Share to:

 

Set (dewa)

Set
Dewa badai, gurun, dan kekacauan
Nama dalam hiroglif
swWt
x
E20A40
Pusat pemujaanOmbos
Simbolwas tongkat
OrangtuaGeb dan Nut
SaudaraOsiris, Isis, Nephthys
PasanganNephthys, Tawaret (dalam beberapa catatan), Anat, Astarte


Set (juga ditulis Seth, Setesh, Sutekh, Setekh atau Suty) adalah dewa gurun, badai, dan orang asing dalam agama Mesir kuno. Dalam mitos selanjutnya ia juga adalah dewa kegelapan, dan kekacauan. Di Yunani kuno, nama dewa ini disebut Σήθ (Seth). Dalam mitologi Mesir kuno, Set digambarkan sebagai pemberontak perebut kekuasaan yang membunuh dan memotong-motong jenazah Osiris, saudaranya sendiri. Isis, istri Osiris mengumpulkan dan menyatukan jenazah Osiris. Horus, putra Osiris menuntut balas kepada Set, dan pertempuran antara mereka menjadi tema yang populer dalam mitologi Mesir.

Asal mula

Makna nama Set tidak diketahui, melalui pseudo-etimologi diduga bahwa bangsa Mesir kuno mengaitkan tiga makna kepada nama ini: penyebab kebingungan, pelaku desersi, dan pemabuk. Direkonstruksi mungkin aslinya dieja *Sūtaḫ berdasarkan penyebutan namanya di hiroglif Mesir (swtḫ), dan kemudian disebutkan dalam naskah berbahasa koptik sebagai Sēt.[1]

Hewan Set

Dalam Kesenian Mesir kuno, Set digambarkan sebagai hewan yang langsing dan anggun, dijuluki oleh Egyptolog sebagai Hewan Set atau Binatang Topan. Binatang Topan ini memiliki moncong yang melengkung, telinga persegi, ekor seperti garpu, dan tubuh seperti anjing; kadang digambarkan sebagai manusia berkepala hewan Set ini. Hewan ini tidak mirip hewan yang ada; tetapi diduga merupakan hewan mitos paduan aardvark, keledai, jakal, atau serigala. Beberapa ahli Mesir awal menduga bahwa hewan ini merupakan perwujudan jerapah, karena 'tanduk' tumpulnya mirip tanduk osikon jerapah. Akan tetapi orang Mesir juga membedakan antara gambar jerapah dengan hewan set. Pada periode berikutnya set digambarkan sebagai keledai atau manusia berkepala keledai.[2]

Penggambaran paling awal hewan set muncul di gambar pada dinding makam Naqada I dari kurun Pradinasti (3790 SM–3500 SM), meskipun identifikasinya tidak jelas. Gambar hewan set juga muncul di ujung kepala tongkat upacara raja Kalajengking, penguasa Protodinasti. Kepala dan ekornya yang bercabang tampak jelas.[3]

Perseteruan antara Horus dan Set

Dalam mitologi di Heliopolis, Set dilahirkan dari perkawinan antara dewi langit Nut dan dewa bumi Geb. Saudari kembar sekaligus istri Set adalah Nephthys. Nut dan Geb juga melahirkan anak kembar laki-laki dan permpuan lainnya yang menjadi pasangan suci: Osiris dan Isis, yang memiliki putra Horus. Mitos mengenai perseteruan antara Set dan Horus, Osiris, dan Isis muncul dalam banyak sumber di Mesir, termasuk naskah piramida, naskah peti mati, dan batu Shabaka di dinding kuil Horus di Edfu, dan berbagai sumber naskah papirus. Papirus Chester Beatty No. 1 mengandung legenda mengenai persaingan antara Horus dan Set. Penulis sastra klasik juga mencatat legenda ini, terutama De Iside et Osiride karya Plutarch.[4]

Mitologi Mesir umumnya menggambarkan Osiris sebagai raja yang adil dan bijaksana, pembawa peradaban, dan menikmati rumahtangga yang bahagia bersama istrinya, Isis, yang juga adalah saudari kandungnya. Set yang iri hati atas kebahagiaan saudaranya menyusun rencana jahat untuk menggulingkan Osiris. Ia membunuh dan memutilasi jenazah Osiris yang dibuang dan disebarkan di berbagai pelosok dunia yang jauh. Dengan susah payah Isis berkelana dan mengumpulkan potongan jenazah suaminya, menyatukannya, membalsemnya, dan menjadikan Osiris sebagai mumi pertama, suatu contoh bagi tradisi pemakaman Mesir kuno. Osiris kemudian beralih berkuasa di dunia bawah yaitu di alam kematian. Dari persetubuhannya dengan mumi Osiris, Isis mendapatkan anak yang bernama Horus. Tentu saja Horus adalah musuh Set yang menuntut balas atas pembunuhan ayahnya. Horus memerangi Set, dan Egyptolog mereka ulang kembali pertempuran ini dengan menyebutkan Set menusuk mata kiri Horus, sementara Horus membalasnya dengan mengebiri Set. Rujukan mengenai mata ini mungkin bermakna konotatif, artinya merujuk pada perbuatan jahat Set yang mengambil atau mencongkel kedua matanya lalu satu matanya akan di letakkan di kepalanya sebagai kekuatan baru yang sebelumnya dimiliki horus yaitu mata yang mampu melihat segalanya, kemudian mata yang satunya lagi di simpan dalam ruang harta bawah tanah milik set, namun pada suatu ketika mata itu berhasil di curi oleh seorang manusia yang cerdik lalu diberikan kepada horus dengan syarat dia bisa membangkitkan kekasihnya yang telah meninggal.[5]

Orang Mesir kemudian menafsirkan pertarungan antara Set dan Osiris-Horus merupakan analogi pertarungan antara gurun (dilambangkan dengan Set) dan banjir yang menyuburkan sungai Nil (diwujudkan dengan Osiris atau Horus).

Pelindung Ra

Set digambarkan berdiri di bahtera Ra pada malam hari menombaki Apep yang berwujud ular, kura-kura, dan berbagai hewan air berbahaya lainnya. Pada periode akhir Mesir, misalnya pada masa pendudukan Persia atas Mesir, di kuil Hibis dan oase Khargah, Set digambarkan dalam peran ini dengan berkepala rajawali, meniru wujud Horus. Dalam Amduat Set digambarkan berperan penting dalam menaklukan Apep, dewa kejahatan berwujud ular.

Referensi

  1. ^ .H. te Velde, Seth, God of Confusion: A Study of His Role in Egyptian Mythology and Religion, Probleme der Ägyptologie, 6, G. E. van Baaren-Pape, transl. (W. Helck. Leiden: Brill 1967), pp.1-7.
  2. ^ H. te Velde, Seth, God of Confusion: A Study of His Role in Egyptian Mythology and Religion, Probleme der Ägyptologie, 6, G. E. van Baaren-Pape, transl. (W. Helck. Leiden: Brill 1967), pp.13-15.
  3. ^ H. te Velde, Seth, God of Confusion: A Study of His Role in Egyptian Mythology and Religion, Probleme der Ägyptologie, 6, G. E. van Baaren-Pape, transl. (W. Helck. Leiden: Brill 1967), pp.7-12.
  4. ^ H. te Velde, Seth, God of Confusion: A Study of His Role in Egyptian Mythology and Religion, Probleme der Ägyptologie, 6, G. E. van Baaren-Pape, transl. (W. Helck. Leiden: Brill 1967), chapter 2.
  5. ^ H. te Velde, Seth, God of Confusion: A Study of His Role in Egyptian Mythology and Religion, Probleme der Ägyptologie, 6, G. E. van Baaren-Pape, transl. (W. Helck. Leiden: Brill 1967), pp. 32-41.
Kembali kehalaman sebelumnya