Tasawuf Underground
Tasawuf Underground adalah komunitas, lembaga pendidikan dan pemberdayaan sosial, serta merupakan pondok pesantren yang didirikan Halim Ambiya pada 8 Februari 2012. Sejak awal pendiriannya, Halim Ambiya mengenalkan kampanye ilmu tasawuf di media sosial dan melakukan gerakan dakwah yang concern terhadap anak-anak punk dan jalanan. Tasawuf Underground pun tumbuh menjadi pesantren yang unik dan secara khusus mendidik kalangan marjinal dengan pendekatan ilmu tasawuf dan psikoterapi. Komunitas Tasawuf UndergroundSebagai komunitas, Tasawuf Underground pertama kali dikenalkan oleh Halim Ambiya dan Ade Irfan Abdurrahman pada tanggal 8 Februari 2012 melalui akun fans page dengan akun pribadinya di Facebook dengan nama “Tasawuf Underground.” Melalui unggahan artikel-artikel ilmiah tentang tasawuf yang ringan, inspiratif, dan penuh hikmah, Halim Ambiya menyebarkan virus-virus cinta tasawuf dan dakwah yang ramah dan penuh cinta kasih. Menurut Halim Ambiya, tujuan pendirian Tasawuf Underground untuk menjawab kegelisahan intelektualnya yang melihat miskinnya tradisi ilmiah di media sosial seperti Facebook dan Instagram. Dia melihat lemahnya pembelajaran ilmu tasawuf melalui media sosial. Dirinya merasa geram ketika melihat pembahasan tasawuf berkutat pada masalah klenik dan mistis semata. Sejak itu, Halim Ambiya mulai mengunggah kutipan dan kajian hikmah tasawuf yang bersumber dari kitab-kitab rujukan ilmu tasawuf seperti, kitab Al-Hikam karya Syekh Ibnu Atha'illah; kitab Sirrul-Asrar, Fathu Rabbani, Al-Ghunyah, Futuhul-Ghaib, Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir al-Jailani; kitab Ihya Ulumuddin, Minhajul Abidin, Bidayatul Hidayah, Al-Mawaizh fi Al-Ahadis Al-Qudsiyyah karya Imam al-Ghazali; kitab Risalah Al-Qusyairiyah karya Imam Al-Qusyairi; kitab Matsnawi dan Fihi Ma Fihi karya Maulana Jalaluddin Rumi, dan kitab-kitab rujukan ilmu tasawuf lainnya. Tujuannya agar masyarakat di media sosial mendapatkan pelajaran ilmu tasawuf dari rujukan ilmu yang representatif. Lebih dari 3.000 artikel dan kutipan mengenai tasawuf ditulis oleh Halim Ambiya dan diunggah melalui Facebook dan Instagram Tasawuf Underground. “Secara underground, jemaah saya bisa membaca kalimat-kalimat hikmah dari tokoh dan ulama tasawuf yang otoritatif sekaligus sumber kitab rujukannya. Mereka bisa membaca materi tasawuf di bus, kantor, kamar atau kampus, secara sembunyi-sembunyi, secara underground melalui Facebook dan Instagram Tasawuf Underground,” tuturnya. Sufi After HoursUntuk mengembangkan dakwahnya, Halim Ambiya pun tak hanya menyelenggarakan pengajian online, tetapi juga pengajian off air. Dia membuat pengajian di rumah, kantor, dan dari kafe ke kafe dalam sebuah program yang disebutnya sebagai Sufi After Hours. Kebanyakan jemaahnya adalah mereka yang mengikuti Tasawuf Underground di Facebook atau Instagram. Halim Ambiya mengangkat diskusi tasawuf secara akademik dan uraian ilmiah. Hal ini merupakan langkah yang tidak biasa. Dia mengundang profesor-profesor yang mendalami ilmu tasawuf dan filsafat Islam dalam forum pengajian yang diselenggaran oleh Tasawuf Underground dalam Sufi After Hours. Beberapa tokoh yang menjadi narasumber pengajian Sufi After Hours ini, antara lain, Prof. Dr. H. Kautsar Azhari Noer, beliau dikenal luas sebagai guru besar ilmu tasawuf yang mendalami filsafat dan tasawuf Syekh Ibnu Arabi; Prof. Dr. Rd. Mulyadhi Kartanegara, beliau bicara seputar puisi-puisi Maulana Jalaluddin Rumi, karena sang profesor adalah pakar dalam pemikiran Rumi; begitu juga Prof. Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag., beliau adalah profesor ilmu tasawuf dan pengamal tarekat yang diberi kepercayaan mengupas tentang terminologi-terminologi tasawuf kepada majelis underground; serta Dr. K.H. Ahmad Sodiq, M.A., seorang guru tarekat sekaligus akademisi yang mengenyam tradisi pesantren yang kuat dan menjadi dosen pascasarjana. "Kalau di Barat, after hours itu diisi dengan nenggak minuman keras di bar. Tapi, saya buat di kafe, rumah, dan kantor agar bisa ngopi, ngobrol perkara iman. Bahkan belajar ilmu tasawuf dari profesor ilmu tasawuf dan filsafat," jelas Halim. Langkah dakwah Halim Ambiya di media sosial mendapat sambut besar. Akun fans page Facebook Tasawuf Underground mencapai 343K likes dan 462K followers.[2] Sedangkan di akun Instagram mencapai 106K followers.[3] Halim Ambiya dengan Tasawuf Underground-nya berhasil viral dan menjadi perbincangan saat mengunggah video Shalawat Jaran Goyang, Shalawat Versi Despacito, Shalawat Versi Baby Shark, dan Shalawat Versi Doraemon yang dibuat oleh grup nasyid Aleehya, pimpinan Ari Zaenal. Secara organisatoris, Tasawuf Underground sebagai komunitas dan pondok pesantren berada di bawah Yayasan Bahjatun-Nufus. Akta Notaris Nomor 03 Tanggal 10 Maret, Syafiuddin Zuhri, SH, MKn. SK Kemenkumham RI Nomor AHU-0003650.AH.01.04. Tahun 2015. Namun, Halim Ambiya tidak menjadikan yayasan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), atau jabatan apa pun sebagai 'baju' yang melekat pada dirinya untuk melakukan pendekatan terhadap anak punk dan jalanan. Dia hadir sebagai Halim Ambiya secara pribadi untuk meyakinkan anak-anak binaanya. Merangkul Anak Punk dan JalananHalim Ambiya melihat bahwa agama terlalu melangit bila hanya dipelajari di dunia maya, tidak down to earth.[4] Dari pemikiran itu, dia mencoba untuk melakukan pendekatan terhadap anak punk dan jalanan secara pribadi. Di akhir tahun 2016, Halim Ambiya mulai merangkul anak-anak punk dan jalanan di sekitar Jabodetabek dengan lebih intensif. Awalnya, Halim mendekati mereka di perempatan Gaplek, Pondok Cabe, Kota Tangerang Selatan dengan cara berkawan. “Di awal kita ngopi bareng. Lambat laun mereka sendiri yang mau belajar ngaji dan shalat,” tuturnya.[5] Halim tidak mengenalkan dirinya sebagai Ustadz atau Kyai di hadapan anak-anak punk dan jalanan, melainkan hadir sebagai sahabat, datang sebagai guru, serta menjadi ayah ideologis bagi mereka.[6] Halim Ambiya mengungkapkan:
Melalui kegiatan nyata sosial, kemanusiaan dan keagamaan, Halim Ambiya ingin agar pengamalan ilmu tasawuf dapat dirasakan dampaknya bagi masyarakat luas. Salah satu model dakwah tasawuf yang dia lakukan adalah dengan pemberdayaan anak punk dan jalanan, baik secara agama, ekonomi, dan sosial. "Agama kalau hanya dipelajari saja tanpa amal yang nyata, agama menjadi terlalu kering, terlalu melangit, tidak dihunjamkan ke bumi,"[7] kata Halim. “Tasawuf bukan hanya ilmu langit, tapi juga ilmu bumi. Ilmu yang penerapannya vertikal dan horizontal, habblum minallah wa hablum minannas,” tuturnya lagi. Halim Ambiya menjelaskan bahwa tujuannya merangkul anak punk dan jalanan sebagai anak binaan adalah karena masyarakat marjinal ini tak tersentuh oleh para juru dakwah pada umumnya. Ini adalah program yang sangat menantang bagi Halim Ambiya. “Sebab, ilmu tasawuf boleh dikatakan sebagai bagian dari psikologi dan psikoterapi dalam Islam, maka saatnya saya mempraktikkannya untuk merangkul anak punk dan jalanan. Sebagian besar dari mereka berlatar belakang keluarga broken home, terpapar narkoba, pergaulan dan seks bebas, kenakalan remaja, dan kriminalitas lainnya, maka menjadi ranah dakwah yang jarang disentuh. Dari situ, akhirnya ada upaya berbagi cerita, berbagi berkah, dan berbagi ilmu. Mereka sendiri yang ingin ikut bergabung dengan saya, ikut mengaji, dan belajar shalat,” lanjutnya.[8] Menurutnya, anak punk dan jalanan itu unik. Cara mereka berpakaian, gaya rambut, dan gaya hidup mereka pun berbeda dan sangat mencolok. Hobi musiknya pun berbeda, cara berpikir dan ideologi mereka yang anti kemapanan dan selalu melakukan pemberontakan terhadap keluarga dan masyarakat menjadikan mereka dicap negatif oleh masyarakat luas. Stigma masyarakat seperti itu yang sedang ditentang oleh Halim Ambiya melalui serangkaian dakwah yang merangkul dan bukan memukul. “Bagi saya, punk itu bukan kriminal,[9] tapi hanya sekadar gaya hidup dan aliran musik yang patut dihargai. Maka, tugas kita adalah membawa mereka ke jalur yang benar, menjauhkan dari narkoba dan tindak kriminal lainnya,” ungkap Halim. Secara organisatoris, Tasawuf Underground sebagai komunitas dan pondok pesantren berada di bawah Yayasan Bahjatun-Nufus. Akta Notaris Nomor 03 Tanggal 10 Maret, Syafiuddin Zuhri, SH, MKn. SK Kemenkumham RI Nomor AHU-0003650.AH.01.04 Tahun 2015. Namun, Halim Ambiya tidak menjadikan yayasan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), atau jabatan apa pun sebagai 'baju' yang melekat pada dirinya untuk melakukan pendekatan terhadap anak punk dan jalanan. Dia hadir sebagai Halim Ambiya secara pribadi untuk meyakinkan anak-anak binaanya. Halim Ambiya mengatakan:
Pengajian di Kolong JembatanPada tahun 2018, Komunitas Tasawuf Underground yang dipimpin oleh Ustadz Halim Ambiya menggelar pengajian di beberapa titik sekitar Jabodetabek, seperti di Ciputat, Sawangan, Parung, Pondok Ranji, Tebet, Gondangdia, Tanah Abang, Cipinang, Tanjung Priok, dan Kebon Jeruk. Terdapat sekitar 120 anak punk dan jalanan binaan Tasawuf Underground di seluruh Jabodetabek. Pada November 2018, Halim Ambiya secara khusus membuat pengajian di kolong jembatan Tebet, setiap hari Jumat dan Sabtu pukul 14.00-17.00 WIB.[11] Terdapat sekitar 40 anak punk dan jalanan binaan yang mulai mengaji di sana.[12] Dibantu oleh para relawan, puluhan anak punk dan jalanan belajar membaca Iqro hingga Al-Qu'ran, tata cara wudhu, memahami makna bacaan shalat beserta makna geraknya, dan bimbingan konseling. Relawan ini adalah pengikut akun media sosial Tasawuf Underground dari Facebook dan Instagram yang merasa terpanggil untuk membantu gerakan dakwah Halim Ambiya. Mereka hadir dengan suka rela hingga menawarkan pekerjaan kepada anak-anak punk dan jalanan. Relawan ini dari berbagai macam profesi, seperti dokter, mahasiswa, notaris, pengacara, pengusaha, tentara, dan sebagainya.[13] Langkah ini membuat kegiatan Tasawuf Underground menjadi viral di media sosial. Media cetak dan elekronik serta media dari dalam dan luar negeri pun semakin meramaikan kegiatan dakwahnya kolong jembatan, di depan Stasiun Tebet. Namun, Halim Ambiya tak terjebak pada euforia karena viral di media sosial. "Gara-gara viral jadi bikin masalah. Saya buat pengajian di kolong jembatan itu bukan untuk meramaikan kolong jembatan. Tapi, untuk mengajak mereka pulang," tegas Halim Ambiya. Halim Ambiya benar, dirinya membuat pengajian di kolong jembatan justru untuk membuat program Pengenalan Peta Jalan Pulang. Dia ingin mengajak anak-anak punk dan jalanan agar meninggalkan jalanan dan ketergantungannya pada narkoba dan psikotropika. Melalui pendidikan rohani yang pernah didapatnya di Pondok Pesantren Suryalaya, Halim Ambiya berusaha keras mengajak mereka agar bisa menikmati shalat dan dzikir bersamanya. Karena itu, selain tetap menyelenggarakan pengajian di hari Jumat dan Sabtu, Halim Ambiya mulai mengenalkan konsep dzikir dan hidroterapi kepada anak binaannya. Dibantu oleh relawan, Halim Ambiya menyewa hotel atau guest house untuk menampung anak-anak binaannya agar bisa berdzikir dan mandi di kolam renang. Halim Ambiya mulai mengenalkan dzikir jahr, dzikir kohfi, dan hidroterapi seperti yang dilakukan di Inabah Pondok Pesantren Suryalaya kepada mereka. Selain itu, Halim Ambiya juga selalu mencari cara agar anak-anak binaannya meninggalkan kolong jembatan dan tidak mengamen di jalanan agar mereka terbebas dari kekerasan dan kegelapan Ibukota. Halim Ambiya pun mulai mengajak satu per satu dari mereka untuk "mondok" di kantornya yang berada di Ciputat. Dia menyediakan kantor pribadinya untuk menampung 10 sampai 15 anak punk dan jalanan untuk menginap. Mereka disediakan tempat tinggal, makanan, serta fasilitas seperti alat sablon dan komputer agar mereka bisa berkarya. Pondok Tasawuf UndergroundSeperti umumnya, pendirian pondok atau pesantren di Nusantara, lembaga pendidikan ini lahir dari gagasan dan kiprah seorang Kyai di suatu tempat, lalu santri datang untuk belajar ilmu agama kepadanya. Setelah itu, semakin hari semakin banyak santri yang datang menimba ilmu darinya. Hal ini pun terjadi pada Pondok Tasawuf Underground. Halim Ambiya sebagai pendiri, merancang pendirian pesantren melalui strategi panjang perjalanan dakwahnya. Halim Ambiya menyusun konsep pemberdayaan dan pendidikan dalam sebuah street base—mengumpulkan anak-anak punk dan jalanan di tempat dimana mereka berkumpul. Mengajarkan ilmu agama layaknya pesantren, dari alif-ba-ta hingga pelajaran fiqih, tafsir, hadis hingga tasawuf. Pada saat yang sama, Halim Ambiya juga membuat community base—membuat jaringan relawan dari komunitas dan jemaah online maupun offline yang dikembangkan oleh Halim Ambiya sendiri. Komunitas yang dihimpunnya ini kemudian membantu kebutuhan pendirian pondok pesantren sebagai central base. Pondok Pesantren ini menjadi sentral perekrutan santri, sekaligus menjadi tempat pendidikan dan pemberdayaan anak-anak punk dan jalanan untuk dididik secara rohani, dengan pendekatan ilmu tasawuf dan psikoterapi, serta diberdayakan secara ekonomi dan sosial. Uniknya, santri yang didik di Pondok Tasawuf Underground mayoritas dari kalangan anak-anak punk dan jalanan, Maka, lembaga pendidikan ini memiliki metode pembelajaran dan kurikulum berbeda dengan pondok pesantren pada umumnya. Pondok ini tidak memiliki kalender akademik yang formal, karena setiap saat bisa menerima santri kapan pun. Di pondok ini, dipelajari ilmu baca tulis Al-Qur’an, bahasa Arab, fiqih, tauhid, sejarah Islam, hadis, tafsir, dan tasawuf. Metode pengajarannya seperti pondok pesantren Nahdliyyin, yakni dengan menggunakan kitab-kitab kuning. Santri-santri Tasawuf Underground mengikuti kajian kitab Safinatun-Najah karya Syekh Salim bin Abdullah al-Hadrami, kitab Bulughul Maram karya Syekh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, kitab Aqidatul Awam karya Syekh Sayyid Ahmad Marzuqi, Tafsir Jalalain karya Syekh Jalaluddin Al-Mahalli dan Syekh Jalaluddin As-Suyuthi, kitab Nashaihul ‘Ibad karya Syekh Nawawi Al-Bantani, kitab Arbain Nawawi karya Imam Nawawi, kitab Al-Hikam karya Syekh Ibnu Atha’illah, kitab Sirrul Asrar, kitab Fathu Rabbani, dan kitab Futuhul Ghaib karya Syekh Abdul Qadir al-Jailani, kitab Minhajul Abidin, kitab Al-Mawa’izh fi Al-Ahadis Al-Qudsiyyah, dan kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali. Santri Pondok Tasawuf Underground tidak dikenakan biaya sepeser pun. Semua pembiayaan ditanggung oleh pondok pesantren yang dikelola oleh Yayasan Bahjatun-Nufus. Kyai Halim Ambiya sebagai sentral figur, pendiri dan pengasuh Pondok Tasawuf Underground menjadi pengajar utama bagi para santri, terutama pada mata pelajaran tauhid, fiqih, dan tasawuf. Beberapa pengajar di pondok ini, antara lainnya, Ustadz M. Yusni Amru Ghazali, M.Si., Ustadz Tata Septa Yudha, M.Si., Ustadz Ibnu Sina, M.Si., Ustadz Ade Irfan Abdurrahman, M.Si., Ustadz Abdul Hamid Mahmudi S.Ag., Ustadz Rizqi Suripto dan Ustadz Fakhruddin, serta tim pengajar metode Amtsilati Korwil Jabodetabek. Pendidikan di Pondok Tasawuf Underground tertuang dalam beberapa aspek penting, diantaranya: Pertama, Pendidikan Rohani. Penggemblengan pendidikan rohani ini dimulai sejak awal rekrutmen. Para santri diajarkan pentingnya pengetahuan fardhu ain dan fardhu kifayah, terutama belajar dan praktik wudhu, thaharah, shalat, dan dzikir. Tasawuf Underground menggunakan model Inabah Pondok Pesantren Suryalaya. Hal ini disadari karena peserta didik di pesantren ini adalah anak-anak punk dan jalanan yang terpapar narkoba dan psikotropika. Karena itu, masa 3 bulan pertama berfokus pada pelepasan mental jalanan dan menghilangkan ketergantungan terhadap obat-obatan berbahaya dengan menggunakan metode shalat, dzikir dan hidroterapi. Peserta didik diarahkan untuk mengikuti kegiatan pesantren yang dipantau selama 24 jam. Kedua, Pendidikan Agama Islam. Pada tahap kedua pembelajaran, para santri mulai dikenalkan dengan pelajaran bahasa Arab, tauhid, fiqih, aqidah akhlak, tafsir, hadis, dan tasawuf. Karena masing-masing santri berbeda umur, berbeda kemampuan, dan jenjang pendidikan di awal masuk Pondok Tasawuf Underground, maka mereka dipisahkan dalam beberapa kelas dan pengajian kitab yang berbeda-beda. Ketiga, Pendidikan Kewirausahaan. Seluruh santri mendapatkan peluang yang sama untuk mengikuti pelatihan-pelatihan kewirausahaan sesuai dengan bidang minat dan bakat yang diinginkannya, antara lain, pelatihan sablon, pelatihan komputer, desain grafis, pelatihan barista, pelatihan perbengkelan motor, pelatihan laundry sepatu, dan sebagainya. Para santri juga berkesempatan untuk magang dan bekerja di lini usaha milik pondok, seperti kafe, laundry, bengkel motor, cucian mobil, kios buah-buahan, dan penjualan motor custom. Keempat, Pendidikan Seni dan Kebudayaan. Pondok Tasawuf Underground menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kesenian dan kebudayaan yang sangat menunjang bagi mental dan spiritual para santri, antara lain, pelatihan teater, musik, dan fotografi jurnalistik. Kelima, Pendidikan Formal. Seluruh santri diarahkan untuk melanjutkan jenjang pendidikan formal. Karena sebagian besar anak-anak punk dan jalanan adalah mereka yang putus sekolah, maka Pondok Tasawuf Underground bekerja sama dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) mengadakan kegiatan belajar paket A, B, dan C untuk para santri. Bahkan, santri yang berprestasi mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan jejang pendidikan di perguruan tinggi. Saat ini, Pondok Tasawuf Underground berada di Komplek Ruko Ciputat, Jalan RE Martadinata Blok C No. 27, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Indonesia. Di ruko tiga lantai inilah kegiatan Tasawuf Underground berpusat. Di lantai satu dijadikan lini usaha kafe dan laundry, di lantai dua digunakan untuk tempat belajar dan pengajian, dan di lantai tiga digunakan sebagai asrama para santri. Terdapat puluhan anak punk dan jalanan yang mondok di pesantren ini. Mereka tinggal di sana sekaligus mengaji layaknya di pondok pesantren.[14] Selain itu, kegiatan ekonomi santri juga mendapatkan wadahnya di 513 KM Carwash, yang beralamat di Jalan KH Dewantara No. 6, RT00/012, Sawah Lama, Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Di lokasi ini menjadi pusat bisnis para santri, bengkel motor dan penjualan motor custom, penjualan buah-buahan dan coffee shop, serta cucian mobil dan motor. Peta Jalan PulangKonsep Pengenalan Peta Jalan Pulang adalah sebuah metode dakwah yang diinisiasi oleh Ustadz Halim Ambiya dalam melakukan pendekatan terhadap anak-anak punk dan jalanan binaannya.[15] Jalan pulang yang dimaksud adalah jalan pulang kepada Allah SWT dan jalan pulang kepada keluarga, kembali kepada orang tua. Jalan pulang kepada Allah SWT yakni melalui pendidikan rohani, shalat, dzikir, dan hidroterapi. Jalan pulang kepada keluarga yakni melakukan pemberdayaan sosial dan ekonomi dengan memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan hobi dan potensi mereka masing-masing. Terapi dzikir dan hidroterapi menjadi cara yang digunakan Pondok Tasawuf Underground untuk menyadarkan mental dan spiritual anak didik agar memahami tugas kehambaan seorang makhluk kepada Tuhannya. Dengan dzikir, seseorang akan menyadari tentang kekeliruan dan kesalahannya di masa lalu, serta menyadarkannya untuk mendekat dan terus mendekat kepada Allah SWT. Shalat dan dzikir akan menjadi terapi yang sangat bermanfaat bagi jiwa dan raga. Nantinya, setelah lepas dari kecanduan narkotika, anak tersebut akan diajak bicara tentang apa saja keahlian mereka yang bisa dilakukan untuk menjalani hidup.[16] "Kalau saya hanya mengajarkan shalat dan dzikir, mengajarkan mereka mengaji dan baca kitab, lalu mereka tetap mengamen di jalanan, apa jadinya? Mereka bisa mabok maning, mabok maning. Maka, harus dibekali kemampuan bekerja dan berwirausaha. Agar dia bisa pulang ke rumahnya, menjadi pribadi baru yang bermartabat," jelas Halim Ambiya. Halim Ambiya tidak menggunakan istilah "hijrah" dalam syiar dakwahnya. Hal ini bukan karena ingin berbeda dengan tren kaum milenial yang sedang marak sekarang. Namun, lebih karena alasan mendasar dari konsep dakwah yang digelutinya. "Kadang tidak tepat dikatakan hijrah. Misalnya, saya berhasil menyadarkan ahli tato untuk meninggalkan pekerjaannya mentato tubuh, karena melanggar syariat. Lalu, saya mengajarkannya desain grafis, melukis di kanvas, dan desain interior. Akhirnya beralih pekerjaan barunya menjadi pelukis dan desainer. Keahliannya melukis tetap dipertahankan, tetapi diubah dari melukis tubuh beralih ke melukis kanvas dan dinding. Lalu, dia hanya butuh tekad bertobat dan mencari pekerjaan halal. Dia bahkan tak perlu meninggalkan jalanan," tuturnya. Menurut Halim Ambiya, istilah Peta Jalan Pulang sebenarnya adalah pemahaman makna dan pelaksanaan pertobatan.[17] "Karena tawbah atau inabah sebenarnya berarti 'kembali' atau 'pulang' ke pangkal jalan. Tapi kan tidak mungkin saya ketemu anak punk dan jalanan, lalu teriak "Ayo tobat, Bro!"" tegasnya. Jadi, penggunakan istilah "Jalan Pulang" bukan hanya sekadar eufemisme, tetapi lebih pada pertimbangan metodologis.[18] "Dalam tasawuf, tobat adalah maqam pertama. Pertobatan adalah stasiun pertama yang harus dilalui seorang salik dalam menjalankan laku spiritual. Konsep ini tertuang dalam kitab Sirrul Asrar karya Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Seluruh nabi dan rasul saja mencontohkan konsep pertobatan. Rasulullah saja beristigfar sampai 100 kali setiap hari. Maka pertobatan adalah bahan bakar utama untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik," jelas Halim Ambiya.[19] Penelitian Ilmiah tentang Tasawuf Underground
Referensi
Pranala luar |