Raja agungRaja agung, raja besar, atau gelar setara dalam banyak bahasa adalah gelar semantik bagi sejumlah raja-raja dalam sejarah, yang menunjukkan peningkatan status di antara kumpulan Raja dan Pemimpin (Pangeran). SejarahGelar ini biasanya kebanyakan terkait dengan shahanshah (Shah segala shah, yaitu raja segala raja, memang diterjemahkan dalam bahasa Yunani Basileus tōn basileōn, kemudian diadopsi oleh kaisar Bizantium) dari Persia dibawah dinasti Akhemeniyah yang menguasai wilayah luas di Asia selama 200 tahun hingga tahun 330 SM, dan kemudian diadopsi oleh penerus kekaisaran Persia dan yang nama-namanya juga ditambahi "Yang Agung" ("the Great"). Sebagai perbandingan, istilah "Raja Tinggi" ("High King") digunakan oleh penguasa kuno di Inggris, Skotlandia dan Irlandia, serta Yunani. Pada Milenium ke-2 SM di Timur Dekat, ada tradisi timbal balik menggunakan gelar tersebut di antara kekuasaan sebagai cara diplomatis mengakui satu sama lain sebagai sederajat. Hanya raja-raja dari negara-negara yang tidak tunduk pada raja yang lain dan cukup kuat untuk diberi rasa hormat dari lawan mereka yang diizinkan untuk menggunakan gelar "Raja Agung". Mereka adalah raja-raja Mesir, Yamhad, Hatti (Het), Babilonia, Mitanni (sampai kehancurannya pada abad ke-14), Asyur (hanya setelah kematian Mitanni), dan untuk waktu yang singkat Mykenai. Raja-raja Agung menyebut satu sama lain sebagai saudara dan sering menjalin hubungan dekat dengan sarana pernikahan dan sering menukar hadiah.[1] Korespondensi surat di antara para penguasa ini, sejumlah di antaranya terlestarikan terutama dalam Surat-surat Amarna dan arsip Kerajaan Het, memberikan rincian diplomasi ini.[2] Dalam hal Maharaja ("Raja Agung", "Raja dan Pemimpin Agung", dalam bahasa Sanskerta dan Hindi) di subkontinen India, asalnya dikhususkan untuk hegemon atau penguasa regional seperti Gupta, merupakan suatu contoh jelas bagaimana gaya kebanggaan ini atau model alternatifnya dapat terperangkap dalam suatu siklus devaluasi karena "inflasi gelar" ("title inflation") karena tambah banyak penguasa yang kurang kuat juga menggunakan gaya ini. Ini sering diikuti oleh kemunculan satu atau lebih gaya baru yang lebih eksklusive dan prestigious, seperti dalam hal Maharajadhiraja ("Raja Agung segala raja"). Gelar Mongol-Turki Khan juga menjadi "diperkuat" ('augmented') menjadi gelar seperti "Chagan" atau "Hakan", yang berarti 'Khan segala khan', yang setara dengan "raja segala raja". Gaya India yang tersebut di atas, Maharajadhiraja, juga merupakan contoh gelar semantik alternatif untuk gaya kerajaan "lebih tinggi" serupa seperti "Raja segala Raja" ("King of Kings"). Alternatifnya, gaya yang lebih idiomatik dapat berkembang menjadi tradisi gelar yang sama mulianya, karena contoh bagus dari aslinya – sehingga berbagai gaya Kaisar dapat dilaak kepada istilah Romawi Imperator (secara ketat adalah panggilan kehormatan untuk seorang militer republikan), nama keluarga Caesar (berubah menjadi gelar kerajaan sejak TetrarkiDiokletianus). Sebagaimana digambarkan dari penggunaan konvensional gelar "Raja" dan yang setara dengannya untuk menyebut berbagai gaya monarki, ada banyak gaya yang secara kasar setara, masing-masing dapat memunculkan varian seorang "X Agung", baik unik atau menjadi kepangkatan dalam tradisi terkait; dalam kontek ini "Grand" setara dengan "Great" dan kadang kala dipertukarkan jika tidak ada kesepakatan jelas mengenai definisi keduanya. Contohnya antara lain Grand duke ("Adipati Agung") dan gelar Jerman Grosswojwod. Contoh
Lihat pulaReferensi
|