Pradnyaparamita dari Jawa
Prajñāpāramitā dari Jawa mengacu kepada sebuah citra terkenal Bodhisatwa Prajñāpāramitā, yang berasal dari abad ke-13 zaman Kerajaan Singasari di Jawa Timur, Indonesia.[1] Arca ini memiliki nilai estetika dan sejarah yang besar, dan dianggap sebagai mahakarya seni Hindu-Buddha klasik Jawa kuno.[2] Saat ini, arca itu merupakan salah satu koleksi berharga Museum Nasional Indonesia, Jakarta.[3] DeskripsiArca Prajnaparamita dari Jawa Timur mungkin merupakan citra sang dewi kebijaksanaan transendental yang paling terkenal. Ekspresi raut wajah yang tenang dengan pose dan gestur meditatif menunjukkan kedamaian dan kebijaksanaan, kontras dengan perhiasan dan dekorasi yang beraneka ragam dan rumit. Sang dewi sedang dalam posisi meditasi lotus sempurna yang disebut postur vajrasana, duduk di atas sebuah bantalan lotus ganda yang disebut padmasana, di atas sebuah fondasi persegi.[1] Arca ini bersandar pada stela (sandaran arca) berukir.[3] Tangan sang dewi melakukan dharmachakra-mudra (mudra yang melambangkan pemutaran roda dharma).[1] Lengan kirinya mengempit sebatang utpala (lotus biru), yang di atasnya bersemayam atribut; keropak Sutra Prajnaparamita. Kepala dan wajah dipahat sempurna, dengan mata sayu dan dahi urna. Sang dewi menggelung rambutnya tinggi ke atas dalam mahkota Jatamakuta, dan di belakang kepalanya memancarkan prabhamandala, sebuah halo atau aura lingkaran cahaya yang melambangkan makhluk suci yang telah mencapai kebijaksanaan tertinggi.[4] Arca ini ditemukan dalam kondisi yang hampir sempurna di reruntuhan Cungkup Putri dekat Candi Singasari, Malang, Jawa Timur. Tradisi lokal menghubungkan arca ini dengan Ratu Ken Dedes, ratu pertama Singasari, mungkin sebagai perwujudan ratu yang dianggap sebagai seorang dewi.[1] Pendapat lain menghubungkan arca ini dengan Ratu Gayatri Rajapatni, permaisuri Kertarajasa, raja pertama Majapahit.[2][5] SejarahPrajnaparamita adalah seorang dewi dengan kedudukan tinggi dalam Buddhisme Tantra Mahayana; dia dianggap sebagai yang sakti, atau pendamping, dari Buddha tertinggi dalam panteon Buddhis yang dikenal sebagai Vajradhara; dia melambangkan pengetahuan yang sempurna.[1] Pada abad ke-13, Buddhisme Tantra memperoleh perlindungan kerajaan dari Raja Kertanegara Singasari, dan setelah itu beberapa arca Prajnaparamita dibuat di wilayah tersebut, seperti Prajnaparamita dari Singasari di Jawa Timur dan Prajnaparamita dari Jambi, Sumatra. Arca Prajnaparamita Jawa Timur dan Jambi keduanya memiliki kemiripan dalam gaya karena mereka dibuat pada periode yang sama, tetapi sayangnya arca Prajnaparamita dari Jambi tidak memiliki kepala dan ditemukan dalam kondisi yang buruk.[6] Sebaliknya, arca Prajnaparamita Singasari ditemukan dalam kondisi yang hampir sempurna. Kondisi arca yang masih asli menunjukkan bahwa arca tersebut telah terkubur cukup lama. Ditemukan di dekat Candi E, bangunan paling selatan di kompleks candi dekat Candi Singasari. Bangunan tersebut disebut Candi Wayang atau Cungkup Putri oleh penduduk setempat.[4] Arca Prajnaparamita dari Jawa ditemukan pada tahun 1818 atau 1819 oleh D. Monnereau, seorang pejabat Hindia Belanda. Pada tahun 1820 Monnereau memberikan arca tersebut kepada C.G.C. Reinwardt, yang kemudian membawanya ke Belanda, di mana ia menjadi koleksi Museum Nasional Etnologi yang berharga di Leiden.[2] Pada Januari 1978, pemerintah Belanda melalui Museum Nasional Etnologi mengembalikan arca tersebut ke Indonesia dan ditempatkan di Museum Nasional Indonesia hingga saat ini. Arca tersebut dipajang di lantai 2 Gedung Arca, Museum Nasional Indonesia, Jakarta.[3] Galeri
Lihat pulaReferensi
|