SinghapalaSinghapala (Aksara Baybayin: ᜐᜒᜅ᜔ᜑᜉᜎ, bahasa Cebu: Dakbayan sa Singapala, bahasa Tagalog: Lungsod ng Singapala, bahasa Melayu Kuno: Kota Singapura) adalah kota berbenteng kuno, yang merupakan ibu kota dari Kerajaan Cebu. Letak kota kuno ini adalah yang sekarang menjadi Barangay Mabolo modern di distrik utara Kota Cebu. Kota ini didirikan oleh Sri Lumay bergelar Raja Muda Lumaya, seorang pangeran campuran Tamil-Melayu dari Sumatra.[1][2] Latar belakangEtimologi
Nama Singhapala diserap secara tidak langsung dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Tamil, yaitu Singama (சிங்கம்) menjadi Singa dalam bahasa Melayu Kuno, dan Puram (புரம்) berarti "Kota" menjadi Pura dalam bahasa Melayu Kuno, lalu diserap ke bahasa Filipina menjadi Pala, ragam Sanskritisasi menjadi "Singa-Puram", lalu ragam Melayu Kuno menjadi Singapura, yang berarti "Kota Singa", diserap dari Singapur (சிங்கப்பூர்), akar kata yang sama menamai negara Singapura. LetakLetak Singhapala kuno dikatakan berada di tempat yang sekarang menjadi bagian dari distrik Utara di barangay Mabolo modern di Kota Cebu,[1] dengan perkiraan jumlah penduduk sebanyak 21.842 jiwa pada tahun 2010. Kota Cebu modern terdiri atas 80 barangay. Barangay-barangay itu dikelompokkan menjadi dua distrik kongres, terdiri atas 46 barangay di Distrik Utara dan 34 barangay di in Distrik Selatan.[3][4][5][6] Pusat perdaganganSelama masa pemerintahan Rajah Humabon, wilayah tersebut sejak itu menjadi pusat perdagangan penting di mana hasil-hasil pertanian dipertukarkan ke luar Filipina. Dari Jepang, parfum dan peralatan kaca biasanya diperdagangkan untuk barang-barang asli. Produk gading, kulit, batu mulia, dan batu semi-mulia, serta śarkarā(Sarkarai dalam bahasa Tamil) berarti gula, sebagian besar berasal dari pedagang India dan Burma.[7] Pelabuhan Sugbu dan ibu kota Singhapala dikenal sehari-hari sebagai sinibuayng hingpit ("tempat berdagang"), disingkat menjadi sibu atau sibo ("berdagang"), yang diserap ke bahasa Spanyol menjadi "Cebú". Juga pada masa pemerintahan Humabon, Lapu-Lapu tiba dari Kalimantan, dan Humabon diberikan wilayah Mandawili (kini Mandaue), termasuk pulau yang dikenal sebagai Opong atau Opon (kemudian dikenal sebagai Mactan). Kontak pertama dengan Spanyol juga terjadi pada masa pemerintahan Humabon, yang mengakibatkan tewasnya Fernando de Magelhaens.[8] PendirianMenurut Aginid, Bayok sa atong Tawarik,[9] sebuah cerita rakyat Bisaya, sebelum penjajahan Spanyol, kerajaan adalah bentuk umum negara bagian atau pemerintahan pulau Cebu. Kerajaan ini didirikan oleh Sri Lumay (k. 1400 M), yang merupakan seorang pangeran dari Dinasti Cholayang menaklukan Sumatra kemudian yang menetap di Cebu dengan putranya, Sri Alho, mereka memerintah selatan yang dikenal sebagai Sialo yang meliputi Valladolid, Carcar, hingga Santander.[1][2]
Penjajahan SpanyolSinghapala mungkin terus ada sampai tahun 1565, ketika Kerajaan Cebu dibubarkan pada masa pemerintahan Rajah Tupas oleh pasukan penakluk Miguel López de Legazpi dalam pertempuran Cebu.[10] Singhapala dan daerah-daerah yang sekarang terdiri dari Kota Cebu modern telah tergabung dalam pemerintahan Spanyol, dan Miguel López de Legazpi menamai kota baru itu Villa de San Miguel de Cebú (kemudian berganti nama menjadi "Ciudad del Santísimo Nombre de Jesús)." Pada tahun 1567, garnisun Cebu diperkuat dengan kedatangan 2.100 tentara dari Spanyol Baru (Meksiko). Daerah jajahan yang berkembang kemudian dibentengi oleh Benteng San Pedro. Referensi
Pranala luar
|