Pertempuran Pyeongtaek36°59′36″N 127°5′46″E / 36.99333°N 127.09611°E
Pertempuran Pyeongtaek (bahasa Inggris: Battle of Pyongtaek; bahasa Korea: 평택 전투), adalah pertempuran kedua antara pasukan Amerika Serikat dan Korea Utara selama Perang Korea, yang terjadi pada tanggal 6 Juli 1950 di desa Pyeongtaek di Korea Selatan bagian barat. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan Korea Utara menyusul kegagalan usaha pasukan Amerika untuk menimbulkan kerusakan atau penundaan yang signifikan terhadap pasukan Korea Utara yang terus maju, meskipun memiliki beberapa peluang untuk melakukannya. Resimen Infanteri ke-34 dari Divisi Infanteri ke-24 di bawah Angkatan Darat Amerika Serikat, ditugaskan untuk menunda gerak maju pasukan Divisi Infanteri ke-4 Tentara Rakyat Korea Utara yang terus menuju ke selatan menyusul kemenangan mereka dalam Pertempuran Osan sehari sebelumnya. Resimen tersebut ditempatkan di Pyeongtaek dan Anseong dan berusaha membentuk sebuah garis pertahanan untuk menghalangi pasukan Korea Utara di sebuah wilayah dengan medan yang membentuk celah sempit di antara pegunungan dan Laut Kuning. Setengah pasukan dari resimen tersebut diperintahkan untuk mundur dari posisinya sebelum bertemu pasukan Korea Utara, membiarkan sayap pertempuran terbuka untuk pasukan yang tersisa, Batalyon ke-1 di Pyeongtaek. Batalyon tersebut bertemu dengan pasukan Korea Utara pada pagi hari tanggal 6 Juli, dan setelah pertarungan singkat, tidak dapat menghalangi mereka secara efektif. Batalyon tersebut kemudian mundur secara tidak beraturan ke Cheonan yang terletak beberapa mil jauhnya, setelah gagal dalam upaya mereka untuk menunda pasukan Korea Utara yang terus bergerak maju ke selatan. Latar belakangPecahnya perangPada malam hari tanggal 25 Juni 1950, 10 divisi dari Tentara Rakyat Korea Utara meluncurkan invasi skala penuh ke negara tetangga di selatan, Republik Korea. Sebanyak 89.000 pasukan bergerak dalam formasi enam kelompok, menyerang Angkatan Darat Korea Selatan secara mengejutkan, mengakibatkan bencana bagi orang-orang Korea Selatan, yang tidak teratur, tidak dilengkapi persenjataan yang baik, dan tidak siap berperang.[2] Unggul secara kuantitas, pasukan Korea Utara menghancurkan perlawanan terisolasi dari 38.000 tentara Korea Selatan di bagian depan, dan terus maju dengan mantap ke selatan.[3] Sebagian besar pasukan Korea Selatan mundur dalam menghadapi invasi tersebut, dan pada tanggal 28 Juni, Korea Utara telah merebut ibu kota Korea Selatan, Seoul, dan memaksa pemerintah serta pasukannya yang hancur untuk menarik diri dan mundur ke selatan.[4] Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa memilih untuk mengirim bantuan ke Korea Selatan yang berada di ambang keruntuhan. Presiden AS Harry S. Truman kemudian memerintahkan untuk menurunkan pasukan darat mereka ke Korea Selatan.[5] Namun, jumlah pasukan AS yang ditempatkan di Timur Jauh terus-menerus mengalami penurunan sejak akhir Perang Dunia II lima tahun sebelumnya. Pada saat itu, pasukan terdekat adalah Divisi Infanteri ke-24 dari Angkatan Darat Amerika Serikat Kedelapan, yang berkantor pusat di Jepang di bawah komando Mayor Jenderal William F. Dean. Namun, divisi ini sedang berada dalam keadaan yang rapuh, dan sebagian besar peralatannya sudah dimakan usia karena pengurangan pengeluaran militer setelah Perang Dunia II. Terlepas dari kekurangan ini, Divisi Infantri ke-24 akhirnya diperintahkan untuk menuju ke Korea Selatan.[5] Pertempuran OsanDari Divisi Infanteri ke-24, satu batalyon ditugaskan untuk diterbangkan ke Korea melalui pesawat transportasi C-54 Skymaster dan bergerak cepat untuk menghalangi pasukan Korea Utara yang sedang maju sementara sisanya akan dikirim ke Korea Selatan melalui kapal. Resimen Infanteri ke-21 dinilai sebagai yang paling siap tempur dari tiga resimen di bawah Divisi Infanteri ke-24, dan Batalyon ke-1 dari Resimen Infanteri ke-21 dipilih karena komandannya, Letnan Kolonel Charles B. Smith, adalah yang paling berpengalaman, yang pernah memimpin sebuah batalyon di Pertempuran Guadalcanal selama Perang Dunia II.[6] Pada tanggal 5 Juli, Satuan Tugas Smith bertempur melawan pasukan Korea Utara pada Pertempuran Osan, menunda sebanyak lebih dari 5.000 pasukan infanteri Korea Utara selama tujuh jam sebelum mereka disiagakan dan dipaksa untuk mundur.[7] Selama waktu itu, Resimen Infanteri ke-34 dari Divisi ke-24, yang terdiri 2.000 orang dan diatur dalam Batalyon ke-1 dan ke-3, menjadi satuan kedua AS yang ditempatkan di Korea, dan dikirim dengan kereta api menuju utara dari Busan. Batalyon ke-1 dari Resimen Infanteri ke-34 ditempatkan di Pyeongtaek, 10 mil (16 km) selatan Osan, untuk menghalangi gerak maju pasukan Korea Utara yang semakin mendekat.[8] Pyeongtaek adalah sebuah desa yang sebagian besar terdiri dari gubuk kayu dan jalan berlumpur.[9] Sementara itu, Batalyon ke-3 dari Resimen Infanteri ke-34 ditempatkan di Anseong, beberapa mil ke arah timur. Dua batalyon tersebut ditugaskan untuk membentuk formasi garis untuk menghalangi gerak maju Korea Utara. Medan di sebelah selatan garis Anseong-Pyeongtaek pada dasarnya lebih terbuka, yang berarti garis tersebut berada pada titik sempit, dikelilingi pegunungan di timur dan teluk kecil dari Laut Kuning di sebelah barat.[10] Karena itu, Dean menganggap bahwa garis tersebut sangat vital untuk rencana defensifnya.[11] Batalyon ke-1 tidak siap berperang karena kurang terlatih dan tidak memiliki tank atau senjata antitank untuk melawan armada lapis baja Korea Utara.[12] Kekurangan peralatan menghambat usaha dari seluruh Divisi Infanteri ke-24. Kurangnya senjata berat mengurangi dukungan artileri ke seluruh divisi.[13] Peralatan komunikasi, senjata, dan amunisi sebagian besar tidak ada, sejumlah besar peralatan sedang "dalam perjalanan", tetapi pada kenyataannya divisi tersebut sudah kekurangan peralatan sejak masih ditempatkan di Jepang. Sebagian besar radio yang tersedia untuk divisi ini tidak berfungsi, dan baterai, kabel komunikasi, dan telepon untuk berkomunikasi antar satuan juga tidak mencukupi.[14] Divisi ini tidak memiliki tank: tank baru M26 Pershing dan juga tank-tank yang lama seperti M4A3 Sherman belum juga tiba. Salah satu dari sedikit senjata yang bisa menembus tank T-34 Korea Utara, yaitu amunisi antitank berdaya ledak tinggi, juga tidak mencukupi.[15] Kurangnya radio dan kabel jaringan menghambat komunikasi antar satuan-satuan pasukan Amerika Serikat.[16] Komandan baru batalyon tersebut, Letnan Kolonel Ayres, rupanya diberi informasi yang salah, dan dia mengatakan kepada komandonya bahwa pasukan Korea Utara yang maju ke selatan kurang terlatih dan kurang diperlengkapi.[10] Batalyon tersebut membentuk sebuah garis sepanjang 2 mil (3,2 km) di sebelah utara Pyeongtaek, di serangkaian perbukitan dan sawah berumput dimana mereka menggali lubang pertahanan dan bersiap untuk menghalangi gerak maju pasukan Korea Utara. Para prajurit dari batalyon itu hanya dilengkapi dengan senapan M1 Garand atau senjata lainnya, C-ration, dan kurang dari 100 butir amunisi masing-masing, sementara hanya ada satu senapan mesin M2 Browning yang tersedia untuk setiap peleton.[17] Tidak ada granat dan tidak ada amunisi sedikitpun untuk senjata berat yang bisa digunakan untuk melawan tank Korea Utara.[18] Selain itu, hanya sedikit tentara dari resimen ini yang memiliki pengalaman tempur dari Perang Dunia II, dan mereka baru saja dipindahkan dari divisi lain sehari sebelumnya.[19] PertempuranGerakan pembukaSebuah tim pengintai yang dikirim ke utara pada malam hari tanggal 5 Juli melaporkan melihat tank-tank di sebelah selatan Osan. Tim tersebut mencoba menghancurkan sebuah tank yang terlihat di desa Sojong namun tidak berhasil; dan mengakibatkan satu orang tewas (Prajurit Kenneth R. Shadrick) dan terpaksa kembali ke Pyeongtaek.[20] Tak lama setelah itu, beberapa orang dari Satuan Tugas Smith yang selamat tiba di pos komando Batalyon ke-1 dan menceritakan tentang kekalahan mereka di Osan, tetapi Ayres tidak yakin akan kesaksian mereka. Brigadir Jenderal George B. Barth, komandan sementara divisi artileri untuk Divisi Infanteri ke-24, mampir ke pos komando dan memerintahkan agar batalyon tersebut bertahan selama mungkin, dan tidak mengambil risiko untuk diapit atau dikelilingi, waspada terhadap kekalahan di Osan.[21] Barth kemudian menuju ke komando Resimen Infantri ke-34, dimana dia memerintahkan komandan resimen Kolonel Jay B. Lovless agar mengkonsolidasikan Resimen yang ditempatkan di Cheonan untuk menuju ke selatan. Lovless kemudian memindahkan Batalyon ke-3 ke selatan, tanpa bertemu musuh.[17] Barth percaya bahwa Resimen Infanteri ke-34 tidak akan dapat mempertahankan Pyeongtaek selama Divisi Infantri ke-21 juga mempertahankan Osan.[18] Dari Batalyon ke-3, Kompi L diturunkan dan diperintahkan untuk mempertahankan wilayah selatan Pyeongtaek dalam rangka melindungi Batalyon ke-1 yang bergerak mundur. Perintah ini tidak dilaksanakan, dan Kompi L bergerak menuju Cheonan.[22] Setelah berhasil memaksa Satuan Tugas Smith mundur ke Osan, Divisi Infanteri ke-4 Korea Utara, yang didukung oleh unsur-unsur Divisi Lapis Baja ke-105 Korea Utara, melanjutkan perjalanan mereka menyusuri jalan Osan-Pyeongtaek, dengan kekuatan 12.000 prajurit di bawah komandan divisi Lee Kwon Mu dalam dua resimen infanteri yang didukung oleh puluhan tank.[12][23] Barth, yang telah menjadi anggota Satuan Tugas Smith sebagai pengamat, telah memerintahkan Batalyon ke-1 dari Resimen Infanteri ke-34 untuk bertahan hingga Korea Utara mengancam untuk menyerang mereka, kemudian kembali ke posisi di selatan secara berturut-turut, dalam rangka menunda pasukan Korea Utara selama mungkin.[24] Pada dinihari tanggal 5 Juli, beberapa prajurit yang selamat dari Satuan Tugas Smith masuk ke jalur batalyon. Pada pukul 03.00 dinihari tanggal 6 Juli, batalyon tersebut menghancurkan sebuah jembatan kecil di atas sebuah sungai, yang berjarak sekitar 600 yard (550 m) di sebelah utara posisi mereka.[25] Serangan Korea UtaraHujan lebat dan kabut tebal terjadi sepanjang pagi hari tanggal 6 Juli, dan membuat pasukan yang telah ditempatkan di posisinya, memiliki jarak pandang yang terbatas.[18] Tepat setelah fajar menyingsing, 13 tank T-34 Korea Utara terlihat berhenti di jembatan. Yang mengikuti mereka adalah dua kelompok infanteri. Pasukan Amerika Serikat pada awalnya percaya bahwa mereka mungkin adalah orang-orang yang selamat dari Satuan Tugas Smith, hingga mereka menyadari bahwa pasukan tersebut memiliki jumlah yang terlalu besar, dan mulai bersiap untuk menyerang orang-orang Korea Utara yang tidak curiga.[26] Komandan batalyon tersebut memerintahkan tembakan mortir ke pasukan Korea Utara, menyebabkan mereka bubar saat tank paling depan mulai menembaki posisi Kompi A, di sebuah bukit di sebelah barat jalan. Ledakan mortir menghancurkan sebuah truk, tetapi rentetan tembakan dari sebuah tank Korea Utara menewaskan prajurit yang mengontrol artileri dan tidak ada yang menggantikannya dalam kebingungan tersebut, sekaligus mengakhiri serangan mortir Amerika.[23][27] Pasukan Korea Utara segera maju ke posisi Kompi A, tetapi kompi tersebut tidak dapat membalas tembakan dengan efektif, karena kurang dari separuh tentara yang menggunakan senjata mereka. Selama beberapa menit saja, hanya pemimpin regu dan pemimpin peleton yang balas menembak sementara tentara lainnya bersembunyi di lubang perlindungan mereka.[28] Dalam waktu lima belas menit, Kompi B berhasil menyerang balik dengan efektif, dan pada saat yang sama pasukan Korea Utara telah maju dengan stabil menuju posisi Batalyon ke-1.[23] Sebuah penelitian yang dilakukan sesudahnya menemukan fakta bahwa banyak senjata tentara Amerika Serikat yang dirakit secara tidak benar atau kotor maupun rusak.[25] Pasukan Amerika tidak memiliki apa-apa untuk melawan tank, dan tidak dapat melakukan apapun untuk menghentikannya.[29] Saat tentara Korea Utara maju, mereka mulai mengepung Kompi A dan B, dan 30 menit setelah tembakan pertama terjadi, kedua kompi diperintahkan untuk mundur, satu peleton sekaligus.[30] Kompi C, yang menjadi cadangan selama pertempuran, mundur tanpa bertemu dengan pasukan Korea Utara. Kompi A, yang berada di bawah serangan besar-besaran, mencoba mundur dalam sebuah proses bertahap yang dengan cepat menjadi kacau, saat para prajurit yang berlari dari bukit tanpa dilengkapi senjata dan amunisi, ditembak oleh senapan mesin Korea Utara secara terus-menerus. Kepanikan dengan segera menyebar ke seluruh prajurit dari batalyon tersebut, dan mereka mulai berlari melewati titik-titik posisi yang telah diatur sebelumnya, sampai ke Pyeongtaek. Yang lainnya, yang terlalu takut untuk mundur, tetap berada di lubang perlindungan mereka dan ditangkap oleh pasukan Korea Utara.[31] Seorang perwira berusaha untuk tetap tinggal di belakang dan mencari korban selamat, sebelum dia dan tiga orang lainnya diduga ditangkap dan dieksekusi oleh pasukan Korea Utara.[26][32] Para komandan kompi sebisa mungkin mulai mengumpulkan para prajurit yang tersisa dan mulai bergerak ke selatan, meskipun seperempat dari Batalyon ke-1 terbunuh, hilang atau ditangkap setelah pertarungan singkat tersebut. Satuan-satuan yang mundur meninggalkan jejak berupa peralatan di belakang mereka, mengotori jalan kembali ke Pyeongtaek dengan amunisi, helm, dan peralatan pelindung hujan.[26] Dalam proses pelarian yang kacau tersebut, satu peleton dari Kompi A tertinggal, dan harus mundur melalui jalur kereta api untuk berlindung.[33] Penarikan mundur Amerika SerikatBatalyon tersebut berkumpul kembali di Pyeongtaek, yang sebagian besar merupakan pasukan tidak terorganisir tanpa kepemimpinan.[34] Teknisi militer dari batalyon tersebut menghancurkan sebuah jembatan di sebelah utara kota sebelum bergerak ke selatan. Sisa-sisa Kompi A kemudian menuju Cheonan, berkumpul kembali dengan sisa Batalyon ke-1 dan 3 yang juga telah ditarik mundur. Meskipun beberapa jip dan truk tersedia, sebagian besar proses penarikan dilakukan dengan berjalan kaki. Beberapa peluru artileri yang tersebar mendarat di sekitar pasukan yang mundur, tetapi tentara Korea Utara tidak terlalu agresif dalam mengejar mereka.[35] Menjelang siang, sisa-sisa pasukan dari Resimen Infanteri ke-34 yang tidak terorganisir telah menjauh dari semua wilayah tembak musuh dan sudah tidak berada dalam bahaya.[36] Para prajurit, yang sebagian besar telah kehilangan peralatan mereka, tidak berusaha untuk menunda proses mundur secara lebih lanjut, dan tidak dapat berkomunikasi dengan satuan lain karena peralatan radio mereka telah hilang.[37] Di saat mereka mundur, sebuah pesawat Amerika secara tidak sengaja memberondong pasukan tersebut, melukai satu tentara Korea Selatan yang bergerak bersama mereka, yang mulai membuat moral para prajurit yang sedang dalam pelarian tersebut, menurun.[29][36] Resimen Infanteri ke-34 mulai mendirikan jalur baru di sebelah selatan Chonan pada malam hari, meskipun banyak prajuritnya tidak lagi memiliki peralatan untuk bertempur.[11] DampakJenderal Dean, komandan divisi, merasa marah dengan buruknya kinerja Resimen Infanteri ke-34 selama pertempuran berlangsung. Ia diduga kesal karena pasukan mundur begitu cepat tanpa berusaha menunda gerak maju pasukan Korea Utara lebih lanjut. Ia sempat mempertimbangkan untuk memerintahkan pasukan kembali ke utara sesegera mungkin, tetapi tidak melakukannya karena takut disergap.[11] Dean mengganti komandan Resimen Infanteri ke-34, Kolonel Lovless, dan memerintahkan Batalyon ke-3 untuk kembali ke utara, tetapi ketika menghadapi perlawanan Korea Utara, pasukan menjadi tidak terorganisir dan terpaksa mundur.[37] Pertempuran di Pyeongtaek telah menyebabkan penurunan moral yang signifikan di antara pasukan-pasukan Amerika Serikat yang bertempur di semenanjung Korea, dan ini akan terus berlanjut hingga kemenangan mereka di Incheon dan Perimeter Pusan yang memungkinkan mereka melakukan serangan balik.[29] Dean secara pribadi memutuskan untuk bertanggungjawab atas kekalahan yang diderita pasukannya, dan para sejarawan menganggapnya—setidaknya—bersalah karena menempatkan satu batalyon yang tidak berpengalaman untuk mempertahankan garis depan melawan musuh yang lebih unggul secara kuantitas dan terlatih dengan baik.[11][20] Resimen tersebut dipaksa untuk berkumpul kembali di Cheonan dan melawan pasukan Korea Utara lagi, dan menderita banyak korban sebelum dipaksa mundur setelah Pertempuran Cheonan. Divisi Infanteri ke-24 akan terus bertempur untuk menunda tindakan seperti ini selama dua minggu lagi—hingga mereka kewalahan dalam Pertempuran Taejon, tetapi pada saat itu mereka telah mencapai Perimeter Pusan, dan divisi-divisi AS lainnya dapat mempertahankan garis tersebut untuk beberapa bulan lagi selama Pertempuran Perimeter Pusan hingga Pendaratan Incheon terjadi—ketika pasukan Amerika Serikat akhirnya bisa mengalahkan Angkatan Darat Korea Utara, mengakhiri fase pertama dari Perang Korea.[38][39] ReferensiCatatan kaki
Rujukan
Sumber
|