Pertempuran Lepanto
Pertempuran Lepanto adalah pertempuran laut yang berlangsung pada tanggal 7 Oktober 1571, manakala armada Liga Suci, koalisi negara-negara Katolik bentukan Paus Pius V, menimpakan kekalahan besar ke atas armada Kekaisaran Usmani di perairan Teluk Patras. Pertempuran meletus ketika angkatan perang Usmani yang sedang berlayar hala ke barat dari pangkalan lautnya di Lepanto (nama yang diberikan orang Venesia kepada kota Nafpaktos, orang Turki menamakannya İnebahtı) berpapasan dengan armada Liga Suci yang sedang berlayar hala ke timur dari Messina, Sisilia.[9] Armada Liga Suci terdiri atas 109 galai dan enam galias dari Republik Venesia, 49 galai dari Kekaisaran Spanyol, 27 galai dari Republik Genova, tujuh galai dari Negara Gereja, lima galai dari Ordo Santo Stefanus dan Kadipaten Agung Toskana, tiga galai dari Kadipaten Savoya, tiga galai dari Ordo Aswasada Malta, dan beberapa kapal swasta.[9] Don Juan de Austria, adik tiri Raja Felipe II, kepala negara Spanyol, diangkat Paus Pius V menjadi panglima segenap armada Liga Suci, sekaligus memimpin divisi tengah bersama-sama laksamana Negara Gereja Marcantonio Colonna dan laksamana Venesia Sebastiano Venier. Divisi-divisi sayap dipimpin oleh laksamana Venesia Agostino Barbarigo dan laksamana Genova Gianandrea Doria. Armada Usmani terdiri atas 222 galai dan 56 galiut yang dipanglimai Muezinzadeh Ali Pasya, Mehmed Syuruk, dan Uluj Ali. Di dalam sejarah perang laut, Pertempuran Lepanto merupakan laga besar terakhir di Eropa yang mempertarungkan kapal-kapal dayung,[10] yaitu galai dan galias, keturunan langsung dari kapal-kapal perang triremis kuno. Pada hakikatnya pertempuran ini adalah "laga infanteri di atas panggung-panggung terapung".[11] Keterlibatan lebih dari 450 kapal perang menjadikannya pertempuran laut terbesar dalam sejarah Eropa sejak Abad Klasik. Berdasawarsa kemudian, pemanfaatan galiung dan penerapan taktik banjar tempur yang kian meningkat akhirnya menggeser pemanfaatan galai sebagai kapal perang dan membuka "zaman kapal layar". Kemenangan Liga Suci menjegal langkah ekspansi Kesultanan Utsmaniyah ke Eropa. Pertempuran Lepanto adalah pertempuran laut berskala besar terakhir di Mediterania yang menggunakan kapal-kapal galai, dan menurut beberapa sejarawan memiliki nilai simbolis maupun historis yang tinggi.[12][13][14] Kemenangan Liga Suci adalah peristiwa mahapenting dalam sejarah Eropa maupun Kekaisaran Usmani, lantaran membuat armada Usmani nyaris tumpas dan menjadi titik balik ekspansi Usmani ke Mediterania, kendati sepak terjang Usmani di Eropa masih berlanjut satu abad lagi.[15] Pertempuran Lepanto sudah lama dibanding-bandingkan dengan Pertempuran Salamis, baik karena kesejajaran taktik tempurnya, maupun karena sama-sama merupakan pertempuran yang menentukan nasib bangsa Eropa dalam perjuangan melawan ekspansi kemaharajaan asing.[16] Pertempuran Lepanto juga sangat penting secara simbolis karena berlangsung selagi Eropa dikoyak perang-perang agama, buntut dari Reformasi Protestan. Paus Pius V menetapkan tanggal kemenangan di Lepanto sebagai tanggal perhelatan Bunda Kemenangan, sementara Raja Felipe II memanfaatkan kemenangan di Lepanto untuk memantapkan posisinya sebagai "Raja Paling Katolik" dan pembela Dunia Kristen dari rongrongan Muslim.[17] Sejarawan Paul K. Davis mengemukakan di dalam tulisannya sebagai berikutː
Latar belakangPaus Pius V menggalang koalisi Kristen dalam rangka menyelamatkan Famagusta, koloni Venesia di pulau Siprus, dari pengepungan Turki pada awal tahun 1571, menyusul jatuhnya Nikosia dan koloni-koloni Venesia lainnya di Siprus ke tangan Turki pada tahun 1570. Pada tanggal 1 Agustus, orang-orang Venesia di Famagusta menyerah sesudah dijanjikan akan dibiarkan meninggalkan Siprus dengan selamat. Meskipun demikian, panglima Usmani, Lala Kara Mustafa Pasya kehilangan 50.000 anak buahnya dalam aksi pengepungan Famagusta dan mengkhianati janji yang sudah diucapkannya. Ia mememjarakan orang-orang Venesia, dan menghukum mati Marco Antonio Bragadin dengan cara dikuliti hidup-hidup.[20][21] Koalisi Kristen tersebut dianggotai Republik Venesia, Kekaisaran Spanyol (sudah termasuk Kerajaan Napoli, negara-negara yang bertuan kepada wangsa Habsburg, Kerajaan Sisilia, dan Kerajaan Sardinia), Negara Gereja, Republik Genova, Kadipaten Savoya, Kadipaten Urbino, Kadipaten Agung Toskana, Ordo Aswasada Pramuhusada, dan lain-lain.[22] Pataka armada yang diberkati Sri Paus tiba di Kerajaan Napoli (yang pada masa itu bertuan kepada Raja Spanyol) pada tanggal 14 Agustus 1571, dan diserahterimakan dalam suatu upacara meriah kepada Don Juan de Austria.[23] Semua anggota aliansi memandang Angkatan Laut Usmani sebagai ancaman besar, baik terhadap keamanan perdagangan di Laut Tengah maupun terhadap keamanan Eropa Daratan itu sendiri. Spanyol menjadi penyandang dana terbesar, kendati orang-orang Spanyol lebih suka menyimpan sebagian besar galainya untuk persiapan perang melawan kesultanan-kesultanan tetangga di Pantai Berber alih-alih mengerahkan kekuatan angkatan lautnya bagi kepentingan Venesia.[24][25] kepemimpinan armada gabungan Kristen dipercayakan kepada Don Juan de Austria, dibantu Marcantonio Colonna selaku deputi utama. Eskadron-eskadron Kristen bergabung dengan eskadron Venesia yang dipanglimai Sebastiano Venier (kemudian hari menjadi Doge Venesia) pada bulan Juli dan Agustus 1571 di Messina, Sisilia.[26] Persiapan dan susunan tempurArmada Kristen terdiri atas 206 galai dan enam galias (galai jenis baru yang berukuran besar dan dilengkapi artileri yang memadai, rekacipta orang Venesia). Don Juan de Austria, adik tiri Raja Spanyol, ditetapkan oleh Paus Pius V menjadi panglima segenap armada dan memimpin divisi tengah, didampingi Marcantonio Colonna asal Roma dan Sebastiano Venier asal Venesia selaku para deputi utama merangkap penasihat; divisi-divisi sayap dipanglimai Agostino Barbarigo asal Venesia dan Gianandrea Doria asal Genova.[28][29] Republik Venesia menurunkan 109 galai dan 6 galias, Kekaisaran Spanyol menurunkan 49 galai (sudah termasuk 26 galai dari Kerajaan Napoli, Kerajaan Sisilia, dan praja-praja lain di Italia yang berkhidmat kepada Spanyol), Republik Genova menurunkan 27 galai, Negara Gereja menurunkan 7 galai, Ordo Santo Stefanus bersama Kadipaten Agung Toskana menurunkan 5 galai, Kadipaten Savoya dan Ordo Aswasada Malta masing-masing menurunkan 3 galai, ditambah beberapa galai dari pihak swasta yang bergabung dengan eskadron Spanyol. Armada aliansi Kristen ini diawaki 40.000 kelasi dan anak dayung. Selain itu, armada ini mengangkut kurang lebih 30.000[30][31] prajurit yang terdiri atas 7.000 prajurit infanteri reguler Spanyol terbaik,[32] (4.000 prajurit angkatan perang Spanyol didatangkan dari Kerajaan Napoli, kebanyakan berasal dari Kalabria),[33] 7.000 prajurit Jerman,[34] 6.000 prajurit Italia yang diupah Spanyol, semuanya prajurit terbaik,[34] ditambah 5.000 prajurit prifesional Venesia.[35] Cukup banyak orang Yunani ikut berjuang bersama Liga Suci, bahkan tiga galai Venesia dinakhodai orang Yunani.[36] Sejarawan George Finlay memperkirakan ada 25.000 lebih orang Yunani yang ikut berjuang di pihak Liga Suci dalam Pertempuran Lepanto (baik sebagai prajurit maupun sebagai kelasi atau anak dayung) dan mengemukakan bahwa jumlah pejuang Yunani "jauh lebih banyak daripada jumlah pejuang dari negara manapun yang terlibat".[37] Rata-rata anak dayung adalah warga masyarakat Yunani setempat, yang sudah terbiasa berkecimpung di dunia pelayaran,[36] kendati ada pula anak-anak dayung asal Venesia.[38] Anak-anak dayung merdeka pada umumnya diakui lebih tinggi derajatnya daripada anak-anak dayung yang berstatus budak atau benduan, tetapi sedikit demi sedikit tenaga anak dayung merdeka digantikan dengan tenaga budak, narapidana, dan tawanan perang yang lebih murah di semua galai armada (termasuk galai-galai Venesia dari tahun 1549) pada abad ke-16, sebagai akibat dari melejitnya ongkos kerja.[39] Rata-rata anak dayung Venesia adalah warga negara merdeka yang mampu mengangkat senjata, sehingga menambah kemampuan tempur kapalnya masing-masing, sementara eskadron-eskadron Liga Suci selebihnya memanfaatkan tenaga narapidana.[38] Laksamana Usmani (kapudan i derya) Muezinzadeh Ali Pasya, dengan dukungan bajak laut Mehmed Syuruk (Mehmed Syuluk) dari Aleksandria dan Uluj Ali, memimpin armada Usmani yang terdiri atas 222 galai tempur, 56 galiut, dan beberapa kapal kecil. Pihak Turki memiliki kelasi-kelasi kawakan lagi piawai, tetapi kekurangan prajurit yenisari, pasukan elit Usmani. Anak-anak dayung berjumlah kira-kira 37.000 orang, hampir semuanya budak,[40] banyak di antaranya adalah orang-orang Kristen tertawan dalam aksi-aksi penaklukan dan pertempuran-pertempuran Usmani sebelumnya.[38] Galai-galai Usmani diawaki 13.000 kelasi kawakan, rata-rata berasal dari bangsa-bangsa bahari yang hidup di bawah pemerintahan Kekaisaran Usmani, terutama bangsa Yunani (menurut Finlay, sekitar 5.000 orang[37]), bangsa Berber, bangsa Syam, dan bangsa Mesir—ditambah 25.000 prajurit Kekaisaran Usmani dan beberapa ribu prajurit dari sekutu-sekutu Usmani di Afrika Utara.[41][31] Meskipun prajurit yang diangkut kedua armada kurang lebih berimbang jumlahnya,[42] pihak Kristen lebih unggul dari segi jumlah bedil dan meriam. Pihak Kristen diperkirakan membawa 1.815 pucuk bedil, sementara pihak Turki hanya memiliki 750 pucuk dengan persediaan amunisi yang cekak.[4] Pihak Kristen mengerahkan pasukan bedil sundut dan pasukan bedil lantak yang canggih, sementara pihak Usmani mengandalkan prajurit-prajurit gandewa paduan yang sangat ditakuti lawan.[43] Armada Kristen bertolak meninggalkan Messina pada tanggal 16 September, mengarungi Laut Adriatik, lantas menyusuri pantai sampai ke gugusan pulau cadas yang terhampar tepat di sebelah utara mulut Teluk Korintus pada tanggal 6 Oktober. Ketika itu timbul konflik serius di antara prajurit Venesia dan prajurit Spanyol, dan Venier membuat Don Juan berang dengan menghukum gantung seorang prajurit Spanyol lantaran berbuat cempala.[44] Tanpa mempedulikan cuaca buruk, kapal-kapal Kristen berlayar hala ke selatan, dan pada tanggal 6 Oktober tiba di bandar Sami, Kefalonia (pada masa itu dikenal pula dengan sebutan Val d'Alessandria), tempat mereka berlabuh untuk sementara waktu. Pada dini hari tanggal 7 Oktober, kapal-kapal Liga Suci bertolak menuju Teluk Patras, tempat mereka berpapasan dengan armada Usmani. Meskipun sama-sama tidak memiliki sumber daya maupun kepentingan stategis yang bersifat langsung di teluk itu, kedua belak pihak memutuskan untuk bertempur. Armada Usmani sudah menerima perintah kilat dari Sultan Selim II untuk bertempur, sementara Don Juan de Austria merasa perlu menyerang demi menjaga integritas ekspedisi tersebut sekalipun dihadapkan dengan perselisihan antarpribadi maupun politik di dalam tubuh Liga Suci.[45] Pada pagi hari tanggal 7 Oktober, sesudah memutuskan untuk bertempur, armada Kristen membentuk empat divisi yang membujur dari dari utara ke selatan sebagai berikut:
Armada Usmani terdiri atas 57 galai dan dua galiut di sayap kiri, dipimpin oleh Mehmed Syuruk, 61 galai dan 32 galiut di tengah, dipimpin oleh Ali Pasya dari atas galai Sultanah, serta kira-kira 63 galai dan 30 galiut di ujung selatan, dipimpin oleh Uluj Ali. Divisi cadangan yang disiagakan di belakang divisi tengah terdiri atas 8 galai, 22 galiut, dan 64 fusta. Konon Ali Pasya berpesan kepada budak-budak galai Kristen di armada Usmani, "jikalau nanti aku yang menang, aku berjanji akan memerdekakan kalian, tapi jikalau nanti pihak kalian yang menang, maka Allah jua yang sudah memerdekakan kalian." Don Juan de Austria mewanti-wanti para awak Liga Suci dengan maklumat singkat, "tak ada firdaus bagi pengecut."[46] PertempuranArmada Turki terlihat oleh juru intai di kapal Real saat fajar menyingsing pada tanggal 7 Oktober. Don Juan lantas menggelar rapat perang dan memutuskan untuk bertempur. Dengan menggunakan sebuah perahu layar yang lincah, kapal demi kapal ia sambangi untuk menyemangati para perwira maupun tamtama supaya berjuang dengan segenap daya dan upaya. Sakramen Ekaristi diterimakan kepada semua orang, budak-budak galai dibuka belenggunya, dan pataka Liga Suci dikerek naik hingga ke ujung tiang kapal panji.[44] Mula-mula arah angin tidak menguntungkan pihak Kristen, dan dikhatirkan kedua armada akan bertembung sebelum pihak Kristen berhasil membentuk banjar tempur. Namun jelang tengah hari, tak lama sebelum kedua armada bertembung, arah angin mendadak berubah menguntungkan pihak Kristen sehingga memungkinkan hampir semua eskadron untuk beringsut ke posisi tempurnya masing-masing. Empat galias yang disiagakan di depan banjar tempur Kristen melepaskan tembakan jarak dekat ke galai-galai terdepan Turki, memorakporandakan byuha lawan pada saat-saat genting pertembungan. Sekitar tengah hari, pertembungan pertama terjadi antara eskadron Agostino Barbarigo dan eskadron Mehmed Syuruk, tidak jauh dari pantai utara Teluk Patras. Agostino Barbarigo sudah berusaha berlayar sedekat mungkin dengan pantai supaya sukar dikepung eskadron Mehmed Syuruk. Meskipun demikian, lantaran sudah mengetahui kedalaman perairan Teluk Patras, Mehmed Syuruk berhasil menyalipkan galai-galainya di antara garis pantai dan banjar tempur Agostino Barbarigo. Kapal-kapal akhirnya saling merapat sehingga membentuk deretan panggung yang nyaris bersambung, tempat berlangsungnya pertarungan jarak dekat yang merenggut nyawa Agostino Barbarigo maupun Mehmed Syuruk. Budak-budak galai Kristen yang dibebaskan dari kapal-kapal Turki diberi senjata dan ikut bertempur sehingga meningkatkan keunggulan pihak Kristen.[48] Divisi tengah Kristen dan divisi tengah Turki bertabrakan sedemikian hebatnya sampai-sampai galai Ali Pasya melesak sampai ke jajar keempat bangku dayung Real. Pertempuran jarak dekat pun berkecamuk di sekitar kedua kapal panji itu, infanteri Tercio Spanyol melawan yeniseri Turki. Ketika Real sudah hampir dikuasai lawan, Colonna datang merapatkan haluan galainya dan melancarkan serangan balik. Dengan bantuan Colonna, pasukan Kristen berhasil mengusir pasukan Turki dari Real, lantas menyerbu kapal panji Turki dan menyapu bersih pasukan lawan. Seluruh awak kapal panji Turki tewas terbunuh, termasuk Ali Pasya. Pataka Liga Suci dikibarkan di kapal itu, mematahkan semangat juang galai-galai Turki di sekitarnya. Sesudah dua jam bertempur, eskadron kiri dan eskadron tengah Turki dapat dikalahkan, kendati pertempuran masih berlanjut dua jam lagi.[49] Konon panji-panji yang dirampas Aswasada Santo Stefanus di Lepanto adalah pataka panglima Turki. Panji-panji ini masih terpajang di gereja markas Ordo Santo Stefanus di Pisa.[50][51] Di sayap kanan pihak Kristen, situasi justru berbeda, karena Doria justru berlayar hala ke selatan, menyimpang dari posisi tempur yang sudah ditentukan. Seusai pertempuran, Doria menjelaskan bahwa ia sengaja menyimpang demi mencegah manuver pengepungan yang hendak dilakukan oleh divisi sayap kiri Turki. Meskipun demikian, para nakhoda eskadronnya merasa geram lantaran menafsirkan isyarat-isyarat panglima mereka sebagai gelagat khianat. Penyimpangan Doria membuka celah lebar di antara divisinya dan divisi tengah Kristen, yang dimaanfaatkan Uluj Ali untuk menghampiri divisi sayap selatan yang dipanglimai Colonna. Eskadron Doria sudah terlalu jauh menyimpang sehingga tidak dapat membantu. Uluj Ali menyerang lima besar galai di sekitar kapal panji Aswasada Malta, mengancam akan menerjang divisi tengah Kristen dan membalikkan keadaan. Ancaman itu sirna berkat kedatangan eskadron cadangan yang dipanglimai Bazán. Uluj Ali dipaksa menyerah, dan akhirnya kabur meninggalkan pertempuran dengan kapal panji Aswasada Malta yang dirampasnya.[52] Laga-laga terpisah berlanjut hingga lewat petang. Sekalipun pihak Turki sudah terpojok, regu-regu yeniseri terus bertempur hingga akhir. Konon kabarnya sesudah kehabisan senjata, para yeniseri mulai melempari lawan dengan jeruk dan limau, sehingga tak ayal mengundang gelak tawa yang terdengar janggal di tengah-tengah kengerian pertempuran.[4] Banyak anak dayung berkebangsaan Yunani di galai-galai Turki mendaga dan merebut kapal tempat mereka bekerja, kemudian menyerahkannya kepada pihak Kristen.[53] Saat pertempuran usai, pihak Kristen sudah berhasil merampas 117 galai dan 20 galiut, serta menenggelamkan atau menghancurkan sekitar 50 kapal lain. Kira-kira sepuluh ribu orang Turki ditawan, dan ribuan budak Kristen terselamatkan. Pihak Kristen kehilangan 7.500 jiwa, sementara pihak Turki kehilangan sekitar 30.000 jiwa.[8] PurnayudaPertempuran Lepanto mendatangkan kekalahan yang signifikan bagi Kekaisaran Usmani yang belum pernah kecundang dalam pertempuran-pertempuran laut berskala besar sejak abad ke-15.[54] Meskipun demikian, Liga Suci gagal memetik manfaat dari kemenangannya, dan sekalipun kekalahan Usmani sudah sering didengung-dengungkan sebagai titik balik sejarah yang mengawali redanya ekspansi teritorial Usmani, bukan berarti sepak terjang Kekaisaran Usmani serta-merta terhenti. Kemenangan pihak Kristen di Lepanto mengukuhkan pembelahan de facto Mediterania. Kawasan timur dikuasai Usmani, sementara kawasan barat dikuasai Spanyol dan sekutu-sekutu Italianya. Pertempuran Lepanto menjegal upaya Usmani untuk merebut daerah-daerah kekuasaan orang Italia, tetapi Liga Suci tidak berhasil merebut kembali daerah-daerah yang sudah direbut Usmani prapertempuran Lepanto.[55] Sejarawan Paul K. Davis mengikhtisarkan arti penting Pertempuran Lepanto di dalam kalimat "kekalahan Turki ini menghentikan ekspansi Usmani ke Mediterania, dan dengan demikian melanggengkan dominansi Eropa, serta menumbuhkan rasa percaya diri orang-orang Eropa lantaran orang-orang Turki, yang dulu mustahil dilawan, ternyata dapat dikalahkan."[56] Pihak Usmani lekas-lekas berusaha memulihkan kekuatan angkatan lautnya.[43] Pada tahun 1572, kira-kira enam bulan sesudah mengalami kekalahan, lebih dari 150 galai, 8 galias, sampai total 250 kapal sudah berhasil dibangun, termasuk delapan kapal terbesar yang pernah terlihat di Mediterania.[57] Dengan armada barunya, Kekaisaran Usmani mampu menegakkan kembali supremasinya di kawasan timur Mediterania.[58] Perdana menteri Sultan Selim II, Wazir Agung Sokolu Mehmed Pasya, bahkan sesumbar kepada utusan Venesia, Marcantonio Barbaro, bahwa kemenangan pihak Kristen di Lepanto tidak menimbulkan cedera yang langgeng bagi Kekaisaran Usmani, sedangkan perebutan Siprus oleh Usmani pada tahun yang sama merupakan pukulan telak bagi pihak Kristen, katanya:
Pada tahun 1572, armada aliansi Kristen kembali beroperasi, kali ini harus berhadapan dengan armada baru Usmani yang terdiri atas 200 kapal di bawah kepemimpinan Kılıç Ali Pasya, tetapi panglima Usmani itu berusaha keras menghindari bentrok dengan armada aliansi Kristen dan mencari aman dengan berlindung di benteng Modon. Kedatangan eskadron Spanyol yang terdiri atas 55 kapal membuat kekuatan kedua belah pihak menjadi imbang dan membuka peluang bagi aliansi Kristen untuk menimpakan kekalahan telak ke atas lawannya, tetapi perselisihan antarpanglima Kristen dan keengganan Don Juan untuk terlibat akhirnya membuyarkan peluang emas itu.[60] Paus Pius V tutup usia pada tanggal 1 Mei 1572. Kepentingan-kepentingan para anggota Liga Suci yang tidak saling sejalan mulai tersingkap, dan aliansi Kristen pun mulai tercerai-berai. Pada tahun 1573, armada Liga Suci gagal berlayar bersama; Don Juan malah menyerbu dan merebut Tunis, itu pun akhirnya direbut kembali oleh Usmani pada tahun 1574. Kekhawatiran akan hilangnya daerah-daerah kekuasaan di Dalmasia maupun akan ancaman invasi Usmani ke Friuli, dan keinginan untuk menghentikan pengurasan sumber daya negara demi perjuangan yang tidak jelas untungnya maupun untuk memulihkan hubungan dagang dengan Kekaisaran Usmani mendorong Venesia untuk mengupayakan perundingan-perundingan unilateral dengan pihak Gapura Luhur.[61] Liga Suci dibubarkan dengan ditandatanganinya perjanjian damai tanggal 7 Maret 1573 yang mengakhiri Perang Siprus. Venesia terpaksa menerima syarat-syarat yang merugikan pihaknya sekalipun menang di Lepanto. Siprus secara resmi diserahkan kepada Kekaisaran Usmani, dan Venesia bersedia membayar ganti rugi sebesar 300.000 dukat. Selain itu, garis sempadan wilayah Venesia di Dalmasia juga bergeser lantaran Turki menduduki beberapa daerah kecil tetapi penting di daratan gigir yang mencakup lahan-lahan pertanian tersubur di sekitar kota-kota, sehingga berdampak buruk terhadap ekonomi kota-kota Venesia di Dalmasia.[62] Kedua belah pihak mempertahankan hubungan damai sampai Perang Kreta meletus pada tahun 1645.[63] Pada tahun 1574, Usmani merebut kembali kota Tunis yang strategis dari Bani Hafsi yang kembali berkuasa dengan dukungan Spanyol sesudah pasukan Don Juan de Austria merebut kota itu dari Usmani setahun sebelumnya. Eratnya persekutuan dengan Prancis yang sudah lama terbina dengan baik memungkinkan angkatan laut Usmani untuk kembali berkiprah di perairan barat Mediterania. Pada tahun 1576, Usmani membantu Abdul Malik merebut Fez, dan dengan demikian menguatkan kembali penaklukan tidak langsung Usmani atas Maroko yang sudah dimulai sejak masa pemerintahan Suleiman Gemilang. Ditegakkannya suzerenitas Usmani atas kawasan itu membuat seluruh pesisir selatan Mediterania dari Selat Gibraltar sampai Yunani tunduk kepada Usmani, kecuali kota niaga Wahran dan kota-kota permukiman strategis seperti Melilla dan Ceuta yang dikuasai Spanyol. Meskipun demikian, selepas tahun 1580, Kekaisaran Usmani tidak lagi mampu mengimbangi kiprah angkatan laut negara-negara Eropa, lebih-lebih sesudah bangsa Eropa merekacipta kapal galiung dan taktik banjar tempur.[64] Warisan sejarahPeringatanLiga Suci menisbatkan kemenangannya kepada Bunda Maria. Mereka percaya bahwa Allah melimpahkan kemenangan kepada mereka berkat syafaat Bunda Maria yang mereka pinta kepadanya melalui doa rosario. Laksamana Gianandrea Doria menyimpan sehelai salinan gambar bertuah Bunda Guadalupe pemberian Raja Felipe II di bangsal-nakhoda kapalnya.[65] Untuk memperingati kemenangan Liga Suci di Lepanto, Paus Pius V menetapkan hari raya baru, yaitu perhelatan Bunda Kemenangan, yang dewasa ini dirayakan oleh Gereja Katolik sebagai perhelatan Bunda Rosario.[66] Di dalam bukunya tentang rosario yang terbit tahun 1584, padri Dominikan Juan Lopez mengemukakan bahwa perhelatan Bunda Rosario dicanangkan "sebagai kenang-kenangan dan ungkapan syukur abadi atas mukjizat yang dilimpahkan Tuhan kepada umat Kristen kepunyaan-Nya ketika melawan armada Turki pada hari itu".[67] Sebuah karya musik digubah khusus untuk memperingati kemenangan di Lepanto, yaitu motet Canticum Moysis (Madah Musa, Keluaran 15ː1–18) Pro victoria navali contra Turcas, anggitan Fernando de las Infantas, komponis Spanyol yang bermukim di Roma.[68] Karya musik lainnya adalah Cantio octo vocum de sacro foedere contra Turcas (Lagu Delapan Suara Ihwal Liga Suci Lawan Turki), anggitan Jacobus de Kerle (pada tahun 1572), yang disifatkan Stephen Pettitt (pada tahun 2006) sebagai musik "keprajuritan penuh semangat berapi-api" untuk merayakan kemenangan itu.[69] Ada pula berbagai perayaan dan pesta pora di Roma dan Venesia, yang dimeriahkan dengan kirab kemenangan dan pawai busana, serta mempertontonkan budak-budak Turki yang dirantai.[70] BabadRiwayat Aneka Peristiwa, yang Terjadi Sedari Awal Perang yang Dilancarkan terhadap Orang Venesia oleh Selim Usmani, Hingga Hari Besar Kemenangan Tempur Melawan Turki, karya tulis Giovanni Pietro Contarini yang terbit pada tahun 1572, hanya beberapa bulan seusai Pertempuran Lepanto, merupakan catatan komprehensif pertama mengenai perang tersebut, dan satu-satunya karya tulis yang berusaha menyajikan gambaran umum secara singkat dan padat tetapi lengkap mengenai perang tersebut maupun kemenangan Liga Suci. Riwayat Giovanni Pietro Contarini tidak sekadar menyajikan sanjungan yang meluap-luap maupun laporan kejadian nyata belaka, melainkan juga menyelami makna dan arti penting dari kejadian-kejadian yang diriwayatkannya. Karya tulis ini juga merupakan satu-satunya catatan sejarah lengkap dari seorang pengulas yang menyaksikan sendiri kejadiannya, mencampurkan narasinya yang lugas dengan renungan-renungan yang tajam dan konsisten tentang filsafat politik konflik dalam konteks konfrontasi Usmani–Katolik di Mediterania pada Awal Abad Kiwari.[71] LukisanAda banyak representasi citrawi Pertempuran Lepanto. Cetakan-cetakan susunan tempurnya muncul di Venesia dan Roma pada tahun 1571.[72] Banyak lukisan Pertempuran Lepanto yang dibuat atas pesanan orang, antara lain lukisan Andrea Vicentino pada dinding Sala dello Scrutinio Istana Doge di Venesia, pengganti lukisan Kemenangan Lepanto karya Tintoretto yang rusak dilalap api pada tahun 1577. Tiziano menjadikan adegan Pertempuran Lepanto sebagai latar pada likisan alegoris yang menampilkan Raja Filipe II bersama putranya yang masih bayi, Don Fernando, yang lahir pada tanggal 4 Desember 1571, tidak lama sesudah Liga Suci meraih kemenangan di Lepanto. Sesosok malaikat terlihat turun dari langit membawa sepelepah daun palem bersama sesanti "Maiora tibi" (kelak kaubuat yang lebih hebat lagi) untuk Don Fernando yang sedang dibopong ayahnya. Don Fernando wafat saat masih kanak-kanak pada tahun 1578.[73] Alegori Pertempuran Lepanto (dari sekitar tahun 1572, cat minyak pada kanvas berukuran 169 x 137 cm, Gallerie dell'Accademia, Venesia) adalah salah satu lukisan karya Paolo Veronese. Bagian bawah lukisan menampilkan adegan pertempuran, sementara bagian atasnya menampilkan seorang wanita sosok penginsanan Venesia yang sedang menghadap Bunda Maria, didamping Santo Yakobus Sepuh (santo pelindung Spanyol), Santo Petrus (santo pelindung Negara Gereja), Santa Yustina (santa pelindung Padua), dan Santo Markus (santo pelindung Venesia), disaksikan serombongan malaikat. Sebuah lukisan karya Wenceslas Cobergher, yang diperkirakan berasal dari akhir abad ke-16 dan kini terpajang di Gereja San Domenico Maggiore, menampilkan adegan pawai yang ditafsirkan sebagai kirab kemenangan yang digelar di Roma sekembalinya Laksamana Colonna. Di undakan Basilika Santo Petrus, Paus Pius V terlihat berdiri di hadapan seseorang yang sedang berlutut, yand diidentifikasi sebagai Marcantonio Colonna, tampaknya hendak mengembalikan pataka Liga Suci kepada Sri Paus. Di awang-awang tampak Bunda Maria bersama Kanak-Kanan Yesus dan pelepah-pelepah palem kemenangan.[74] Antara tahun 1625 sampai 1630, Tommaso Dolabella mengerjakan lukisan pertempuran Lepanto pesanan Stanisław Lubomirski, pemimpin pasukan sayap kanan Polandia dalam Pertempuran Khotin tahun 1621. Lukisan monumental ini (berukuran 3,05 × 6,35 m) menampilkan kirab kemenangan Polandia pascapertempuran Khotin berlatar belakang adegan Pertempuran Lepanto. Kemudian hari lukisan ini menjadi milik Ordo Dominikan di Poznań, dan sejak tahun 1927 terpajang di Puri Wawel, Kraków.[75] Lukisan Pertempuran Lepanto karya Juan Luna, dari tahun 1887, terpajang di gedung senat Spanyol, Madrid.
PatungPatung Don Juan de Austria di Messina didirikan berdasarkan keputusan Senat Kota Messina pada tahun 1571, untuk memperingati kepulangan Don Juan ke Messina seusai Pertempuran Lepanto. Patung ini dikerjakan oleh Andrea Calamech dan diresmikan pada tahun 1572. Puisi dan fiksiAda pula tanggapan puitis langsung terhadap kemenangan Liga Suci di Lepanto. Di Italia saja tercipta 233 judul soneta, madrigal, dan puisi yang dicetak antara tahun 1571 sampai 1573, beberapa di antaranya memuat larik-larik yang ditulis dalam dialek daerah atau bahasa Latin.[76] Terciptanya karya-karya sastra puitis terkait Pertempuran Lepanto juga terjadi di Spanyol, dengan dianggitnya puisi-puisi dalam dialek Katala dan Mayorka, maupun wiracarita terperinci oleh Juan Latino (Austriados libri duo tahun 1573), Jerónimo Corte-Real (Austriada ou Felicissima Victoria tahun 1578), dan Juan Rufo (La Austriada tahun 1586). Meskipun karya-karya sastra yang lebih panjang ini, menyitir kata-kata para kritikus kemudian hari, "tidak dengan semena-mena diterpurukkan ke dalam kelupaan yang berhasil dielakkan oleh segelintir wiracarita", ada pula sebuah balada Spanyol yang melanggengkan popularitasnya, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Thomas Rodd pada tahun 1818.[77] Puisi Inggris terkait Pertempuran Lepanto yang paling terkenal adalah The Lepanto karya Raja Skotlandia James VI. Ribuan larik puisi empat belas suku kata selarik yang dianggit sekitar tahun 1585 akhirnya dihimpun di dalam buku His Maiesties Poeticall Exercises at Vacant Houres (terbit tahun 1591),[78] dan kemudian diterbitkan secara terpisah-pisah pada tahun 1603 sesudah James resmi merangkap jabatan Raja Inggris. Puisi ini sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa lain, antara lain terjemahannya ke dalam bahasa Belanda oleh Abraham van der Myl yang dijuduli Den Slach van Lepanten (terbit tahun 1593).[79] Versi Prancisnya yang dikerjakan oleh Du Bartas dengan judul La Lepanthe, diterbitkan bersama edisi James tahun 1591. Versi Latinnya, Naupactiados Metaphrasis, yang dikerjakan oleh Thomas Murray (tahun 1564–1623), terbit setahun sesudah edisi James tahun 1603.[80] Lantaran adanya hubungan kekerabatan dengan Raja Spanyol, Pertempuran Lepanto ditampilkan di dalam pawai-pawai busana kelautan yang digelar wangsa Stuart sebagai representasi pertempuran-pertempuran laut antara pihak Kristen dan pihak Turki.[81] Pada tahun 1632, riwayat Pertempuran Lepanto dikisahkan kembali dengan bait-bait syair dua serangkai anggitan Abraham Holland yang dijuduli Naumachia.[82] Beratus tahun kemudian, G. K. Chesterton mengulik kembali konflik itu di dalam puisi naratifnya yang begitu hidup, Lepanto. Puisi ini pertama kali terbit pada tahun 1911, dan sudah berulang kali diterbitkan kembali. Lepanto menyajikan serangkaian visi puitis tokoh-tokoh utama Pertempuran Lepanto, khususnya panglima angkatan perang Kristen, Don Juan de Austria, kemudian diakhiri dengan bait-bait yang mengait-ngaitkan Miguel de Cervantes, yang juga ikut berjuang di Lepanto, dengan sosok "aswasada ceking lagi pandir" yang kemudian hari diabadikannya di dalam The Return of Don Quixote (terbit tahun 1927). Pada permulaan abad ke-20, Emilio Salgari mendedikasikan novel sejarahnya yang berjudul Il Leone di Damasco ("Singa Damsyik", terbit tahun 1910) kepada Pertempuran Lepanto, yang akhirnya diadaptasi ke dalam film oleh Corrado D'Errico pada tahun 1942.[83] Pada tahun 1942, sastrawan Inggris Elizabeth Goudge menciptakan seorang tokoh yang mengingatkan orang kepada peran kepemimpinan Don Juan de Austria dan kehadiran Miguel de Cervantes di palagan Lepanto, dalam novel masa perangnya yang berjudul The Castle on the Hill (terbit tahun 1942). Sebagaimana para prajurit menyitir puisi Lepanto karangan G. K. Chesterton untuk menggambarkan situasi Perang Dunia I,[84] Elizabeth Goudge mengangkat kembali insiden lawas itu untuk mengiaskan perlawanan Inggris terhadap Jerman Nazi semasa Perang Dunia II.[85] Baca jugaWikimedia Commons memiliki media mengenai Pertempuran Lepanto.
Rujukan
Kepustakaan
Pranala luar
|