Pertempuran Luzon
Pertempuran Luzon adalah perang darat yang berlangsung antara tanggal 9 Januari hingga 15 Agustus 1945. Perang ini menjadi salah satu bagian dari drama Perang Pasifik selama Perang Dunia II. Dalam perang ini angkatan perang Kekaisaran Jepang berhadapan dengan pasukan sekutu Amerika Serikat yang didukung oleh pasukan Filipina. Perang berakhir dengan kemenangan dipihak sekutu dan Filipina, sementara Jepang memulai kekalahan mereka sejak kehilangan kendali atas ekonomi dan posisi strategis mereka di Luzon sejak bulan Maret 1945, selanjutnya sisa kekuatan Jepang terus melanjutkan pertempuran melalui kantong-kantong perlawanan mereka di daerah pegunungan hingga V-J Day.[5] Ketika perang berakhir tercatat tidak kurang dari 192.000 hingga 205.000 tentara Jepang tewas dalam pertempuran. Pihak sekutu (AS) menderita kehilangan 10.000 tentara dan di pihak Filipina jatuh korban jiwa tentara dan penduduk sipil antara 120.000 hingga 140.000 orang. Banyaknya jumlah korban tentara AS menjadikan pertempuran Luzon sebagai salah satu perang dengan yang paling banyak mengorbankan tentara AS selama Perang Dunia II. Latar BelakangPerang Dunia ke II membuat Filipina menjadi wilayah perang yang sangat strategis bagi sekutu maupun Kekaisaran Jepang. Mengantisipasi kemungkinan invasi Jepang sejak bulan Oktober tahun 1941 AS telah menempatkan 135.000 tentara dan 227 pesawat di Filipina. Namun angkatan perang kekaisaran Jepang berhasil merebut Luzon (pulau terbesar di Filipina) pada tahun 1942 dalam rangka kampanye militer mereka untuk menginvasi Filipina. Teater perang pasifik di Filipina dimulai ketika Angkatan Udara Jepang menyerang pangkalan militer milik Amerika Serikat. Pesawat-pesawat milik Jepang menyerang pangkalan Udara Clark dan menghancurkan kekuatan udara Amerika di pangkalan itu. Tanpa dukungan udara pasukan AS dibawah komando Jenderal Douglas MacArthur yang bertanggung jawab mempertahankan Filipina segera memerintahkan tentara Australia dan AS yang tersisa mundur ke Semenanjung Bataan.[6] Beberapa bulan kemudian MacArthur menyatakan keyakinannya bahwa upaya untuk merebut kembali Filipina diperlukan. Laksamana AS untuk wilayah Pasifik Laksamana Chester William Nimitz dan Kepala Staf Angkatan Laut Amerika Serikat Laksamana Dua Ernest King kedua menentang ide ini, dengan alasan bahwa hal itu harus menunggu sampai kemenangan atas Jepang bisa dipastikan akan terjadi. MacArthur terpaksa menunggu dua tahun untuk malaksanakan keinginannya tersebut, hingga tahun 1944 ketika kampanye untuk merebut kembali Filipina diluncurkan. Pulau Leyte yang menjadi sasaran pertama kampanye berhasil direbut akhir Desember 1944. Kemenangan AS dilanjutkan dengan serangan terhadap Mindoro dan berikutnya Luzon.[7] Pembukaan PerangSebelum pasukan AS menggelar serangan terhadap Luzon pertama sekali mereka mendirikan basis operasi dekat pulau tersebut. Pangkalan udara dibangun guna memberikan dukungan udara bagi pergerakan pasukan darat dan laut. Dengan dukungan dari Armada ke 7, pasukan dibawah pimpinan Brigadir Jenderal William C. Dunckel berhasil merebut pulau Mindoro. Pada 28 Desember dua buah pangkalan udara yang dikendalikan oleh AS telah disiapkan untuk membantu serangan di Luzon, yang dijadwalkan akan digelar pada tanggal 9 Januari 1945. Dengan direbutnya Mindoro, pasukan AS ditempatkan di wilayah selatan Luzon.[8] Melaksanakan tujuannya, para jenderal AS berusaha menempatkan pasukannya dekat beberapa jalan dan kereta api di Luzon menjadikan Manila yang terletak di tengah pulau sebagai sasaran utama.[5] Operasi silumanPesawat AS terus-menerus membuat pengintaian dan pengeboman udara terhadap Luzon selatan, serangan udara secara intensif dilakukan guna mengalihkan perhatian pasukan Jepang agar mengira bahwa serangan terhadap Luzon akan datang dari selatan. Untuk lebih mengesankan serangan siluman terhadap Jepang pesawat pengangkut AS menerjunkan paradummy di selatan. Sementara itu kapal penyapu ranjau mulai digunakan untuk membersihkan teluk Balayan, Batangas, dan Tayabas, yang terletak di selatan Luzon. Mendukung aksi tipuan itu para pejuang Filipina dikerahkan untuk melakukan operasi sabotase di Luzon selatan. Namun operasi siluman ini gagal mengecoh Jenderal Yamashita, pemimpin Tentara Kekaisaran Jepang di Filipina. Meskipun serangan intensif terus berlangsung di selatan, Yamashita tetap membangun posisi defensif yang signifikan di bukit-bukit dan pegunungan sekitar Teluk Lingayen di Luzon Utara. PertempuranPada tanggal 9 Januari 1945 serangan dengan nama S-day dilancarkan terhadap Luzon sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya. Pasukan Jepang melaporkan lebih dari 70 kapal perang Sekutu memasuki Teluk Lingayen. Serangan sekutu dibuka dengan pengeboman terhadap posisi Jepang pantai Jepang dari kapal perang yang dimulai sejak pukul 7 pagi. Satu jam kemudian pasukan darat sekutu mulai mendarat di pulau. Jepang mencoba meenghentikan pendaratan pasukan dengan mengerahkan pesawat kamikaze. Kapal Ommaney Bay yang bertugas mendampingi kapal pengangkut pasukan berhasil dihancurkan oleh serangan kamikaze, selain itu aksi kamikaze Jepang juga berhasil menenggelamkan beberapa kapal perusak dan beberapa kapal perang lainnya.[6] Para pilot pesawat-pesawat AS memberi dukungan bagi pasukan darat melalui serangan udara dengan menjatuhkan bom dan memberondong posisi pasukan Jepang.[9] Pendaratan di Teluk Lingayen pada 9 Januari ini dilakukan oleh Angkatan Darat ke di bawah komando Jenderal Walter Krueger. Dalam beberapa hari AS sedikitnya berhasil mendaratkan 175.000 tentara di sepanjang 20 mil (32 km). Sementara korps I memberikan perlindungan bagi posisi pasukan yang melakukan pendaratan. Jenderal Oscar Griswold dan pasukannya dari Korps XIV kemudian maju ke selatan menuju Manila. Meskipun ada kekhawatiran bahwa Krueger dan pasukannya yang berada di sayap timur tidak terlindungi dan sangat rentan jika pasukan Jepang menyerang. Namun tidak ada serangan dari Jepang yang terjadi. Pasukan berhasil mencapai pangkalan udara Clark pada 23 Januari tanpa mendapatkan perlawanan yang berarti dari Jepang. Pertempuran terus berlangsung hingga akhir Januari. Setelah merebut pangkalan udara Clark Korp XIV kini bergerak menuju Manila.[5] Sebuah pendaratan amfibi kedua digelar pada tanggal 15 Januari, 45 mil (72 km) barat daya dari Manila. Pada tanggal 31 Januari, dua resimen dari Divisi Airborne ke-11 memlakukan serangan udara. Dengan serangan ini AS berhasil merebut sebuah jembatan, dan kemudian terus bergerak maju ke arah Manila. Pada tanggal 3 Februari, Divisi Kavaleri 1 merebut jembatan Sungai Tullahan yang semakin membuka gerakan pasukan AS menuju ke kota Manila. Selanjutnya pada malam itu pertempuran merebut Manila dimulai. Pada tanggal 4 Februari pasukan lintas udara dari divisi Airborne ke-11 diterjunkan dan segera bergerak mendekati kota dari arah selatan. Kedatangan pasukan ini terhalang oleh pertahanan utama pasukan Jepang di selatan kota Manila yang memberikan perlawanan cukup berat. Sebelumnya Jenderal Yamashita telah memerintahkan pasukannya agar menghancurkan seluruh jembatan dan instalasi vital lainnya segera setelah pasukan AS memasuki kota. Pasukan Jepang bercokol di seluruh kota dan terus menahan pergerakan pasukan AS. Namun Jenderal MacArthur berhasil merebut kembali semua wilayah pinggiran Manila pada hari yang sama. Pada tanggal 11 Februari Divisi Airborne ke-11 merebut pertahanan luar terakhir Jepang, sehingga pasukan AS kini berhasil mengepung seluruh kota. Minggu-minggu berikutnya Pasukan AS dan Filipina melakukan operasi pembersihan di dalam kota. Dalam aksi perebutan kota Manila itu korban yang jatuh berjumlah 1.010 dari pihak Amerika, 3.079 warga dan pejuang Filipina serta 12.000 tentara Jepang. Akhir pertempuranPertempuran terus berlanjut di seluruh pulau Luzon pada minggu-minggu berikutnya, pasukan darat AS semakin ramai melakukan pendaratan. Dengan dukungan para pejuang Filipina tentara Amerika terus menerus menyerang posisi Jepang dan berhasil mengamankan beberapa lokasi.[10] Sekutu sukses menguasai semua posisi strategis dan ekonomis penting di Luzon pada awal Maret. Kelompok-kelompok kecil pasukan Jepang yang tersisa mundur ke daerah pegunungan di utara dan tenggara pulau, di mana mereka terkepung selama berbulan-bulan. Tentara Jepang melakukan perlawanan di pegunungan hingga penyerahan tanpa syarat Jepang. Tetapi banyak tentara Jepang yang terpencar dan terus bertahan selama bertahun-tahun sesudah perang berakhir.[5] Tentara Kekaisaran Jepang di Luzon pada akhir perang tercatat mengalami kerugian paling besar, mereka kehilangan 205.535 akibat kematian, sementara 9.050 orang menjadi tawanan perang. Amerika Serikat menderita kerugian yang jauh lebih rendah jumlahnya, sebanyak 10.640 orang tewas dan 36.550 lainnya terluka. Namun korban sipil diperkirakan 120.000 hingga 140.000 orang dilaporkan tewas. Referensi
Bacaan Lanjutan
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Battle of Luzon.
|