Pertempuran Osan
Pertempuran Osan (bahasa Inggris: Battle of Osan; bahasa Korea: 오산 전투), adalah pertempuran pertama yang terjadi antara pasukan Amerika Serikat dan Korea Utara selama Perang Korea, pada tanggal 5 Juli 1950. Satuan Tugas Smith, sebuah gugus tugas AS yang terdiri dari 400 infanteri dan didukung oleh pasukan artileri, dipindahkan ke Osan di sebelah selatan ibu kota Korea Selatan, Seoul, dan diperintahkan untuk bertempur sebagai barisan belakang dalam rangka menunda gerak maju pasukan Korea Utara, sementara menunggu pasukan tambahan AS tiba di negara tersebut untuk membentuk garis pertahanan yang lebih kuat ke selatan. Satgas ini tidak memiliki senjata antitank dan senjata antitank infanteri yang efektif, yang telah dilengkapi dengan peluncur roket 2,36 inci dan beberapa senapan non elastis berukuran 57 mm. Di samping peluru HEAT berjumlah minim untuk Howitzer 105-mm, senjata ini mampu mengalahkan tank T-34 buatan Uni Soviet, tetapi masih belum dapat disalurkan ke pasukan Angkatan Darat AS di Korea. Sekelompok tank Korea Utara yang dilengkapi tank-tank T-34/85 eks-Uni Soviet menyerbu satgas pada pertemuan pertama dan melanjutkan gerak maju mereka ke selatan. Setelah sekelompok tank Korea Utara menembus jalur AS, Satuan Tugas Smith melepaskan tembakan terhadap sekitar 5.000 infanteri Korea Utara yang mendekati posisi mereka, dan untuk sementara menahan gerak maju Korea Utara. Pasukan Korea Utara akhirnya berhasil mengepung dan menguasai posisi Amerika Serikat, membuat sisa-sisa satgas melarikan diri dalam kekacauan. Latar belakangPecahnya perangPada malam hari tanggal 25 Juni 1950, sepuluh divisi Tentara Rakyat Korea Utara meluncurkan invasi skala penuh ke negara tetangga di selatan, Republik Korea. Pasukan sebesar 89.000 prajurit tersebut bergerak dalam enam kelompok, menyerang Angkatan Bersenjata Republik Korea secara mengejutkan, yang mengakibatkan kekalahan mereka. Tentara Korea Selatan yang lebih kecil menderita karena kurangnya organisasi dan peralatan, dan tidak siap berperang.[2] Pasukan Korea Utara yang unggul secara kuantitas menghancurkan perlawanan terisolasi dari 38.000 tentara Korea Selatan di garis depan sebelum mulai bergerak dengan mantap ke arah selatan.[3] Sebagian besar pasukan Korea Selatan mundur dalam menghadapi invasi tersebut. Korea Utara telah merebut ibu kota Korea Selatan di Seoul pada tanggal 28 Juni, memaksa pemerintah dan tentara yang hancur untuk mundur ke selatan.[4] Untuk mencegah keruntuhan Korea Selatan, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa memilih untuk mengirim pasukan militer. Armada Ketujuh Amerika Serikat mengirim Satuan Tugas 77, yang dipimpin oleh armada kapal induk USS Valley Forge; Armada Timur Jauh Britania Raya mengirim beberapa kapal, termasuk HMS Triumph, untuk memberikan dukungan udara dan laut.[5] Meskipun angkatan laut memblokade Korea Utara dan meluncurkan pesawat untuk menunda pasukan Korea Utara, upaya ini sendiri tidak menghentikan serangan besar-besaran Angkatan Darat Korea Utara dalam gerak maju mereka ke selatan.[6] Presiden AS Harry S. Truman memerintahkan untuk menurunkan pasukan darat ke Korea Selatan untuk melengkapi dukungan udara.[7] Kekuatan pasukan AS di Timur Jauh, terus-menerus berkurang sejak akhir Perang Dunia II lima tahun sebelumnya dan pasukan terdekatnya adalah Divisi Infanteri ke-24 dari Angkatan Darat Amerika Serikat Kedelapan, yang berkantor pusat di Jepang. Adanya potongan dalam pengeluaran militer AS mengakibatkan divisi tersebut kurang mendapat dukungan dan menggunakan peralatan usang.[7] Komandan divisi, Mayor Jenderal William F. Dean menetapkan bahwa Resimen Infanteri ke-21 adalah satuan yang paling siap tempur dari tiga resimen di bawah Divisi Infanteri ke-24. Dean memutuskan untuk mengirim Batalyon ke-1 dari Resimen Infanteri ke-21 dari pasukan tersebut karena komandannya, Letnan Kolonel Charles Bradford Smith, adalah sosok terkemuka yang paling berpengalaman, memiliki pengalaman dalam Pertempuran Guadalcanal selama Perang Dunia II. Pesawat transportasi C-54 Skymaster mengangkut satu batalyon dari markas divisi di bawah komando Smith ke Korea. Batalyon tersebut segera dikerahkan untuk menghalangi pasukan Korea Utara yang sedang maju, sementara bagian lain dari divisi tersebut akan diangkut ke Korea Selatan melalui laut.[8] Satuan Tugas Smith
Satuan pertama dari Divisi Infanteri ke-24 meninggalkan Pangkalan Udara Itazuke di Jepang pada tanggal 30 Juni.[10] Satgas Smith, yang dinamakan sesuai nama komandannya, terdiri dari 406 orang dari Batalyon ke-1, Resimen Infanteri ke-21, serta 134 orang dari Pasukan A, Batalyon Artileri Medan ke-52 di bawah komando Letnan Kolonel Miller O. Perry.[11][12] Pasukan tersebut sama-sama tidak dilengkapi dengan baik dan tidak memiliki kekuatan: Batalyon ke-1 dari Resimen Infanteri ke-21 hanya memiliki dua kompi infanteri (Kompi B dan C), yang bertentangan dengan peraturan tiga kompi untuk sebuah batalyon Angkatan Darat AS. Batalyon itu memiliki setengah dari jumlah pasukan yang dibutuhkan di markas kompinya, setengah dari satu peleton komunikasi, dan setengah dari peleton senjata berat, yang dipersenjatai dengan enam peluncur roket M9A1 Bazooka yang kuno, dua senapan non elastis 75mm, dua mortir berukuran 4,2 inci, dan empat mortir berukuran 60mm. Sebagian besar peralatan ini diambil dari sisa bagian Resimen ke-21 yang lain.[13] Pasukan A, yang membentuk seluruh dukungan artileri untuk satuan tugas ini, dipersenjatai dengan enam howitzer berukuran 105mm.[7] Howitzer ini dilengkapi dengan 1.200 amunisi berdaya ledak tinggi (HE), meskipun tidak mampu menembus tank lapis baja. Hanya enam peluru antitank berdaya ledak tinggi (HEAT) yang digunakan untuk pasukan artileri, dan semuanya dialokasikan ke enam howitzer yang berada di depan posisi pasukan artileri utama.[11] Pasukan A juga memiliki empat senapan mesin berat M2 Browning dengan kaliber .50. Sebagian besar prajurit dari satgas ini adalah remaja tanpa pengalaman tempur dan baru delapan minggu[14] menjalani pelatihan dasar.[15] Hanya sepertiga perwira di satgas ini yang memiliki pengalaman tempur dari Perang Dunia II,[9] dan hanya satu dari enam prajurit tamtama yang memiliki pengalaman tempur.[16] Banyak dari mereka yang tetap mengajukan diri untuk bergabung dengan satgas.[13] Masing-masing prajurit hanya dilengkapi dengan 120 butir amunisi dan C-ration yang cukup untuk dua hari.[16]
Pada tanggal 1 Juli,[17] Satuan Tugas Smith sudah tiba seluruhnya di Korea Selatan dan mendirikan kantor pusat sementara di Taejon.[12][18] Satgas segera mulai bergerak ke utara dengan kereta api dan truk untuk melawan tentara Korea Utara.[19] Satgas Smith adalah yang pertama dari beberapa satuan kecil AS yang dikirim ke Korea dengan misi untuk memberikan "kejutan" awal terhadap gerak maju Korea Utara,[20] menunda pasukan Korea Utara yang jauh lebih besar dengan tujuan untuk mengulur waktu guna mengizinkan lebih banyak satuan AS diturunkan ke Korea. Misi Satgas Smith adalah bergerak sejauh mungkin ke utara dan mulai bertempur melawan Korea Utara untuk membendung gerak maju mereka, sehingga sisa pasukan dari Divisi Infanteri ke-24 lainnya dapat dipindahkan ke Korea Selatan untuk membantu mereka.[12][21] Komandan Divisi Infanteri ke-24, William F. Dean, secara pribadi memerintahkan Smith untuk menghentikan pasukan Korea Utara di sepanjang jalan raya dari Suwon dan "sejauh mungkin dari Pusan".[9][22] Tiga hari kemudian, pada tanggal 4 Juli, mereka menggali lubang pertahanan di dua bukit yang mengelilingi jalan utara desa Osan, sekitar 6 mil (9,7 km) arah selatan Suwon dan sekitar 25 mil (40 km) selatan Seoul.[9][23] Bukit ini memiliki ketinggian hingga 300 ft (91 m) di atas jalan, memberikan jarak pandang hampir ke seluruh wilayah Suwon. Batalyon itu membentuk garis panjang 1 mi (1,6 km) di atas punggung bukit ini.[16] Di sana mereka menunggu untuk bertemu dengan pasukan Korea Utara yang terus bergerak maju.[7] Pasukan tersebut ditempatkan di sepanjang jalan dengan formasi infanteri di dua bukit, lima dari howitzer ditempatkan 1 mi (1,6 km) di belakang infanteri, sedangkan howitzer keenam yang dilengkapi enam peluru HEAT ditempatkan di tengah-tengah infanteri dan lima howitzer artileri lapangan lainnya.[24] Hujan deras membuat dukungan udara menjadi tidak mungkin sehingga Smith dan Perry terlebih dahulu mulai menentukan target dari senjata artileri tersebut, dengan harapan hasilnya akan menjadi efektif.[13] PertempuranKelompok tankSekitar pukul 07.30 pada tanggal 5 Juli,[1] Satuan Tugas Smith melihat delapan tank T-34/85 dari Resimen Tank ke-107 dan Divisi Lapis Baja ke-105 Korea Utara yang mengarah ke selatan menuju mereka.[25] Pasukan Korea Utara, yang melaju ke selatan dari Seoul, sedang mengejar pasukan Korea Selatan yang mundur.[26] Pada pukul 08.16, pasukan artileri melepaskan tembakan pertama kepada tank-tank Korea Utara yang sedang maju.[7] Tank-tank tersebut, yang berjarak sekitar 2 km (1,2 mi) dari pasukan infanteri, terkena tembakan howitzer 105mm, namun tidak menimbulkan kerusakan yang berarti.[1] Ketika tank mendekati jarak hingga 700 m (2.300 ft), pasukan AS menembak mereka dengan senapan non elastis 75mm, mengenai dengan telak pada sebuah tank utama namun tidak merusaknya.[11] Tank-tank Korea Utara membalas tembakan, namun mereka tidak dapat menemukan posisi dan lokasi senjata pasukan Amerika, dan tembakan mereka tidak efektif.[1][11] Begitu tank-tank tersebut mencapai garis infanteri Amerika, Letnan Dua Ollie Connor melepaskan roket 22 berukuran 2.36 inci pada jarak 15 yd (14 m) dari tabung peluncur M9A1-nya. Beberapa roket ini gagal menyala. Sisanya berhasil dan beberapa di antaranya menghantam pelat belakang lapis baja dari beberapa tank T-34, sebuah posisi dimana lapisan baja dari tank tersebut merupakan yang tertipis.[b] Hulu ledak gagal menembus armada lapis baja, dan tank Korea Utara melanjutkan perjalanan mereka, mengabaikan penghalang jalan dan terus menyusuri jalan. Operator tank menganggap penghalang jalan diawaki oleh pasukan Korea Selatan, dan mengabaikannya karena hal itu tidak menimbulkan ancaman serius bagi mereka.[27] Ketika tank-tank tersebut melewati puncak jalan, howitzer yang maju ke depan, yang dikontrol oleh Kopral Herman V. Critchfield, Kepala Seksi dan 5 orang prajurit pasukan artileri, melepaskan tembakan HEAT dan merusak dua tank pertama serta membuat salah satu tank tersebut terbakar.[1] Salah satu awak tank yang terbakar muncul dengan menembakkan senjata PPSh-41, menewaskan seorang awak senapan mesin Amerika sebelum dirinya sendiri tewas ditembak; prajurit Amerika tersebut menjadi korban pertama pertempuran darat dalam Perang Korea. Ia kemudian diidentifikasi —meskipun keliru— sebagai Kenneth R. Shadrick.[28] Howitzer, yang kehabisan peluru HEAT, mulai menembakkan peluru berdaya ledak tinggi sebelum dihancurkan oleh tank T-34 yang ketiga. Tank-tank tersebut kemudian maju, terus mengabaikan tembakan howitzer dan bazoka Amerika. Pasukan AS berhasil menonaktifkan sebuah tank T-34 Korea Utara saat peluru berukuran 105mm yang ditembakkan mereka mengenai dan merusak roda rantainya.[29] Roda rantai dari tank T-34 memutus kabel sinyal komunikasi antara pasukan infanteri dan artileri, yang selanjutnya menambah kebingungan. Perry terluka di kaki akibat tembakan senjata kecil oleh seorang prajurit Korea Utara saat ia berusaha membuat para awak tank yang rusak untuk menyerah. Kekuatan artilerinya terus menembaki tank-tank Korea Utara tanpa dampak berarti.[28] Kelompok kedua yang terdiri dari 25 tank T-34 mendekati satgas dalam waktu satu jam. Kelompok kedua ini maju dengan formasi tunggal atau dua, dan bertiga, dengan posisi yang berdekatan dan tidak memiliki organisasi yang jelas. Peluru howitzer mengenai tank lain dari kelompok ini tepat di roda rantainya, dan merusak tiga tank lagi. Tank-tank Korea Utara telah menghancurkan howitzer yang paling depan (nomor enam) dan melukai salah satu awaknya, serta telah membunuh atau melukai sekitar dua puluh orang prajurit infanteri, dan telah menghancurkan semua kendaraan yang diparkir di belakang garis infanteri. Di posisi pasukan artileri utama, satu dari lima senapan 105mm yang tersisa sudah mulai sedikit rusak oleh rentetan peluru.[1][30] Beberapa tentara di gudang artileri mulai meninggalkan posisi mereka tetapi Perry berhasil meyakinkan sebagian besar dari mereka untuk kembali.[31] Meskipun Smith kemudian menyatakan bahwa meskipun ia merasa kemampuan menembak bazoka 2,36 inci telah memburuk seiring bertambahnya usia, ketidakefektifan bazoka tersebut telah ditunjukkan berulang kali selama Perang Dunia II melawan armada lapis baja Jerman.[32] Karena kebijakan pertahanan dalam masa damai membuat Divisi Infanteri ke-24 tidak pernah menerima bazoka M20 berukuran 3,5 inci AS yang lebih baik dengan amunisi antitank M28A2 HEAT, yang mampu mengalahkan tank-tank Uni Soviet.[33] Setelah tank terakhir melewati garis mereka, tidak ada pasukan Korea Utara yang terlihat selama sekitar satu jam.[31] Kelompok infanteriTiga tank lagi terlihat maju dari utara sekitar pukul 11.00.[1] Di belakang mereka ada sekelompok truk sepanjang 6 mil (9,7 km) yang mengangkut dua resimen infanteri; Resimen Infanteri ke-16 dan Resimen Infanteri ke-18 dari Divisi Infanteri ke-4 Korea Utara, yang berjumlah hampir 5.000 tentara di bawah komando Mayor Jenderal Lee Kwon Mu, yang maju dari Seoul.[31] Pasukan yang baru tiba ini tampaknya tidak berkomunikasi dengan tank yang mendahuluinya, dan infanteri Korea Utara tidak mengetahui kehadiran pasukan Amerika.[30] Pada pukul 11.45, ketika pasukan Korea Utara tersebut maju 1.000 yd (910 m) ke dalam garis pertahanan pasukan Amerika, Smith memberi perintah kepada anggota satgas untuk melepaskan tembakan dengan semua peralatan yang tersisa.[1] Senjata seperti mortir, senapan mesin, artileri, dan senapan api menghancurkan beberapa truk, membuat pasukan Korea Utara menyebar. Tiga tank utama bergerak ke posisi 300 m (980 ft) dari Satgas Smith dan melepaskan tembakan. Di belakang mereka, sekitar 1.000 infanteri membentuk formasi di sawah di sebelah timur jalan dalam rangka untuk mengepung pasukan Amerika, namun berhasil digagalkan. Smith berusaha untuk memerintahkan tembakan artileri ke arah pasukan Korea Utara namun sang operator tidak dapat kembali ke posisi artileri medan, dan karena itu ia menduga bahwa pasukan artileri mereka telah dihancurkan oleh tank-tank Korea Utara.[34] Dalam waktu 45 menit, pasukan lain dari Korea Utara mulai mengepung dari sisi sebelah barat jalan, memaksa Smith menarik sebuah peleton ke sisi timur jalan. Tidak lama kemudian, pasukan infanteri Amerika mulai menjadi sasaran tembak mortir dan artileri dari pasukan Korea Utara.[1][35] Penarikan mundur pasukan Amerika SerikatSatuan Tugas Smith berhasil mempertahankan garis pertahanan mereka selama tiga jam, namun pada pukul 14.30, Smith memerintahkan pasukan Amerika yang dipimpinnya untuk mundur, menyusul kurangnya amunisi dan rusaknya jaringan komunikasi.[1] Pada titik ini pasukan Korea Utara bergerak melalui kedua sisi dari pasukan Amerika dan ke arah belakang mereka. Smith memerintahkan penarikan mundur pasukan secara teratur dengan sistem satu unit pada satu waktu, membiarkan sisa pasukan untuk melindungi mereka yang mencoba mundur. Kompi C mulai mundur, diikuti oleh tim medis Amerika, pasukan markas, dan akhirnya Kompi B.[1][35] Peleton ke-2, Kompi B, tidak menerima perintah untuk mundur. Ketika mereka sadar bahwa mereka sendirian, sisa waktu sudah terlambat untuk mundur secara teratur dan mereka tidak mungkin bisa memindahkan prajurit yang terluka dengan cukup cepat. Kompi B meninggalkan sebagian besar peralatan mereka di sini, yang kemudian diambil oleh pasukan Korea Utara.[36] Sebagian besar korban selamat dapat melarikan diri dari penawanan, namun tidak dengan sejumlah tentara AS yang terluka dan ditinggalkan bersama dengan seorang petugas medis yang berada di sana. Para prajurit Amerika yang terluka kemudian ditemukan tewas ditembak mati; dan para petugas medis yang sempat ada di sana tidak pernah terlihat lagi.[37][38] Seorang perwira Korea Utara kemudian mengatakan kepada sejarawan John Toland bahwa pasukan Amerika dalam pertempuran tersebut tampaknya "terlalu takut untuk bertempur".[6] Penarikan mundur ini dengan cepat mengalami kekacauan yang membingungkan dan tidak terorganisir. Satgas Smith menderita korban terbanyak selama proses penarikan mundur ini karena prajuritnya kebanyakan terkena tembakan musuh.[39] Anggota satgas yang masih hidup mencapai posisi Pasukan A. Para petugas artileri tersebut menonaktifkan lima howitzer yang tersisa dengan melepaskan alat bidik dan baut yang terdapat pada senjata tersebut, dan ikut mundur bersama sisa-sisa satgas dengan berjalan kaki ke pinggiran utara Osan, dimana sebagian besar kendaraan pengangkut tersembunyi untuk pasukan AS ditemukan masih utuh.[1] Kendaraan-kendaraan tersebut, yang tidak disentuh sama sekali oleh pasukan Korea Utara, mengangkut mereka yang mundur kemudian berangkat ke Pyeongtaek dan Cheonan, dan dalam perjalanan juga mengajak mereka yang mundur dengan berjalan kaki untuk naik, dan akhirnya bergabung dengan satuan dari Divisi Infanteri ke-24 yang telah membentuk garis pertahanan kedua.[38] Dua ratus lima puluh prajurit dari Satgas Smith telah berhasil kembali ke garis pertahanan Amerika sebelum malam tiba, dan sekitar 150 lainnya tewas, terluka atau hilang. Mereka yang mundur dengan cara berjalan kaki akhirnya berhasil bergabung kembali dengan pasukan setelah menemukan jalur evakuasi Amerika dalam beberapa hari berikutnya. Pasukan terakhir dari Peleton ke-2, Kompi B yang ikut mundur, tiba di Cheonan lima hari kemudian, hanya berselisih 30 menit di depan tentara Korea Utara. Dalam perkiraan awal, korban yang diderita Satgas Smith adalah 20 orang tewas, 130 orang terluka atau hilang, dan sekitar 36 orang ditangkap.[38] Setelah berakhirnya perang, angka ini direvisi menjadi 60 orang tewas, 21 orang terluka dan 82 orang ditangkap, 32 di antaranya meninggal dalam penahanan. Satgas Smith menyumbang 40 persen dari jumlah korban ini.[1] Pasukan AS yang maju ke utara selama serangan Pusan kemudian menemukan serangkaian kuburan dangkal yang berisi mayat beberapa tentara Divisi Infanteri ke-24. Semuanya ditembak di belakang kepala, dalam kondisi tangan terikat di belakang punggung mereka dengan menggunakan kawat komunikasi.[40] Korban dari Korea Utara mencapai sekitar 42 orang tewas dan 85 orang terluka, dan empat tank hancur atau tidak bisa bergerak lagi. Atas peristiwa ini, gerak maju Korea Utara tertunda sekitar tujuh jam.[36][41] DampakPertempuran Osan adalah aksi perdana Amerika Serikat dalam perang di Korea.[42] Pertarungan tersebut menunjukkan bahwa pasukan Amerika lemah dan tidak siap menghadapi perang; peralatan yang usang tidak cukup untuk melawan armada lapis baja Korea Utara dan pasukan yang kurang terlatih dan tidak berpengalaman tidak cocok untuk melawan tentara Korea Utara yang terlatih dan lebih baik[1] —meskipun perbedaan jumlah pasukan yang terlibat dalam pertempuran tentu memiliki dampak besar pada hasil pertempuran ini dan yang akan terjadi di masa depan. Para prajurit Amerika yang tidak disiplin meninggalkan posisi mereka sebelum waktunya, meninggalkan peralatan dan rekan mereka yang terluka yang pada akhirnya ditangkap tentara Korea Utara.[36] Smith juga mengatakan bahwa dia merasa telah berdiam diri terlalu lama di posisinya, membiarkan tentara Korea Utara mengepung pasukannya dan menimbulkan jumlah korban yang berat saat mereka mencoba mundur.[1] Kelemahan ini juga terlihat pada pasukan AS lainnya dalam beberapa bulan ke depan karena tentara Korea Utara terus mendorong mereka untuk mundur lebih jauh.[43] Meskipun mereka dikalahkan, Satuan Tugas Smith menyelesaikan misinya untuk menunda gerak maju pasukan Korea Utara selama beberapa jam.[36][41][44] Selama pertempuran tersebut, Resimen Infanteri ke-34 dari Divisi Infanteri ke-24 telah membentuk garis pertahanan di Pyeongtaek, 15 mi (24 km) arah selatan. Mereka juga akan kalah dalam Pertempuran Pyongtaek.[45] Selama bulan-bulan berikutnya, Divisi Infanteri ke-24 akan terus bertempur di berbagai medan untuk menunda gerak maju pasukan Korea Utara, meskipun mereka selalu kalah. Dalam waktu satu minggu, Divisi Infanteri ke-24 telah didorong mundur kembali ke Taejon, dimana mereka kembali dikalahkan dalam Pertempuran Taejon.[6] Tentara Korea Utara, yang terus-menerus mengalahkan pasukan AS, mampu mendorong Angkatan Darat Kedelapan AS ke sepanjang perjalanan kembali ke Pusan, lokasi dimana Tentara Korea Utara akhirnya akan menemui kekalahan dalam Pertempuran Perimeter Pusan.[46] Tiga bulan kemudian, pada tanggal 19 September, Osan akan menjadi lokasi dimana pasukan AS dan PBB di bawah komando Angkatan Darat Kedelapan, yang bergerak maju dari selatan, akan bertemu dengan pasukan Korps X yang maju dari utara setelah sebelumnya mengejutkan Korea Utara dengan Pendaratan Incheon, karena kedua pasukan tersebut bersama-sama melakukan serangan yang berhasil mendorong Korea Utara untuk kembali mundur, dan akhirnya akan berujung pada kekalahan total dari Tentara Korea Utara di selatan.[47] Pada tahun-tahun setelah Perang Korea, Angkatan Darat AS mengalihfungsikan tempat-tempat di Jepang dimana Satgas Smith dilatih sebagai monumen peringatan. Sebuah monumen untuk Satgas Smith juga didirikan di medan perang Osan,[48] dan peringatan atas Pertempuran Osan diadakan setiap tahun oleh Angkatan Darat Kedelapan, yang masih berkantor pusat di Korea Selatan.[49] Pada tanggal 16 Juli 2010, 60 tahun setelah Pertempuran Osan, para pemimpin Angkatan Darat Kedelapan, bersama dengan pejabat pemerintah Osan, mengadakan upacara lain, sambil berdiskusi tentang Satgas Smith dan menggambarkan pertempuran tersebut sebagai "tembakan pembuka dari sebuah perang gagasan yang bahkan masih berlangsung hingga hari ini".[50] Pada peringatan ke-61, sebuah upacara lain diadakan oleh para politisi Osan dan perwira militer AS untuk mengenang satgas tersebut.[51] ReferensiCatatan kakiRujukan
Sumber
Pranala luar
|