Televisi digital terestrial
Televisi Digital Terestrial (DTTV atau DTT) adalah siaran yang menggunakan frekuensi VHF/UHF seperti halnya penyiaran analog, tetapi dengan konten dan sistem yang digital.[1][2][3] Layaknya televisi pada umumnya, siaran dari televisi digital terestrial dipancarkan dari stasiun transmisi (land-based transmitter) televisi dan diterima oleh antena TV UHF konvensional, dengan transmisinya adalah dalam bentuk bit data 0 dan 1 untuk menghasilkan sinyal audio, visual, dan data ke dalam pesawat televisi dengan kualitas tinggi. Siaran televisi digital terestrial berisikan siaran stasiun-stasiun televisi yang beroperasi secara free-to-air, sehingga masyarakat tidak dipungut bayaran (gratis) untuk menonton. Karena itulah, televisi digital terestrial bukanlah/tidak sama dengan televisi satelit, televisi on-line dengan internet maupun streaming video yang memerlukan pulsa, biaya berlangganan atau lainnya.[4][5] Untuk menerimanya, masyarakat dapat menggunakan set-top-box (STB) atau televisi yang dilengkapi dengan tuner penerima siaran digital yang keduanya dihubungkan dengan antena biasa. Baik STB maupun tuner merupakan alat untuk mengubah sinyal digital menjadi gambar dan suara dan menampilkannya pada pesawat televisi. Televisi digital terestrial merupakan suatu kemajuan dari televisi analog terestrial, dan di banyak negara sudah banyak menggantikan televisi analog yang sudah beroperasi sejak pertengahan abad ke-20. Televisi digital terestrial pertama kali diujicobakan pada November 1998, pertama kali oleh sistem ONdigital di Britania Raya, yang menggunakan teknologi DVB-T.[6] Kini, sudah banyak negara yang mematikan siaran analognya secara penuh dan beralih ke televisi digital terestrial sejak 2006; proses ini dinamakan Analog Switch-Off (ASO) atau Digital Switchover (DSO). Keunggulan dan potensiKualitas siaranPenggunaan TV digital sendiri didasari beberapa keunggulan. Dalam penyiaran televisi analog, semakin jauh dari stasiun pemancar televisi, sinyal akan melemah dan penerimaan gambar menjadi buruk dan berbayang (semut).[1][2][3] Lain halnya dengan penyiaran televisi digital, pemancar akan terus menyampaikan gambar yang jernih sampai pada titik dimana sinyal tidak dapat diterima lagi.[1][2][3] Gambar dan suara yang dihasilkan dalam televisi digital jauh lebih stabil dan resolusi lebih tajam ketimbang analog. Hal ini dimungkinkan oleh penggunaan sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) yang mampu mengatasi efek lintas jamak (multipath). Penerimaan jernih semacam ini tetap dapat dinikmati walaupun pesawat penerima berada dalam keadaan bergerak dengan kecepatan tinggi, seperti yang terjadi jika penerima TV berada di atas mobil yang berjalan cepat atau dengan pesawat penerima mobile TV. Kualitas siaran televisi digital, bisa dikatakan berakurasi dan berresolusi tinggi, yang dipancarkan dalam kanal dengan laju sangat tinggi mencapai belasan Mbps.[butuh rujukan] Sinyal digital juga dikenal akan ketahanannya terhadap efek interferensi, derau dan fading, serta kemudahannya untuk dilakukan proses perbaikan (recovery) terhadap sinyal yang rusak akibat proses pengiriman atau transmisi sinyal. Perbaikan akan dilakukan di bagian penerima dengan suatu kode koreksi error (error correction code) tertentu. Dengan siaran yang jernih seperti dalam siaran televisi kabel/satelit, siaran stasiun-stasiun televisi ini tetap beroperasi secara free-to-air atau tidak berbayar.[1] Bahkan stasiun-stasiun televisi dapat memancarkan programnya dalam format 16:9 (layar lebar) dengan standar Standard Definition (SD) maupun High Definition (HD). Kualitas suara pun mampu mencapai kualitas CD stereo, bahkan stasiun televisi dapat memancarkan suara dengan Surround Sound (Dolby Digital).[butuh rujukan] FrekuensiTeknologi siaran televisi digital lebih efisien dalam pemanfaatan spektrum dibanding siaran televisi analog. Selain itu, televisi digital juga menawarkan hal keekonomisan frekuensi. Siaran digital TV mampu memultipleks beberapa program sekaligus, hingga 12 kanal dalam satu frekuensi, dengan kualitas siaran cukup baik dan program yang bervariasi tentunya.[7] Ini jauh lebih efisien dibanding dengan siaran analog dimana satu frekuensi hanya untuk satu siaran saja. Dengan keunggulan ini, keterbatasan jumlah kanal dalam spektrum frekuensi siaran yang menjadi penghambat perkembangan industri pertelevisian pada era analog dapat diatasi dan memungkinkan munculnya stasiun-stasiun televisi baru yang lebih banyak dengan program siaran yang lebih bervariasi, dan diharapkan tidak ada lagi antrian ataupun penolakan izin terhadap rencana pendirian televisi nasional maupun lokal karena keterbatasan frekuensi. Frekuensi yang tersisa sendiri kemudian dapat dimanfaatkan untuk hal lain, dengan salah satu yang terpenting adalah untuk layanan broadband.[8] Dalam praktiknya nanti penyelenggara juga bisa menjadi operator penyelenggara jaringan yang mentransfer program dari stasiun-stasiun televisi lain yang ada di dunia menjadi satu paket layanan sebagaimana penyelenggaraan televisi kabel berlangganan yang ada saat ini. Walaupun demikian untuk membuka kesempatan bagi pendatang baru di dunia TV siaran digital ini, dapat ditempuh pola Kerja Sama Operasi antar penyelenggara TV yang telah mapam dengan calon penyelenggara TV digital baru. Sehingga di kemudian hari penyelenggara TV digital dapat dibagi menjadi network provider dan program/content provider. Penyelenggara siaran dapat menyiarkan program mereka secara digital dan memberi kesempatan terhadap peluang bisnis pertelevisian dengan konten yang lebih kreatif, menarik, dan bervariasi. Maka, bentuk penyelenggaraan sistem penyiaran televisi digital mengalami perubahan dari segi pemanfaatan kanal ataupun teknologi jasa pelayanannya.[butuh rujukan] Keuntungan lainnya adalah bahwa sinyal digital bisa dioperasikan dengan daya yang rendah (less power). Di samping itu, penambahan varian DVB-H (handheld) mampu menyediakan tambahan sampai enam program siaran lagi, khususnya untuk penerimaan bergerak (mobile). Ini karena transmisi digital menggunakan pita lebar efisiensi tinggi karena interferensi saluran digital lebih rendah, sehingga beberapa channel bisa "dipadatkan" dan dihemat. Hal ini menjadi sangat mungkin karena penyiaran TV digital menggunakan sistem OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) yang tangguh dalam mengatasi efek lintas jamak (multipath fading).[butuh rujukan] Adanya berbagai fiturAplikasi teknologi siaran digital menawarkan integrasi dengan layanan multimedia lainnya serta integrasi dengan layanan interaktif seperti video sesuai permintaan (video on demand/VoD), tayangan berbayar (pay per view/PPV), bahkan layanan komunikasi dua arah layaknya internet seperti telekonferensi. Televisi interaktif dapat terikat kepada individu secara personal yang memungkinkan seperangkat layanan diantarkan ke rumah, dan dapat digunakan layaknya penjelajah web (web browser), sehingga sangat integratif fungsinya. Pemirsa bisa menggunakan televisi interaktif untuk mengirim e-mail, home shopping, dan memainkan game favoritnya. Namun, pemirsa tetap akan menggunakan televisi secara pasif, sebagaimana fungsi aslinya, tetapi kemudian akan terbiasa untuk menggunakan fungsi yang lebih maju seperti fitur-fitur interaktif. Fitur-fitur itu antara lain: layanan data dengan menu Bahasa Indonesia, informasi ramalan cuaca, keadaan lalu lintas, keuangan, peringatan dini bencana alam, berita, dan dapat dilengkapi dengan sarana pengukuran rating TV.[butuh rujukan] Ini karena frekuensi yang digunakan dalam siaran televisi digital juga bisa digunakan untuk internet, komunikasi data, bahkan telepon, mengingat kemampuan komunikasi duplex (dua arah) yang dapat dilakukan pada teknologi televisi digital. Siaran televisi digital DVB mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan jalur kembali antara IRD dan operator melalui modul Sistem Manajemen Subscriber. Jalur tersebut memerlukan modem, jaringan telepon atau jalur kembali televisi kabel, maupun satelit untuk mengirimkan sinyal balik kepada pengguna seperti pada aplikasi penghitungan suara melalui televisi. Ada beberapa spesifikasi yang telah dikembangkan, antara lain melalui jaringan telepon tetap (PSTN) dan jaringan berlayanan digital terintegrasi (ISDN). Selain itu juga dikembangkan solusi komprehensif untuk interaksi melalui jaringan CATV, HFC, sistem terestrial, SMATV, LDMS, VSAT, DECT, dan GSM. Dengan melihat fungsi lama televisi dan kemampuannya untuk terhubung dengan internet, televisi menjadi kanal komunikasi yang sangat kuat dan mampu menjangkau seluruh sektor masyarakat.[butuh rujukan] Peluang baru bagi industriUntuk stasiun televisi yang sudah mapan di ranah siaran analog, masa transisi atau migrasi dapat dimanfaatkan untuk membangun citra yang baru. Ini dikarenakan berbagai sumber daya yang telah dimiliki dapat dipergunakan kembali dalam siaran digital sehingga tidak diperlukan dana yang besar untuk pembangunan infrastruktur. Dengan demikian, stasiun televisi dapat memusatkan perhatianya untuk meraih jumlah pemirsa yang diinginkan dengan brand baru yang dibuat sesuai dengan siaran digital yang dilakukannya. Hal semacam ini telah dilakukan stasiun-stasiun televisi di negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.[butuh rujukan] Selain itu, menurut pemerintah sendiri, migrasi televisi digital juga mampu membuka peluang bagi industri kreatif dengan konten siaran yang lebih beragam.[9] Hal ini karena televisi digital berbeda dari saat ini, dimana penyelenggara televisi digital hanya berfungsi sebagai operator penyelenggara jaringan (dalam hal ini pengelola mux) televisi digital, sedangkan programnya dapat diselenggarakan oleh operator lainnya yang khusus menyelenggarakan program/siaran televisi digital. Para penyedia program hanya terkonsentrasi pada isi program saja dan tidak perlu mengurus penyiapan infrastruktur jaringan dan pengoperasiannya. Penyedia konten hanya membayar sewa jaringan transmisi saja atau bisa dijual kepada distributor konten. Dengan pemisahan ini maka masing-masing bisa lebih terkonsentrasi pada bidang bisnisnya sendiri sehingga masyarakat pemirsa TV akan memperoleh kualitas pelayanan yang lebih beragam dan tentunya lebih baik. Pada sistem penyiaran TV Digital dimungkinkan munculnya jasa-jasa layanan baru seperti informasi-informasi laporan lalu lintas, ramalan cuaca, berita, olahraga, pendidikan, bursa saham, kesehatan dan informasi-informasi layanan masyarakat lainnya. Dengan pemisahan dan peluang jasa baru tersebut, maka bisa muncul banyak perusahaan baru yang akan bergerak di bidang penyelenggaraan televisi digital.[butuh rujukan] Mendukung berkembangnya industri elektronikaDi Indonesia, dalam rangka merancang langkah-langkah strategis dalam migrasi siaran analog ke digital, dibentuk tiga kelompok kerja yang salah satunya adalah Kelompok Kerja Teknologi Peralatan Penyiaran Digital yang bertugas menyiapkan standardisasi perangkat penyiaran digital terestrial. Setelah standar itu nantinya ditetapkan, langkah penting yang harus diambil oleh Pemerintah adalah menunjukkan keberpihakannya terhadap industri dalam negeri yang memiliki kapasitas untuk membuat set top box (STB) sesuai standar yang telah ditentukan. Jika muncul keraguan terhadap produk dalam negeri ini, bisa ditekan dengan memberikan rekomendasi Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga bisa memberikan perlindungan pada konsumen.[butuh rujukan] Keberpihakan pemerintah terhadap industri akan berbuah pada munculnya produk STB produksi dalam negeri yang berkualitas baik dan dengan harga yang lebih terjangkau oleh masyarakat dibanding produk serupa dari luar negeri. Selain itu, penggunaan standar SNI juga akan mencegah pasar dibanjiri oleh STB dari luar negeri dengan harga yang lebih murah namun kualitasnya dpertanyakan. Lebih lanjut, bisa pula dilakukan kerjasama dengan pihak operator siaran agar hanya STB buatan dalam negeri yag bisa menangkap siaran mereka. Intinya, masa transisi dan migrasi dari siaran analog ke digital juga membawa potensi pertumbuhan industri elektronika di dalam negeri jika terjadi koordinasi yang baik di antara pihak terkait.[butuh rujukan] Kelebihan lainnyaBeberapa keunggulan lain dari siaran digital, seperti:[butuh rujukan]
SistemStandarTerdapat banyak teknologi televisi digital terestrial yang telah diterapkan di berbagai negara di seluruh dunia, meliputi:[10]
Cakupan penerapan dari sistem-sistem tersebut berbeda. ATSC dioperasikan di Amerika Utara dan Korea Selatan, ISDB-T (layanan penyiaran digital terestrial terintegrasi) dioperasikan di Jepang dan Brasil, DVB-T/T2 (penyiaran video digital terestrial) dioperasikan di Eropa, Australia, Selandia Baru, Kolombia, Uruguay dan sejumlah negara Afrika, dan DTMB di Tiongkok dan Pakistan. Bisa dikatakan, perbedaan prinsip tersebut dapat ditafsirkan merupakan kelanjutan dari tiga standar TV analog, yaitu PAL (Eropa), NTSC (Amerika) dan SECAM. Semua standar sistem pemancar sistem digital berbasiskan sistem pengkodean OFDM dengan kode suara MPEG-2 untuk ISDB-T dan ASTC serta MPEG-1 untuk DVB-T. Akan tetapi, ada juga perbedaan-perbedaan di antara mereka. Sebagai contoh, dibanding DVB-T, ISDB-T sangat fleksibel dan memiliki kelebihan terutama pada penerima dengan sistem seluler. ISDB-T dapat diaplikasikan pada sistem dengan lebar pita 6,7 MHz dan 8 MHz. Fleksibilitas ISDB-T bisa dilihat dari mode yang dipakainya, di mana mode pertama digunakan untuk aplikasi seluler televisi berdefinisi standar (SDTV), mode kedua sebagai aplikasi penerima seluler dan SDTV atau televisi berdefinisi tinggi (HDTV) beraplikasi tetap, serta mode ketiga yang khusus untuk HDTV atau SDTV bersistem penerima tetap. Semua data modulasi sistem pemancar ISDB-T dapat diatur untuk QPSK dan 16QAM atau 64QAM. Perubahan mode ini bisa diatur melalui apa yang disebut kontrol konfigurasi transmisi dan multipleks (TMCC).[butuh rujukan] Standar DVB Eropa adalah standar yang paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Perbedaan standar yang digunakan oleh masing-masing negara ini lebih disebabkan oleh masalah preferensi teknologi, kemudahan adaptasi, bahkan hingga masalah nasionalisme. Penentuan standar menjadi hal penting karena apabila salah menentukan pilihan bisa jadi teknologi yang diadopsi ternyata tidak cocok digunakan di dalam negeri dan mengakibatkan kerugian terhadap investasi publik. Hal ini pernah terjadi di Indonesia ketika pemilihan teknologi Betamax, ternyata negara lain menggunakan teknologi VHS. Teknologi Betamax lambat laun jauh tertinggal dan akhirnya tidak bisa digunakan. Ini menyebabkan masyarakat yang telah membeli teknologi Betamax mengalami kerugian material karena teknologi tersebut tidak bisa digunakan. Meskipun demikian, standar-standar televisi digital tersebut sedang dalam proses penyatuan format sehingga akan lebih mudah dan murah proses adopsinya ke seluruh dunia. Pemilihan DVB-T/T2 oleh Indonesia merupakan hasil analisis Tim Nasional Migrasi Sistem Penyiaran dari Analog ke Digital yang bertugas melakukan kajian dan uji coba terhadap beberapa standar penyiaran televisi digital terestrial yang ada.[butuh rujukan] Selain siaran DVB-T untuk pengguna rumah, di Indonesia pernah juga dilakukan uji coba siaran video digital berperangkat genggam (DVB-H). Saat ujicobanya (2008-2010), siaran DVB-H menggunakan kanal 24 dan 26 UHF dan dapat diterima oleh perangkat genggam berupa telepon seluler khusus. Keutamaan DVB-H adalah sifat siaran yang kompatibel dengan layar telepon seluler, berteknologi khusus untuk menghemat baterai, dan tahan terhadap gangguan selama perangkat sedang bergerak. Jaringan DVB-H di Indonesia dipercayakan kepada jaringan Nokia-Siemens.[butuh rujukan] FrekuensiDalam hal frekuensi, secara teknik pita spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk televisi analog dapat digunakan untuk penyiaran televisi digital sehingga tidak perlu ada perubahan pita alokasi baik VHF maupun UHF (Ultra High Frequency). Sedangkan lebar pita frekuensi yang digunakan untuk analog dan digital berbanding 1:6, artinya bila pada teknologi analog memerlukan pita selebar 8 MHz untuk satu kanal transmisi (yang saat ini hanya bisa diisi oleh satu program saja), maka pada teknologi digital dengan lebar pita frekuensi yang sama dengan teknik multipleks dapat digunakan untuk memancarkan sebanyak 6 hingga 8 kanal transmisi sekaligus dengan banyak program yang berbeda tentunya. Maka, 15 program siaran TV swasta nasional saat ini yang menduduki 15 kanal di UHF (Ultra High Frequency) hanya akan menduduki beberapa kanal saja. Di sisi lain pendudukan kanal-kanal saat ini untuk sistem transmisi analog juga tidak hemat karena antara kanal yang berdekatan harus ada 1 kanal kosong sebagai kanal perantara. Kanal perantara ini tidak ada di sistem digital dan kanal frekuensi di sistem digital bisa dimanfaatkan secara berurutan.[butuh rujukan] Selain ditunjang oleh teknologi penerima yang mampu beradaptasi dengan lingkungan yang berubah, TV digital perlu ditunjang oleh sejumlah pemancar yang membentuk jaringan berfrekuensi sama atau SFN (single frequency network) sehingga daerah cakupan dapat diperluas. Berbagai perangkat tambahan, seperti modulator dan pengolah gambar yang dapat beradaptasi dengan penyiaran digital juga diperlukan. TV digital memiliki peralatan suara dan gambar berformat digital seperti yang digunakan kamera video. Stasiun-stasiun televisi swasta memanfaatkan teknologi digital pada sistem penyiaran terutama pada sistem perangkat studio untuk memproduksi, mengedit, merekam, dan menyimpan program/data. Saat ini sendiri, hampir semua stasiun TV penyiaran baik TVRI maupun TV swasta nasional telah mempergunakan teknologi tersebut, di samping pengiriman sinyal gambar, suara dan data yang juga telah menggunakan sistem transmisi digital.[butuh rujukan] TransmisiLayaknya televisi analog, DTT juga ditransmisikan lewat frekuensi terestrial VHF atau UHF. Perbedaannya adalah siaran digital terestrial menggunakan multipleks (MUX) untuk mentransmisikan siarannya sehingga berbagai layanan (seperti data, siaran televisi dan radio) bisa disalurkan dalam satu frekuensi. Jumlah data (terutama saluran) yang bisa ditransmisikan tergantung dari kapasitas saluran dan modulasi transmisi.[11] Untuk sistem ATSC, modulasinya adalah 8VSB yang lebih tahan akan interferensi, tetapi tidak dapat menggunakan single frequency network (SFN) dan kurang baik menahan distorsi banyak jalur. Sedangkan dalam DVB-T, modulasinya adalah COFDM dengan 64/16-Quadrature Amplitude Modulation (QAM). 64QAM lebih dapat mentransmisikan siaran dalam bita yang lebih besar, tetapi lebih mudah terkena interferensi. Sistem modulasi hierakhis dapat menggbungkan penggunaan 16 dan 64QAM dalam satu MUX. Baik DVB-T dan T2 sendiri mampu menahan distorsi banyak jalur dan mendukung SFN.[butuh rujukan] Kini, teknologi kompresi video sudah berbasis format koding video H.264/MPEG-4 AVC atau H.265 HEVC yang lebih terbaru, menggantikan H.262 MPEG-2. H.264 memudahkan penyaluran televisi definisi tinggi (HDTV) sebanyak 3 saluran dalam transmisi DVB-T sebesar 24 Mbit/dtk DVB-T.[11] Sedangkan DVB-T2 memperbesar transmisinya menjadi 40 Mbit/dtk, sehingga layanannya bisa diperluas.[butuh rujukan] Proses migrasi ke siaran digitalPelaksanaan migrasi dari siaran analog ke sistem digital pada umumnya dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap transisi dan cut-off. Pada tahap transisi, siaran analog dan digital siaran dilakukan secara bersamaan (simulcast), sebelum mengganti seluruh perangkat ke sistem digital. Pada tahap ini agar TV analog dapat menerima sinyal digital dengan kualitas yang baik, masyarakat dapat membeli/memperoleh STB atau mengganti perangkatnya dengan televisi yang dilengkapi penerima digital. Simulcast diperlukan untuk melindungi puluhan juta pemirsa (masyarakat) yang telah memiliki pesawat penerima TV analog untuk dapat secara perlahan-lahan beralih ke teknologi TV digital dengan tanpa terputus layanan siaran yang ada selama ini. Selain itu, simulcast juga dapat melindungi industri dan investasi operator TV analog yang telah ada dari perubahan mendadak. Sedangkan pada tahap cut-off, nantinya semua siaran televisi analog benar-benar dihentikan sehingga tidak dapat diterima lagi oleh masyarakat.[butuh rujukan] Tantangan transisiProses transisi yang berjalan secara perlahan dapat meminimalkan risiko kerugian terutama yang dihadapi oleh operator televisi dan masyarakat. Risiko tersebut antara lain berupa informasi mengenai program siaran dan perangkat tambahan yang harus dipasang tersebut. Sebelum masyarakat mampu mengganti televisi analognya menjadi televisi digital, masyarakat menerima siaran analog dari pemancar televisi secara simultan dengan siaran digital dalam proses yang disebut simulcast. Ketika siaran televisi analog terestrial sudah dipadamkan, masyarakat hanya dapat menggunakan televisi yang dilengkapi tuner digital atau STB (set top box) bagi menerima siaran digital, atau mungkin beralih ke televisi kabel dan satelit. Awalnya, hanya ada STB saja, namun kini sudah beredar banyak televisi dengan tuner digital. Di Indonesia, Polytron adalah produsen televisi pertama yang mengeluarkan televisi sejenis (21/29 inch awalnya) maupun STB. Beberapa negara telah memutus siaran analognya, seperti pada 12 Juni 2009 di Amerika Serikat, 24 Juli 2011 di Jepang, 31 Agustus 2011 di Kanada. Di beberapa negara, ada bantuan dari pemerintah untuk meringankan beban kelompok masyarakat tertentu, seperti di AS dengan adanya kupon potongan harga khusus yang diberikan pemerintah ke masyarakat dalam membeli STB atau pembagian STB gratis ke rumah tangga miskin di Indonesia.[butuh rujukan] Bagi operator televisi, risiko kerugian berasal dari biaya membangun infrastruktur televisi digital terestrial yang relatif jauh lebih mahal dibandingkan dengan membangun infrastruktur televisi analog. Operator televisi dapat memanfaatkan infrastruktur penyiaran yang telah dibangunnya selama ini seperti studio, bangunan, sumber daya manusia dan lain sebagainya. Operator televisi juga dapat menerapkan pola kerja dengan calon penyelenggara TV digital. Penerapan pola kerja dengan calon penyelenggara digital pada akhirnya menyebabkan operator televisi tidak dihadapkan pada risiko yang berlebihan. Di kemudian hari, penyelenggara penyiaran televisi digital dapat dibedakan ke dalam dua posisi yaitu menjadi penyedia jaringan, serta penyedia isi.[butuh rujukan] Lihat pulaCatatan kaki
Referensi
Pranala luar
|