Roe v. Wade
Roe v. Wade, 410 U.S. 113 (1973),[1] adalah putusan penting (landmark judgment) Mahkamah Agung Amerika Serikat yang menyatakan bahwa Konstitusi Amerika Serikat melindungi kebebasan seorang wanita hamil untuk menjalani aborsi tanpa batasan berlebihan dari pemerintah. Pengadilan ini membatalkan banyak hukum aborsi di tingkat federal dan negara bagian di Amerika Serikat[2][3] dan memicu perdebatan nasional mengenai legalisasi aborsi, siapa yang sebaiknya menentukan legalisasi aborsi, metode apa yang sebaiknya digunakan oleh Mahkamah Agung dalam memutuskan perkara, dan bagaimana agama dan moralitas sebaiknya memengaruhi perumusan undang-undang. Roe v. Wade telah mengubah politik Amerika Serikat dengan munculnya gerakan yang mendukung hak aborsi dengan gerakan yang menentangnya. Putusan ini terkait dengan perkara seorang wanita yang bernama Norma McCorvey (dalam tuntutannya dikenal dengan nama samaran "Jane Roe"). Pada tahun 1969, ia mengandung anak ketiganya. McCorvey ingin melakukan aborsi, tetapi ia tinggal di Texas yang saat itu melarang aborsi kecuali jika diperlukan untuk menyelamatkan jiwa sang ibu. Ia lalu disarankan untuk menghubungi pengacara Sarah Weddington dan Linda Coffee yang kemudian melayangkan tuntutan atas namanya terhadap jaksa penuntut setempat, Henry Wade. Mereka berargumen bahwa hukum aborsi Texas tidak sejalan dengan Undang-Undang Dasar Amerika Serikat. Majelis hakim yang terdiri dari tiga anggota di Pengadilan Distrik Amerika Serikat untuk Distrik Utara Texas mengabulkan tuntutan Roe, tetapi Texas kemudian mengajukan banding secara langsung ke Mahkamah Agung. Pada Januari 1973, Mahkamah Agung Amerika Serikat mengeluarkan putusan dengan 7 hakim mengikuti pendapat mayoritas dan 2 hakim mengikuti pendapat berbeda. Menurut putusan ini, Klausul Proses Hukum yang Semestinya dalam Amendemen Keempatbelas Konstitusi Amerika Serikat memberikan "hak atas privasi" yang melindungi hak wanita hamil untuk memilih apakah mereka menginginkan aborsi atau tidak. Namun, mereka juga menyatakan bahwa hak ini bukan hak mutlak dan harus diseimbangkan dengan kepentingan pemerintah dalam melindungi kesehatan wanita dan kehidupan sebelum kelahiran.[4][5] Mahkamah Agung menyelesaikan isu penyeimbangan ini dengan mengaitkan regulasi aborsi dengan triwulan kehamilan. Pada triwulan pertama, pemerintah tidak boleh melarang aborsi sama sekali; pada triwulan kedua, pemerintah dapat mengeluarkan regulasi kesehatan yang masuk akal; dan pada triwulan ketiga, aborsi dapat dilarang sepenuhnya asalkan hukum memberikan pengecualian untuk ibu yang kesehatan atau nyawanya terancam.[5] Mahkamah Agung menyatakan bahwa hak atas aborsi adalah hak "dasar" yang mengharuskan pengadilan untuk meninjau hukum aborsi dengan standar "pengawasan ketat" (strict scrutiny).[6] Roe menuai kritikan dari sejumlah golongan pakar hukum,[7] dan beberapa pakar menyebutnya sebagai suatu bentuk aktivisme kehakiman.[8] Pada 1992, Mahkamah Agung Amerika Serikat meninjau kembali putusan Roe dalam perkara Planned Parenthood v. Casey.[9] Dalam perkara Casey, Mahkamah Agung menegaskan kembali diktum dalam putusan Roe bahwa hak wanita untuk melakukan aborsi dilindungi oleh undang-undang dasar, tetapi mereka tidak lagi mendukung kerangka hukum triwulan yang ditetapkan dalam Roe, dan sebagai gantinya mereka menetapkan standar berdasarkan viabilitas janin (kemampuan janin untuk bertahan di luar uterus). Mereka juga membatalkan penetapan standar pengawasan ketat terhadap hukum aborsi.[4][10] PembatalanPada Jumat, 24 Juni 2022 Mahkamah Agung Amerika Serikat telah memutuskan bahwa tidak ada hak konstitusional untuk melakukan aborsi di Amerika Serikat. Mahkamah Agung AS membatalkan keputusan penting Roe v. Wade tahun 1973 yang mengakui hak konstitusional perempuan untuk melakukan aborsi. Keputusan ini dikutuk oleh Presiden Joe Biden.[11][12] Catatan kaki
Daftar pustaka
|