Sambang darah
Sambang darah (Excoecaria cochinchinensis) adalah tumbuhan berkhasiat obat bersifat beracun dan berasal dari China dan Asia Tenggara. Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan beberapa nama: daun rĕměk daging (Jateng), daun sambang darah, ki sambang, dan sambang darah (Btw.) saja.[3][4][5] Selain dikenali sebagai tanaman obat, tanaman ini rupanya terhadap ikan sangat beracun, dan bahkan mempunyai kekuatan membunuh. Namun demikian, tanaman ini masih juga dapat dipakai sebagai tanaman hias. DeskripsiSambang darah adalah perdu kecil dengan tinggi 0,5 m hingga ± 3 meter.[4][6] Batangnya berkayu, dengan percabangan yang sangat banyak. Manakala digores, dia akan mengeluarkan getah putih yang beracun. Mempunyai ranting-ranting yang beruas dengan warna hijau-keunguan. Daunnya tunggal dan agak panjang, dengan letak saling berhadapan, atau berselang-seling.[7][8] Daunnya berbentuk jorong sampai lanset memanjang, ujung dan pangkalnya meruncing, tepinya bergerigi dengan tulang daun yang menyirip dan menonjol permukaan bawahnya. Berukuran 4 – 15 cm × 1,5 - 4,5 cm. Warna daunnya di bagian atas hijau tua, dan bawahnya merah gelap[8] serupa daging; oleh karena itu, tanaman ini disebut remek daging atau sambang darah. Daun mudanya mempunyai warna yang sedikit lebih mengkilap. Bunganya tergolong sebagai bunga majemuk yang keluar dari ujung batang atau ujung cabang, kecil-kecil, warnanya kuning, tersusun dalam tandan. Bunga jantan lebih banyak dari bunga betina. Mahkotanya tidak tampak, putiknya 3, melengkung. Buahnya tergolong buah kotak, berbentuk bundar, kecil, 3 keping dengan diameter 1 cm. Bijinya bulat, kecil, berwarna cokelat muda. Akarnya, tunggang dan juga berwarna cokelat muda.[4][6][7] Persebaran & habitatTanaman ini berasal dari Indocina, tidak menyukai tanah yang tergenang air. Tanaman ini banyak didapati di hutan-hutan dan tumbuh meliar, dapat juga ditemui di ladang pada tempat terbuka atau sedikit terlindung. Sering juga tanaman ini ada di pekarangan sebagai pagar hidup atau tanaman obat, dan di taman-taman sebagai tanaman hias.[4] Tanaman ini rupanya sudah lama bertumbuh di Jawa, bertumbuh hingga daerah berketinggian 300 mdpl, dan mudah diperbanyak dengan cangkokan, setek, atau dengan biji.[7] Manfaat & nilai gunaMenurut J.J. Smith -seorang botanis yang pernah ke Hindia Belanda- (1922), tanaman ini bentuknya "kompak". Warna daunnya mungkin dapat juga berpadu di bawah sinar matahari, dan dia juga bercerita bahwa tanaman ini di luar negeri pada masa itu dibudidayakan sebagai tanaman hias.[8] Adapun kalau hendak memelihara tanaman ini sebagai tanaman hias, rajin-rajinlah memangkasnya agar tampak padat. Tanaman ini memang indah dan menarik.[7] Menurut Heyne, tanaman ini memang bergetah racun. W. G. Boorsma dalam jurnal Teysmannia (1910) -sebuah jurnal ilmiah tentang botani, kehutanan, dan pertanian Hindia Belanda- sebagaimana dikutip Heyne[3] mengatakan bahwa dalam konsentrasi 1:500.000, sudah cukup untuk jadi racun ikan yang mematikan dalam waktu singkat.[3][7] Selain itu, tanaman ini juga bermanfaat untuk mengobati pendarahan pada datang bulan berkepanjangan. Tanaman ini mengandungi asam shikimat, tanin, asam behenat, asam palmat, asam sterat, excolabdone A, B, & C, triterpenoid eksokarol, excoecariodes A dan B.[4][9] Bagian yang dipakai dalam pengobatan adalah daun, ranting, dan akarnya. Sifat tanaman ini pedas, hangat, beracun. Sifatnya membunuh parasit (parasitisid), penghilang gatal, dan hemostatis (penghenti pendarahan). Untuk pemakaian dalam, bisa dipergunakan daunnya 15 lembar direbus, di saring dan diminum airnya tiap sore dan pagi. Adapun untuk pemakaian luar, gilingan daun dapat dipakai untuk mengobati luka berdarah, psoriasis, eksema, dan neurodermatitis.[4] Catatan lain menyebutkan bahwa tanaman ini di India dipakai untuk mengobati ayan. Adapun penelitian ilmiah menyebut bahwa tanaman ini berkhasiat sebagai antimikroba, yang mempunyai aktivitas signifikan terhadap Strapphylococcus aureus dan Propionibacterium acnes. Sambang darah juga punya aktivitas sitotoksin.[9] Lihat jugaReferensi
Pranala luar
|