Aksi Cepat Tanggap
Aksi Cepat Tanggap (ACT) adalah sebuah lembaga yang berasal dari Indonesia yang berfokus dalam mengumpulkan dana untuk menyalurkannya kepada umat Muslim di daerah-daerah yang tertimpa bencana, konflik maupun kemiskinan.[1] Lembaga ini merupakan salah satu pengumpul donasi terbesar dari masyarakat. Sejak 5 Juli 2022, ACT telah dicabut izinnya oleh Kementerian Sosial atas dugaan penyelewengan dana donasi.[2] Laporan investigasi yang diterbitkan oleh majalah Tempo menyebutkan bahwa ACT memotong setidaknya 23% dari total donasi dan telah berbohong dan mengada-ngada dalam promosi yang mereka lakukan untuk menarik hati masyarakat agar menyumbang kepada mereka. Pada salah satu kasus, ACT mengajak orang-orang untuk menyumbang kepada mereka demi pembangunan surau pertama di Sydney, padahal pada saat itu sudah terdapat ratusan tempat ibadah umat Islam di sana.[3] Ditemukan bahwa petinggi dan pendiri dari ACT menggaji diri mereka dengan nominal hingga ratusan juta rupiah per bulannya, dan menggunakan sejumlah uang donasi untuk membeli mobil-mobil mewah serta untuk membangun rumah pribadi untuk diri mereka sendiri dengan nilai yang fantastis.[4] Pada 25 Juli 2022, Kepolisian menetapkan 4 petinggi ACT sebagai tersangka,[5] dengan Presiden dan eks-Presiden ACT masing-masing terancam 20 tahun penjara atas kasus penggelapan dana donasi.[6] Pada saat yang bersamaan Kepolisian juga melaporkan bahwa ACT telah menyelewengkan sejumlah kurang lebih Rp 34 Miliar dana dari Boeing, yang seharusnya ditujukan untuk membantu keluarga korban dari kecelakaan pesawat Lion Air, JT-610.[7] ACT menggunakan dana tersebut untuk hal-hal yang tidak diperuntukan seperti untuk koperasi syariah 212 kurang lebih Rp 10 miliar, dana talangan CV CUN Rp 3 miliar, dana talangan untuk PT MBGS Rp 7,8 miliar, dan pembangunan pesantren di Tasikmalaya sejumlah kurang lebih Rp 8,7 miliar.[8] Polri juga menyebutkan bahwa Presiden dan eks-Presiden ACT membuat kebijakan pemotongan 30% dana dari donasi untuk kepentingan operasional Yayasan ACT.[9] Dalam temuannya, PPATK pada 4 Agustus 2022 menyebutkan bahwa dari Rp 1,7 Triliun dana yang masuk ke ACT, lebih dari separuhnya mengalir ke kantong pribadi pemiliknya.[10] SejarahTanggal 21 April 2005, Aksi Cepat Tanggap (ACT) secara resmi diluncurkan secara hukum sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. ACT mengembangkan aktivitasnya untuk memperluas karya, mulai dari kegiatan tanggap darurat, mengembangkan kegiatannya ke program pemulihan paska bencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program berbasis spiritual seperti qurban, zakat dan wakaf. ACT didukung oleh donatur publik dari masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap permasalah kemanusiaan dan juga partisipasi perusahaan melalui program kemitraan dan Corporate Social Responsibility (CSR). Sebagai bagian dari akuntabilitas keuangannya, ACT secara rutin memberikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik kepada doanatur, pemangku kepentingan lainnya, dan dipublikasikan melalui media massa.[11] Sejak tahun 2012, ACT mentransformasi dirinya menjadi sebuah lembaga kemanusiaan global, dengan jangkauan aktivitas yang lebih luas. Pada skala lokal, ACT mengembangkan jejaring ke semua provinsi baik dalam bentuk jaringan relawan dalam wadah MRI (Masyarakat Relawan Indonesia) maupun dalam bentuk jaringan kantor cabang ACT. Jangkauan aktivitas program sekarang sudah sampai ke 30 provinsi dan 100 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Pada skala global, ACT mengembangkan jejaring dalam bentuk representatif person sampai menyiapan kantor ACT di luar negeri. Jangkauan aktivitas program global sudah sampai ke 64 Negara di kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, Indocina, Timur Tengah, Afrika, dan Eropa Timur. Wilayah kerja ACT di skala global diawali dengan kesertaan dalam setiap tragedi kemanusiaan di berbagai belahan dunia seperti bencana alam, kelaparan & kekeringan, konflik & peperangan, termasuk penindasan terhadap kelompok minoritas berbagai negara.[12] Pada awal 2020, ACT meluncurkan program Aksi Bela Indonesia untuk menanggapi klaim Republik Rakyat Tiongkok (China) terhadap Laut Natuna.[13] dan aktif bergerak dalam membantu donasi untuk warga Palestina. KasusPada 4 Juli 2022, majalah Tempo merilis berita "Kantong Bocor Dana ACT". Para petinggi lembaga pengelola dana sosial tersebut diduga menyelewengkan donasi publik. Sebagian uang sedekah yang terkumpul diduga digunakan untuk memenuhi gaya hidup mewah pengurus ACT.[14] Gaji pendiri dan mantan presiden ACT misalnya mencapai 250 juta rupiah per bulannya. Para petinggi yayasan juga menerima fasilitas kendaraan menengah ke atas.[15] Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya penyalahgunaan dana donasi yang dihimpun. PPATK menduga ada aliran transaksi keuangan dari rekening Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke anggota Al Qa'idah, yang merupakan satu dari 19 anggota yang pernah ditangkap pihak keamanan Turkiye.[16] PPATK juga menduga dana tersebut dihimpun untuk dikelola secara bisnis ke bisnis sebelum akhirnya disalurkan demi mendapatkan keuntungan. Selain itu, PPATK juga menemukan adanya transaksi keuangan yang melibatkan entitas perusahaan dengan Yayasan ACT senilai Rp 30 miliar.[17] Kemensos telah mencabut izin penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi.[2] Sejumlah program yang diadakan oleh ACT juga diketahui terbengkalai, salah satunya pembangunan hunian bagi korban dari letusan Gunung Semeru. ACT berjanji membangun 100 rumah, namun hingga beberapa bulan berselang yang terbangun hanya 29 dan tidak sempurna. ACT berdalih bahwa penanggung jawab atas program tersebut sudah berganti. Namun ketika pihak Pemkab Lumajang mencoba menghubungi kontak penanggung jawab baru yang diberikan oleh pihak ACT, mereka tidak mendapat respons.[18] Pada 25 Juli 2022, Bareskrim Polri melaporkan bahwa ACT juga telah menyelewengkan sejumlah kurang lebih Rp 34 Miliar dana dari Boeing, yang seharusnya ditujukan untuk membantu keluarga korban dari kecelakaan pesawat Lion Air, JT-610.[7] ACT menggunakan dana tersebut untuk hal-hal yang tidak diperuntukan seperti untuk koperasi syariah 212 kurang lebih Rp 10 miliar, dana talangan CV CUN Rp 3 miliar, dana talangan untuk PT MBGS Rp 7,8 miliar, dan pembangunan pesantren di Tasikmalaya sejumlah kurang lebih Rp 8,7 miliar[8] Polri juga menyebutkan bahwa Presiden dan eks-Presiden ACT membuat kebijakan pemotongan 30% dana dari donasi untuk kepentingan operasional Yayasan ACT.[9] Referensi
Pranala luar
|