadi tindakan yang tidak menghargai HAMGereja ortodok maupun gereja katolik berpendapat sama bahwa praktik aborsi dilarang dalam agama. Hal itu beralasan karena semua calon bayi yang masih dalam kandungan memiliki hak untuk hidup, sedangkan aborsi merupakan hal yang melanggar HAM. Menurut mereka, tidak ada ampunan bagi setiap orang yang telah melakukan praktik aborsi, dan orang-orang itu harus siap diminta pertanggungjawabannya dihadapan Allah. Aborsi merupakan tindakan kejiAgama kristen mempercayai bahwa membunuh janin adalah sebuah kejahatan dan perbuatan yang begitu keji. Gereja telah mengajarkan pada jemaatnya bahwa kehidupan manusia adalah suci yang memerlukan kuasa dan hubungan langsung kepada Allah. Dan merupakan tindakan yang tercela bila ada yang memutuskan akhir kehidupan suatu makhluk selain Allah. Aborsi menurut agama KatolikTindakan aborsi secara tegas ditolak oleh Gereja Katolik. Hal itu karena manusia yang diciptakan oleh Allah merupakan cerminan dari apa yang menjadi kuasa-Nya. Sebagai cerminan Tuhan, manusia sejak lahir merupakan makhluk yang suci. Di lain sisi, menurut dokumen asli konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, menyatakan bahwa aborsi merupakan tindakan keji yang menakutkan. Pemusnahan janin merupakan hal yang melanggar hukum kekuasaan Tuhan, karena Allah sudah menitipkannya pada manusia untuk memelihara kehidupan. Sementara itu, Casti Connubii, ensiklik yang diedarkan oleh Paus Pius XI menegaskan bahwa pernikahan memiliki tujuan untuk mendapatkan keturunan.[27] Pasangan suami istri yang menolak untuk mendapatkan keturunan merupakan salah satu cara untuk menentang kodratnya.[28] Aborsi menurut agama BuddhaAjaran agama buddha memandang aborsi sebagai sebuah tindakan kejam yang mengakibatkan terbunuhnya calon makhluk hidup yang sudah berada dalam rahim seorang perempuan.[29] Dalam ajaran buddha, terjadinya suatu pembunuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut, antara lain:
Apabila semua faktor itu terdapat dalam suatu tindakan, maka sudah terjadi pelanggaran pada sila pertama yaitu panatipata. Karena sila pertama berhubungan langsung dengan karma, maka berat atau ringannya akibat buruk dari pembunuhan ini akan tergantung kepada kekuatan yang mendorong dan sasaran pembunuhan itu. Aborsi menurut agama HinduDalam teologi hinduisme, praktik aborsi termasuk dalam perbuatan Himsa Karma, yaitu salah satu tindakan dosa yang sama besarnya dengan pembunuhan, menyakiti, dan menyiksa.[30] Oleh karena itu, kitab-kitab suci hindu menyatakan bahwa perbuatan aborsi sama kejinya dengan merenggut nyawa seseorang. Membunuh dalam pengertian telah menghilangkan nyawa roh yang telah melekat pada janin.[31] Aborsi dan pelanggaran hak anakKementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menegaskan bahwa aborsi merupakan satu dari beberapa bentuk pelanggaran hak anak, walaupun undang-undang memberikan pengecualian terhadap kasus-kasus tertentu. Menurutnya, salah satu hak anak adalah untuk hidup, dan praktik aborsi merupakan perwujudan dari langkah untuk memusnahkan hak anak untuk hidup. Maka dari itu, satu-satunya jalan keluar yang dapat dilakukan adalah melakukan pendekatan terhadap remaja yang berpotensi melakukan aborsi. Peningkatan ketahanan keluarga dan ketahanan lingkungan merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah praktik aborsi.[32] Keluarga berperan penting untuk memastikan bahwa pasangan yang akan menikah dapat berkomitmen dalam menjalankan rumah tangga. Selain itu, keluarga juga harus memberikan pembelajaran kepada anaknya mengenai konsekuensi pergaulan bebas yang marak terjadi di kalangan remaja.[33] Untuk mencegah praktik aborsi yang semakin merajalela di tengah masyarakat, ketahanan lingkungan yang mencakup peran seluruh masyarakat, termasuk tokoh-tokoh masyarakat, agama, dan adat harus terus dilakukan. Kategori aborsi yang berbahayaMenurut WHO, terdapat beberapa kategori aborsi yang berbahaya bagi sang ibu, di antaranya:[34]
Kategori aborsi yang amanWHO merekomendasikan beberapa metode yang aman untuk melakukan aborsi, antara lain:[35] Aborsi medisMerupakan cara pengguguran yang dilakukan memakai obat bernama Misoprostol dan Mifepristone, untuk menjadi pemicu keguguran. Cara ini dapat digunakan untuk kehamilan yang mencapai usia 24 minggu. Namun, terdapat dosis yang harus diperhatikan di setiap usia kehamilan.[36] Vakum AspirasiCara ini menggunakan evakuasi isi rahim, baik secara manual dengan aspirator genggam, maupun secara elektrik dengan pompa vakum. Untuk usia janin 14 minggu, tingkat keberhasilan cara ini dapat mencapai hingga 98%, dengan durasi aborsi yang berkisar antara 10 sampai 15 menit.[37] Dilatasi dan EvakuasiPenyedia layanan kesehatan yang terampil dan berpengalaman sangat dibutuhkan dalam proses pengguguran ini. Biasanya cara ini digunakan untuk menggugurkan kandungan yang telah mencapai trimester kedua atau telah melewati usia 14 minggu kehamilan.[38] Alasan melakukan aborsi diluar masalah medisTerdapat beberapa alasan yang biasanya diajukan untuk melakukan aborsi diluar masalah medis, diantaranya:[39]
Cara mencegah aborsiBerikut merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menekan angka aborsi di Indonesia, diantaranya:[40]
Kasus aborsi ilegalPada bulan September 2020 lalu, klinik aborsi ilegal yang ada di Cempaka putih, tepatnya di Jl. Percetakan Negara III, Jakarta Pusat dibongkar oleh pihak berwajib. Sebanyak 10 orang kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Pemilik sekaligus inisiator klinik aborsi tersebut dan dokter yang menangani aborsi ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, dua orang wanita yang masing-masing ada di bagian pendaftaran pasien dan yang melakukan USG kepada pasien juga ditetapkan sebagai tersangka. Selanjutnya, oknum-oknum lain seperti, pembantu dokter ketika melakukan tindak aborsi, penjaga pintu klinik, petugas kebersihan, pelayan pasien, hingga seorang pasien yang kebetulan ada ditempat saat kejadian ditetapkan sebagai tersangka. Pihak kepolisian sendiri telah mengonfirmasi bahwa klinik ini sudah beroperasi sejak awal tahun 2017, dan klinik aborsi ilegal itu diperkirakan sudah mengantungi keuntungan sebesar Rp10.000.000.000 (10 miliar rupiah). Karena tindakannya, seluruh tersangka dijerat Ayat 1 Pasal 348, Pasal 346 KUHP, Pasal 75 jo Pasal 194 UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dengan hukuman kurungan selama 10 tahun.[41] Referensi
Lihat pula |