VergangenheitsbewältigungVergangenheitsbewältigung[1] (Jerman: [fɛɐ̯ˈɡaŋn̩haɪtsbəˌvɛltɪɡʊŋ], "perjuangan berdamai dengan [hal-hal buruk] masa lalu")[2] adalah sebuah istilah dalam bahasa Jerman untuk menyebut rangkaian proses sejak akhir abad ke-20 yang berperan penting dalam kajian sastra, masyarakat, dan budaya Jerman pasca-1945. Kamus bahasa Jerman, Duden, mengartikan Vergangenheitsbewältigung sebagai "perbincangan terbuka mengenai masa-masa problematik dalam sejarah modern suatu negara—terutama Sosialisme Nasional di Jerman"[3][4]—"problematik" berarti peristiwa traumatik yang memunculkan persoalan sensitif berupa penyesalan bersama. Di Jerman, istilah ini mengacu pada rasa malu dan sesal atas keterlibatan bangsa Jerman dalam kejahatan perang Wehrmacht, Holokaus, dan peristiwa-peristiwa terkait pada awal dan pertengahan abad ke-20, termasuk Perang Dunia II. Dalam hal ini, kata tersebut bisa berarti proses penghapusan nilai-nilai Nazi dari pola pikir bangsa. Seiring bergabungnya Jerman Timur dengan Republik Federal Jerman pada tahun 1989 dan bubarnya Uni Soviet di kemudian hari, Vergangenheitsbewältigung juga berarti pengakuan terhadap kesia-siaan dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di bekas negara komunis itu. Perkembangan sejarahVergangenheitsbewältigung adalah upaya menganalisis, memahami, dan belajar berdamai dengan masa lalu, khususnya Holokaus. Pengutamaan pembelajaran dalam prinsip ini sesuai dengan pernyataan filsuf George Santayana bahwa "mereka yang melupakan masa lalu pasti akan mengulangi masa lalu". Vergangenheitsbewältigung adalah istilah teknis yang juga digunakan dalam bahasa Inggris dan diciptakan setelah tahun 19 di Jerman Barat. Istilah tersebut secara khusus mengacu pada kekejaman yang terjadi pada masa Reich Ketiga, ketika Adolf Hitler berkuasa di Jerman, dan sudut pandang sejarah dan kontemporer mengenai penyertaan dan penyerapan lembaga politik, budaya, dan agama Jerman oleh paham Nazisme. Istilah ini pada saat yang bersamaan berkenaan dengan (1) tanggung jawab konkret negara Jerman (Jerman Barat melaksanakan kewajiban hukum Reich) dan penduduk Jerman atas semua yang terjadi "di bawah Hitler" dan (2) persoalan asal mula legitimasi dalam masyarakat yang kemajuan Renaisansnya lenyap dilumat ideologi Nazi. Belakangan ini, istilah Vergangenheitsbewältigung digunakan di bekas Jerman Timur untuk menyebut proses membongkar kebrutalan lembaga-lembaga pemerintahan Komunis. Pasca-denazifikasiVergangenheitsbewältigung sudah lama dipandang sebagai "tahap selanjutnya" yang patut dilakukan setelah denazifikasi, proses yang dicanangkan oleh pemerintah pendudukan Sekutu dan dilanjutkan oleh pemerintahan Konrad Adenauer dari Partai Persatuan Demokrat Kristen. Prinsip ini sudah ada sejak akhir tahun 1950-an dan awal 1960-an, kira-kira ketika Wiederaufbau (rekonstruksi) dirasa sudah tidak terlalu genting. Usai mengganti lembaga dan struktur kekuasaan Nazisme, bangsa Jerman yang liberal ingin menghadapi rasa bersalah atas sejarah yang baru saja berlalu. Salah satu ciri Vergangenheitsbewältigung adalah belajar dari masa lalu. Bangsa Jerman dengan jujur mengakui bahwa masa lalu seperti itu benar-benar terjadi, berusaha sebisa mungkin memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan, dan berusaha melangkah ke masa depan. Peran gereja dan sekolahBeberapa gereja Jerman memainkan peran penting dalam perlawanan terhadap Nazisme dan mereka turut memimpin proses ini. Mereka mengembangkan kajian teologi pertobatan pascaperang Jerman. Pada misa rutin, Kirchentag yang beraliran Lutheran dan Katholikentag yang beraliran Katolik menjadikan pertobatan pascaperang sebagai leitmotiv (motif utama) pemuda-pemudi Kristen. Vergangenheitsbewältigung disalurkan oleh masyarakat melalui sekolah. Kurikulum pusat di sebagian besar negara bagian di Jerman memasukkan pelajaran berulang-ulang tentang berbagai aspek Nazisme dalam kelas sejarah, politik dan agama Jerman sejak kelas lima; pelajaran ini disesuaikan dengan jenjang kelas. Sekolah juga mengadakan darmawisata ke kamp konsentrasi. Penyintas Holokaus Yahudi sering diundang sebagai narasumber di sekolah, tetapi kesempatan ini semakin tertutup karena mereka semakin tua. Lingkup filsafatDalam lingkup filsafat, Theodor Adorno pernah menulis kuliah berjudul "Was bedeutet: Aufarbeitung der Vergangenheit?" ("Apa yang dimaksud dengan 'mengurai masa lalu'?"), topik yang berkaitan dengan pandangannya tentang "pasca-Auschwitz" pada tulisan-tulisan selanjutnya. Ia menyampaikan kuliahnya pada tanggal 9 November 1959 dalam sebuah konferensi pendidikan di Wiesbaden.[5] Di tengah gelombang serangan anti-Semit terhadap sinagog dan lembaga masyarakat Yahudi yang bermunculan di Jerman Barat waktu itu, Adorno menulis bahwa ia menolak jargon kontemporer "mengurai masa lalu" karena tidak tepat sasaran. Ia berpendapat bahwa jargon itu justru menutup-nutupi sikap menolak masa lalu. Menurutnya, jargon itu sepatutnya mencerminkan renungan diri yang kritis sesuai teori Freud sebelum memulai tahap "berdamai" dengan masa lalu.[5] Kuliah Adorno sering dipandang sebagai campuran kritik implisit dan eksplisit atas tulisan-tulisan Martin Heidegger yang dikenal memiliki hubungan resmi dengan Partai Nazi. Heidegger, bertolak belakang dengan perannya di Partai Nazi pada masa Reich Ketiga, memaparkan konsepsi sejarah Germania sebagai asal mula dan nasib bangsa Jerman secara filosofis (ia kemudian membahas "bangsa Barat"). Dalam "Das Gedächtnis des Denkens. Versuch über Heidegger und Adorno" (The Memory of Thought: An Essay on Heidegger and Adorno, diterjemahkan oleh Nicholas Walker), Alexander Garcia Düttman berusaha menjelaskan nilai filosofis dua istilah yang jelas-jelas bertentangan, "Auschwitz" dan "Germania", dalam pandangan dua pemikir tersebut. Lingkup budayaDalam lingkup budaya, istilah Vergangenheitsbewältigung dikaitkan dengan sebuah aliran sastra Jerman yang didominasi sejumlah penulis seperti Günter Grass dan Siegfried Lenz. Novel Deutschstunde karya Lenz dan Danziger Trilogie karya Grass sama-sama mengangkat topik masa kecil pada masa pemerintahan Nazi. Pembangunan tugu peringatan publik yang dipersembahkan kepada korban Holokaus adalah wujud nyata dari Vergangenheitsbewältigung Jerman. Berbagai kamp konsentrasi seperti Dachau, Buchenwald, Bergen-Belsen, dan Flossenbürg diubah menjadi tugu dan museum yang terbuka untuk umum. Banyak kota kecil yang memasang plakat di dinding sebagai penanda tempat terjadinya kejahatan perang. Ketika ibu kota dipindahkan dari Bonn ke Berlin pada tahun 1999, "Tugu Holokaus" yang dirancang arsitek Peter Eisenman menjadi bagian dari proyek pembangunan gedung-gedung pemerintahan baru di distrik Berlin-Mitte. Tugu tersebut dibuka tanggal 10 Mei 200. Nama tidak resminya, Holocaust-Mahnmal, bermakna penting. Nama ini sulit diterjemahkan dan lebih mendekati "Nisan Holokaus", tetapi kata benda Mahnmal (berbeda dengan Denkmal yang biasanya berarti "tugu peringatan") memiliki makna "teguran", "dorongan", dan "permohonan" alih-alih "peringatan". Tugu ini secara resmi bernama Das Denkmal für die ermordeten Juden Europas ("Tugu Peringatan Pembunuhan Orang-Orang Yahudi Eropa"). Kontroversi bermunculan karena nama resmi tersebut dan hanya menyoroti korban Yahudi. Eisenman mengakui pada upacara pembukaannya, "Kita memang belum menyelesaikan segala permasalahan kita — arsitektur bukanlah obat penawar kejahatan — dan kami tidak akan pernah bisa memuaskan para hadirin yang datang hari ini, tetapi kami tidak bermaksud demikian." Sikap di negara Eropa lainDi Austria, perdebatan soal sifat dan perlu tidaknya Anschluss serta sengketa yang berlangsung mengenai kewajiban dan beban di mata hukum memicu berbagai permasalahan dan tanggapan yang tidak memadai dari seluruh lembaga pemerintah. Sejak akhir abad ke-20, sejumlah pengamat dan analis mempermasalahkan bangkitnya "Haiderisme".[a] Polandia membangun museum, arsip, dan pusat penelitian di Oświęcim, lebih dikenal dengan nama Auschwitz dalam bahasa Jerman, atas persetujuan Parlemen Polandia pada tanggal 2 Juli 1947. Pada tahun yang sama, Cekoslowakia mendirikan "Tugu Penderitaan Nasional", kelak berganti nama menjadi Tugu Terezín, di kota Terezín, Republik Ceko. Kamp konsentrasi Theresienstadt pernah berdiri di tempat itu. Dalam jenjang ortodoksi Komunis di kedua negara itu pada masa dominasi Uni Soviet di Eropa Timur hingga akhir abad ke-20, penelitian sejarah Holokaus mengalami politisasi. Doktrin perjuangan kelas Marxis sering dicampurkan dengan sejarah yang sudah disepakati secara umum sehingga mengabaikan adanya kolaborasi dan indikasi antisemitisme di negara-negara tersebut. Laju pasukan Einsatzgruppen, Aktion Reinhardt, dan peristiwa-peristiwa penting lain pada masa Holokaus tidak terjadi di dalam wilayah Reich Ketiga (sekarang disebut wilayah Republik Federal). Sejarah tugu peringatan dan arsip yang dibangun di sejumlah tempat di Eropa Timur berkaitan dengan rezim Komunis yang berkuasa di sana selama lebih dari empat puluh tahun setelah Perang Dunia II. Nazi memaparkan gagasan persebaran bangsa Jerman sampai ke wilayah-wilayah yang pernah dihuni suku Jerman. Mereka menyerbu dan menguasai sebagian besar Eropa Tengah dan Timur, melakukan kekerasan terhadap berbagai suku Slavia serta bangsa Yahudi, orang komunis, homoseksual, gipsi, tahanan perang, dan partisan. Jutaan orang selain bangsa Yahudi juga menjadi korban. Usai perang, bangsa-bangsa Eropa Timur mengusir pendatang Jerman dan penduduk Jerman yang sudah lama menetap (Volksdeutsche) sebagai reaksi terhadap pendudukan daratan timur oleh Reich yang mewakili suku Jerman. Proses serupa di negara lainDalam beberapa aspek, Vergangenheitsbewältigung serupa dengan upaya di negara-negara demokratis lain yang bertujuan membangkitkan kesadaran dan mengakui masa-masa kelam serta pelanggaran sosial yang terjadi sebelumnya. Salah satu contohnya adalah proses kebenaran dan rekonsiliasi di Afrika Selatan usai apartheid dan penindasan kelompok aktivis Afrika yang menjunjung partisipasi politik dan kebebasan dari penindasan oleh orang kulit putih. Vergangenheitsbewältigung juga disamakan dengan proses glasnost di Uni Soviet, tetapi glasnost cenderung mengutamakan kebebasan mengkritik alih-alih mempelajari masa lalu sebagai pijakan untuk menciptakan reformasi progresif; monopoli kekuasaan oleh Partai Komunis saat itu diperkirakan tetap bertahan. Sejak akhir abad ke-20 dan bubarnya Uni Soviet, upaya bangsa-bangsa Eropa Timur dan bekas Uni Soviet untuk menafsirkan ulang era komunis yang berlalu beserta pelanggarannya kadang disebut sebagai Vergangenheitsbewältigung pascasosialis. Budaya masyarakatSatiris politik Roy Zimmerman mengeluarkan lagu berjudul "Vergangenheitsbewaeltigung" dalam album Security.[6] Lihat pula
Catatan
Referensi
Sumber
|