Tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai kendaraan warisan budaya takbenda, seni pertunjukan, praktik sosial, ritual dan acara perayaan, pengetahuan dan praktik tentang alam dan alam semesta, dan kerajinan tradisional.
Tari Bali adalah beragam tarian yang berasal dari pulau Bali. Tari Bali tidak selalu bergantung pada alur cerita. Tujuan utama penari Bali adalah untuk menarikan tiap tahap gerakan dan rangkaian dengan ekspresi penuh. Kecantikan tari Bali tampak pada gerakan-gerakan yang abstrak dan indah. Tari-tari Bali yang paling dikenal antara lain Pendet, Gambuh, Baris, Sanghyang dan Legong.[1]
Tari Bali sebagian besar bermakna religius.[2] Sejak tahun 1950-an, dengan perkembangan pariwisata yang pesat, beberapa tarian telah ditampilkan pada kegiatan-kegiatan di luar acara keagamaan dengan beberapa modifikasi.[1]
Kategori
Dalam konvensi Komite Antarpemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda pada 29 November hingga 4 Desember 2015 di Windhoek, Namibia, UNESCO mengakui tiga genre tarian tradisional di Bali, Indonesia, sebagai Warisan Budaya Takbenda setelah diusulkan sejak 2011.[3][4]
Tiga genre yang diakui adalah jenis Wali (tarian sakral), Bebali (tarian semi-sakral/upacara) dan Balih-balihan (tarian untuk tujuan hiburan).[1].
Tari Wali dan Bebali hanya dapat ditarikan di tempat dan waktu tertentu.[1] Tari Wali dipentaskan di halaman bagian dalam pura dan tari Bebali di halaman tengah (jaba tengah).[1]. Sebaliknya tari Balih-balihan ditarikan di halaman luar pura (jaba sisi) dalam acara yang bersifat hiburan.[1]
Tiga genre diwakili oleh sembilan tarian, yang menggambarkan fungsi dan tradisi hidup dalam masyarakat Bali.
Ragam tari sesuai kategori adalah sebagai berikut:
Tari Wali ditarikan pada setiap kegiatan upacara adat dan agama Hindu di Bali. Di Pura, tarian ini dipentaskan di area terdalam pura (Jeroan).[2] Jenis tariannya antara lain:
Rejang, tarian yang ditampilkan oleh wanita secara berkelompok di halaman pura pada saat berlangsungnya upacara.[5] Tari rejang memiliki gerakan yang sederhana dan lemah gemulai.[5]
Baris, jenis tarian pria, ditarikan dengan gerakan yang maskulin.[6] Berasal dari kata bebaris yang bermakna prajurit, tarian ini dibawakan secara berkelompok, berisi 8 sampai 40 penari.[6]
Pendet, adalah tarian pembuka upacara di pura. Penari yang terdiri dari wanita dewasa menari sambil membawa perlengkapan sesajen.[2] Gerakan Tari Pendet lebih dinamis dibanding Tari Rejang.[7] Kini, Pendet telah ditarikan untuk hiburan, terutama sebagai tari penyambutan.
Sanghyang Dedari adalah tari yang memasukkan unsur-unsur kerasukan guna menghibur dewa-dewi, meminta berkat dan menolak bala.[2]
Barong adalah seni tari yang menceritakan pertarungan antara kebajikan dan kejahatan.[2] Tokoh utama adalah barong, hewan mistik yang diperankan dua penari pria, seorang memainkan kepala dan kaki depan, seorang lagi jadi kaki belakang dan ekor.[8]
Bebali
Bebali adalah jenis tarian upacara, biasanya dipentaskan di halaman tengah pura.[2] Tari ini sifatnya di antara sakral dan hiburan.[2]
Gambuh (Klungkung), adalah sendratari Bali yang tertua.[1] Musik, literatur dan kosakata yang digunakan dalam tariannya diturunkan dari periode Majapahit di Pulau Jawa.[1] Pertunjukkan ini biasanya ditampilkan di pura pada saat hari-hari besar dan upacara.[1]
Wayang Wong, Drama tari (Buleleng). Menggabungkan tarian, drama epik, dan musik.
Balih-balihan
Balih-balihan adalah jenis tarian yang bersifat non-religius dan cenderung menghibur.[2] Ditampilkan di halaman depan atau luar pura.[2] Jenis-jenisnya:
Janger adalah tarian pergaulan yang dibawakan oleh penari laki-laki maupun perempuan. Penari putri mengenakan mahkota berbentuk merak berwarna emas dan hiasan daun kelapa kering.[2] Sebagian besar tarian ditampilkan dalam posisi duduk, dengan gerakan-gerakan tangan, bahu dan mata.[2]
Kebyar atau kekebyaran dapat ditarikan secara solo, duet, trio, kelompok atau dalam sendratari.[9] Tari ini diiringi dengan permainan gamelan gong kebyar.[9]
Legong adalah tarian yang diciptakan oleh Pangeran Sukawati berdasarkan mimpinya melihat bidadari.[2] Penari legong yang berjumlah 3 orang menari mengikuti permainan gamelan semar pagulingan.[1]
Kecak adalah tarian beramai-ramai yang dibawakan di malam hari mengelilingi api unggun.[2] Ditampilkan oleh seratus atau lebih pria sambil duduk, dipimpin oleh pendeta di tengah-tengah. Tari kecak tak diiringi musik, tetapi hanya tepukan telapak tangan yang memukul bagian-bagian dari tubuh agar menghasilkan suara. Mereka mengucapkan kata-kata "cak, cak, cak" untuk menghasilkan suatu paduan suara unik.[10]
Joged Bumbung (Buleleng). Tarian sosial populer oleh pasangan, selama musim panen atau pada hari-hari penting.
Varian
Di Bali ada berbagai kategori tarian,[11] termasuk pertunjukan epik seperti yang ada di mana-mana seperti Mahabharata[12] dan drama Ramayana.
Upacara-upacara tertentu di kuil-kuil desa menampilkan pertunjukan khusus drama-tarian, pertempuran antara tokoh-tokoh mitos Rangda, penyihir yang mewakili kejahatan, dan Barongan, singa atau naga, mewakili yang baik. Jenis pertunjukan ini secara tradisional ditampilkan selama wabah penyakit epidemi yang diyakini oleh orang-orang sebagai akibat dari gangguan keseimbangan 'kekuatan baik dan buruk', yang diwakili oleh Rangda dan Barong. Pertempuran biasanya berdamai dalam harmoni atau keseimbangan antara Rangda dan Barong, alih-alih mengalahkan kejahatan.
Pendet, tarian sederhana dilakukan sebelum membuat persembahan di sebuah pura.
Tari Topeng, Di Bali, topeng dianggap sakral, seperti topeng barong ket (singa), barong macan, (harimau), barong bangkal (babi hutan), barong lembu (banteng) dan barong landung (raksasa). Menarikan tari topeng dilakukan untuk memainkan kisah kehidupan nenek moyang, kisah Ramayana atau riwayat sejarah. Tari topeng yang terkenal antara lain Topeng Pajegan. Tari ini dipentaskan pada saat upacara akil balig (metatah), pernikahan, dan perayaan di dalam pura. Cerita Topeng Pajegan didasarkan dari Babad Bali yang menceritakan kisah raja-raja Bali dan menteri-menterinya.
Teknik
Pengenalan terhadap tari & gamelan dimulai sejak anak-anak. Wanita hamil bahkan disarankan untuk sering mendengarkan gamelan untuk membiasakan bayi dalam kandungan. Pelatihan resmi sebagai penari Bali dimulai sejak usia 7 tahun walau ada yang memulai dari usia lebih dini. Dalam tarian Bali gerakan ini terkait erat dengan ritme yang dihasilkan oleh Gamelan Bali, ansambel musik tradisional Jawa dan Bali.[13]
Hentakan & ritme dari berbagai alat musik gamelan yang mengiringi tarian, diterjemahkan lewat ekspresi wajah, kerling mata, gerak lentik jemari, lengan, pinggul dan kaki.
Mudra[14][15][16] atau gestur dan sikap tubuh yang bersifat simbolis/ritual dalam Hinduisme dan Buddhisme pada tari Bali telah dikodifikasikan lebih rendah dari gerakan tari di India. Hal ini telah menimbulkan spekulasi bahwa kodifikasi itu telah terjadi ketika tarian itu diterjemahkan dari India ke Jawa.[17] Posisi tangan dan gerak tubuh tetap sama pentingnya dalam Jawa dan tarian Bali seperti di India.[18] Baik di India, Indonesia atau Kamboja, tangan memiliki peran khas ornamental dan menekankan kerumitan tarian yang dibawakan.
^The Folk Art of Bali: The Narrative Tradition (The Asia Collection) by Joseph Fischer and Thomas Cooper (1998)
^Story Cloths of Bali by Joseph Fischer (2004) p.57
^Performance in Java and Bali by B. Arps (1993) p.77
^Mudras: Yoga in Your Hands by Gertrud Hirschi (2000)
^Mudras in Buddhist and Hindu Practices: An Iconographic Consideration by Fredrick W. Bunce (2005)
^The Music and Dance of the World's Religions: A Comprehensive, Annotated Bibliography of Materials in the English Language (Music Reference Collection) by E. Gardner Rust (1996) p.72
^Burmese Dance and Theatre (Images of Asia) by Noel F. Singer (1996)
^A Dictionary of Theatre Anthropology: The Secret Art of the Performer by E. Barba (2005) p.156