Tes keperawanan di IndonesiaDi Indonesia, tes keperawanan dilakukan sebagai persyaratan untuk bergabung dengan kepolisian dan militer. Tes telah dilakukan sejak tahun 1965.[1] Sejak saat itu, tes ini dikecam secara internasional dan domestik oleh berbagai media dan organisasi hak asasi manusia. Pada Agustus 2021, TNI Angkatan Darat menyatakan bahwa mereka tidak akan lagi melanjutkan praktik ini untuk calon prajurit perempuan, dan secara resmi diumumkan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa.[2] Dasar hukumUndang-undang hak asasi manusia tahun 1999 di Indonesia[3] melarang diskriminasi terhadap perempuan.[4] Kantor Hak Asasi Manusia PBB menyerukan pelarangan tes keperawanan, karena menganggap praktik ini tidak diperlukan secara medis, seringkali menyakitkan, memalukan, dan traumatis.[5] Meskipun ada tekanan internasional, pemerintahan Jokowi belum memprakarsai legislasi untuk mengakhiri tes keperawanan. Tes keperawanan di berbagai bidangPolisiPeraturan Kapolri No. 5/2009 menguraikan Pedoman untuk Calon Polisi. Pasal 36 mewajibkan pelamar wanita untuk menjalani pemeriksaan "kebidanan dan kandungan", tanpa menjelaskan lebih lanjut.[4] Tes dilakukan oleh Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri dengan menggunakan "tes dua jari".[4] Situs web lowongan kerja Kepolisian Republik Indonesia menyatakan pada tahun 2014, bahwa, "Selain tes kesehatan dan fisik, perempuan yang ingin menjadi polwan juga harus menjalani tes keperawanan. Jadi semua perempuan yang ingin menjadi polwan harus menjaga keperawanannya."[4] Surat resmi yang berisi perintah untuk menghentikan tes tersebut telah dikirim pada tahun 2014 dan secara bertahap diterapkan, namun masih dapat dilakukan di daerah-daerah.[6] MiliterTentara Nasional Indonesia (TNI) juga telah melakukan hal ini, seperti yang ditegaskan oleh Wakil Kepala Pusat Kesehatan TNI, Andriani. Tes ini tidak hanya diwajibkan bagi pelamar perempuan, tetapi juga bagi tunangan personelnya. Mereka melakukan tes tersebut untuk "memastikan kesehatan tubuh dan jiwa para wanita ini."[7] Para pejabat tinggi menganggap tes ini relevan, karena mengukur "kepribadian dan mentalitas seseorang," dan mengaitkan perempuan yang tidak perawan dengan kebiasaan buruk, berbeda dengan personel militer yang seharusnya "melindungi bangsa.[8] PenghentianPada bulan Agustus 2021, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa secara resmi mengumumkan bahwa TNI Angkatan Darat tidak akan lagi melakukan tes keperawanan untuk calon prajurit perempuan. Angkatan Laut dan Angkatan Udara juga telah menghentikan tes ini sebelumnya. [9][10] SekolahBeberapa upaya telah dilakukan untuk mewajibkan tes keperawanan dalam penerimaan siswa baru di seluruh Indonesia. Pada tahun 2010, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jambi membuat rekomendasi untuk melakukan tes keperawanan kepada siswa saat mendaftar di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Rekomendasi yang sama juga dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jember pada tahun 2015. Pada tahun 2013, Dinas Pendidikan Prabumulih, Sumatera Selatan merekomendasikan untuk melakukan tes keperawanan kepada siswa sekolah menengah atas, dan bahkan memasukkannya ke dalam rencana anggaran daerah.[11] OlahragaPada bulan Desember 2019, seorang pesenam dari Jawa Timur dilarang bertanding di SEA Games 2019 di Filipina karena rumor keperawanannya.[12] Kontroversi ini memicu protes dari para aktivis Indonesia dan berbagai organisasi hak-hak perempuan.[13] Liputan mediaThe Jakarta Post, pertama kali melaporkan pada 21 Agustus 2013 tentang rencana tes keperawanan di Sumatra.[14] Berita ini kemudian diangkat oleh media barat seperti The Guardian dan Huffington Post, namun rencana tersebut dibatalkan setelah adanya protes.[15] Human Rights Watch pertama kali melaporkan pada tanggal 17 November 2014 tentang tes keperawanan yang "menyakitkan dan traumatis" sebagai persyaratan untuk menjadi anggota Kepolisian Republik Indonesia [4]dan merilis sebuah video tentang para wanita yang diwawancarai. Hal ini memicu protes internasional dengan liputan yang luas.[16] Satu hari kemudian, Tedjo Edhy Purdijatno (Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan) mengkonfirmasi bahwa tes keperawanan telah lama diwajibkan bagi para pelamar militer, yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tiga hari kemudian, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Moechgiyarto membela tes ini dengan menyatakan bahwa para wanita harus memenuhi standar moral yang tinggi dan tidak akan menerima calon jika mereka ternyata "pelacur".[17] TanggapanPara dokter di Indonesia menyatakan bahwa tes keperawanan tidak memiliki dasar ilmiah. Jadi ketika mereka diminta untuk melakukan tes keperawanan, mereka hanya menggambarkan kondisi selaput dara. Mereka tidak diperbolehkan secara hukum dan medis untuk menilai apa yang telah terjadi pada selaput dara.[7] Pada bulan Mei 2015, Komisi Eropa menyatakan tes keperawanan sebagai "praktik diskriminatif dan merendahkan martabat,"[18] dan mendukung Menteri Kesehatan Indonesia Nila Moeloek, yang secara terbuka menentang tes tersebut, karena "meragukan perlunya, akurasi, dan manfaat dari tes tersebut sebagai persyaratan untuk merekrut polwan muda". Pada tahun 2017, seorang hakim di Indonesia, Binsar Gultom, menerbitkan sebuah buku yang menyarankan tes keperawanan untuk pasangan yang akan menikah, dengan alasan bahwa hal tersebut dapat menurunkan tingkat perceraian di Indonesia. Buku tersebut merekomendasikan "tindakan preventif dan represif dari pemerintah" untuk tunangan yang tidak perawan.[19] Referensi
|