Qin Yongmin
Qin Yongmin (Hanzi: 秦永敏; Pinyin: Qín Yǒngmǐn) lahir 11 Agustus 1953) adalah seorang penulis, komentator politik, pembela hak asasi manusia asal Tiongkok dan salah satu pendiri Partai Demokrasi Tiongkok.[1] Qin adalah seorang pekerja di Perusahaan Baja Wuhan. Pada akhir 1970-an, ia mengedit dan menerbitkan jurnal bertajuk 鐘聲 (Zhōng shēng, Lonceng) di Wuhan yang mempromosikan demokrasi. Tahun 1980, ia berpartisipasi dalam mendirikan "Kelompok persiapan Partai Demokrasi Tiongkok". Dia ditangkap tahun 1981 dan dijatuhi hukuman delapan tahun penjara karena "propaganda kontra-revolusioner dan menghasut orang lain untuk berbuat dosa". Dia dibebaskan dari penjara pada tahun 1989. Qin juga turut serta dalam peluncuran gerakan "Piagam Perdamaian" di Beijing pada 14 Januari 1993. Ia merupakan perancang "Piagam Perdamaian", sebuah program gerakan demokrasi pertama di Tiongkok setelah tahun 1949.[2] Piagam tersebut menuntut ganti rugi atas penindasan unjuk rasa Lapangan Tiananmen 1989 dan pembebasan tahanan politik. Qin kemudian ditangkap dan dihukum karena dianggap telah melakukan kejahatan, dakwaannya adalah: "mengganggu ketertiban sosial" dan dijatuhi hukuman dua tahun pendidikan ulang dengan menjadi buruh.[3] Tahun 1997, Qin menerbitkan surat terbuka kepada Jiang Zemin, menuntut Partai Komunis Tiongkok melakukan reformasi politik di Tiongkok untuk mencapai demokrasi konstitusional. Ia mendirikan "The Communication of Human Rights Watch" di Wuhan tahun 1998, dan membuat ratusan laporan tentang realitas hak asasi manusia di Tiongkok. Pada tahun yang sama, Qin secara terbuka membentuk Komite Partai Demokrasi Tiongkok Provinsi Hubei. Dia lagi-lagi ditangkap dan dijatuhi hukuman 12 tahun penjara karena "tindakan subversif terhadap kekuasaan negara".[4] Saat masih di dalam penjara tahun 1999, Qin terpilih sebagai salah satu dari empat ketua bersama Partai Demokrasi Tiongkok. Pada tahun itu juga, Komisi Hak Asasi Manusia PBB menominasikan Hadiah Nobel Perdamaian untuk Qin berserta Xu Wenli dan Wang Youcai.[5] Qin Yongmin dibebaskan dari penjara pada November 2010.[3] Qin tidak gentar dan tetap melanjutkan promosi demokrasi dan hak asasi manusia di Tiongkok. Dia ditahan secara ilegal berkali-kali.[6] Dengan terus-menerus bersikeras bahwa Tiongkok harus mengizinkan kebebasan berbicara, publikasi, berserikat dan menjalankan semua hak asasi manusia, termasuk mengorganisir partai politik, selama beberapa dekade Qin telah menjadi sasaran pemenjaraan, penangkapan, penahanan pidana, sanksi administratif, pendidikan ulang dengan menjadi buruh hingga pengawasan (tahanan) rumah. Selama 43 tahun, mulai 1970 hingga 2012, ia ditangkap atau ditahan sebanyak 39 kali, dijatuhi hukuman penjara total 22 tahun, sehingga menjadi salah satu tahanan politik terlama di Republik Rakyat Tiongkok. Dia menyatakan bahwa dia tidak akan meninggalkan Tiongkok sampai demokrasi konstitusional terwujud.[7] Tiga tahun sebelum masa tahanannya berakhir, Qin kembali divonis 13 tahun hukuman penjara pada Juli 2018 karena "tindakan subversif terhadap kekuasaan negara".[8] Meskipun mengakui bahwa Qin tidak terlibat dalam tindakan kekerasan apapun, pengadilan tetap mencatat kejahatannya adalah: dia telah menulis artikel dan menerbitkan sebuah buku di Hong Kong yang menganjurkan transisi damai menuju demokrasi di Tiongkok dan telah mengeluarkan pernyataan, mengatur kelompok pro-demokrasi serta mengorganisir makan dan pertemuan bersama.[9] Referensi
|