Al Jahiz
Al-Jāḥiẓ (bahasa Arab: الجاحظ) (bernama lengkap Abu Usman ʿAmr bin Baḥr al-Kinānī al-Baṣri أبو عثمان عمرو بن بحر الكناني البصري) (781 – Desember 868/Januari 869) adalah seorang cendekiawan Afrika-Arab yang berasal dari Afrika Timur. Ia merupakan filsuf dan polimat Mu'tazilah dan memiliki banyak karya ilmiah terutama dalam bidang sastra, biologi, zoologi, sejarah, filsafat, psikologi, antropologi, teologi, tata bahasa dan retorika.[4][5] KehidupanBeberapa catatan sejarah melaporkan bahwa Al Jahiz lahir dari latar belakang keluarga pedagang ikan yang sangat sederhana. Dilahirkan di Kota Basra pada tahun 160 Hijriah atau Februari 776. Dia menegaskan dalam salah satu bukunya bahwa ia merupakan salah satu anggota dari suku Kinanah. Namun, kakek Al Jahiz dilaporkan sebagai seorang penunggang unta (Jammāl) atau porter (ḥammāl) dari latar belakang kulit hitam Afrika.[6][7] Untuk membantu keluarga, Al Jahiz berjualan ikan disekitar saluran irigasi di Kota Basra. Kesulitan keuangan tidak menghambat Al Jahiz untuk terus mempelajari ilmu pengetahuan dan agama. Al Jahiz terbiasa berkumpul dengan para pemuda di masjid utama Kota Basra membahas dan mengkaji berbagai bidang ilmu pengetahun. Ia juga selalu menghadiri perkuliahan yang membahas tentang filologi, leksikografi dan sastra puisi.[8] Al Jahiz melanjutkan dan menempuh masa pendidikanya selama 25 tahun. Sehingga memperoleh banyak ilmu pengetahuan tentang ilmu sastra Arab terutama puisi, filologi Arab, sejarah bangsa Arab dan bangsa Persia sebelum Islam. Selain itu ia mempelajari Al-Quran dan Hadits. Selain itu Al Jahiz juga membaca buku-buku yang diterjemahkan dari bahasa Yunani seperti filsafat Yunani khususnya Aristoteles. Pada masa tersebut kekhalifahan Abbasiyah dalam masa keemasan dengan adanya perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan pendidikan. Buku-buku, perpustakaan mudah ditemukan di wilayah kekhalifahan yang memudahkan para pelajar mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.[8] Saat masih di Basra, Al Jahiz menulis sebuah artikel tentang lembaga khilafah. Konon, ini menjadi awal kariernya sebagai penulis, yang menjadi satu-satunya sumber penghidupannya. Konon, ibunya pernah memberinya nampan penuh buku catatan dan mengatakan kepadanya bahwa ia akan mencari nafkah dari menulis. Ia terus menulis dua ratus buku dalam hidupnya tentang berbagai subjek, termasuk tentang Al -Quran, tata bahasa Arab, zoologi, biologi, antropologi, puisi, leksikografi, dan retorika. Al Jahiz juga merupakan salah satu penulis pertama yang mengusulkan perombakan total sistem tata bahasa Arab.[9] Al-Jāḥiẓ pindah ke Baghdad , yang saat itu menjadi ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah , pada tahun 816 M, karena para khalifah mendorong para ilmuwan dan cendekiawan dan baru saja mendirikan perpustakaan Baitul Hikmah. Khalifah Al-Ma'mun telah memuji buku-bukunya tentang imamah dan kekhalifahan, karena ungkapan-ungkapannya yang fasih.[10] Karya utamaKitāb al-Ḥayawān (كتاب الحيوان) 'Kitab Tentang Hewan'Kitāb al-Ḥayawān adalah ensiklopedia zoologi yang luas dalam tujuh volume yang terdiri dari anekdot, peribahasa, dan deskripsi lebih dari 350 spesies hewan. Termasuk analisis mendalam tentang ekosistem dan perilaku hewan di alam bebas. Kitab ini disusun oleh Al Jahiz untuk menghormati Muḥammad ibn 'Abd al-Mālik al-Zayyāt, yang telah membayarnya lima ribu koin emas.[10] Kitāb al-Bayān wa-al-Tabyīn 'Kitab kefasihan dan demonstrasi'Kitāb al-Bayan wa al-Tabyin adalah salah satu karya Al Jahiz, di mana ia menulis tentang pencerahan, pidato retorika, pemimpin sektarian, dan pangeran. Buku ini dianggap telah memulai teori sastra Arab secara formal dan sistemik. Definisi Al Jahiz tentang kefasihan sebagai kemampuan pembicara untuk menyampaikan pesan yang efektif sambil membuatnya tetap singkat atau terperinci sesuai keinginan diterima secara luas oleh kritikus sastra Arab di kemudian hari.[11] Fakhr al-Sūdān ala al-Bīḍān (فَخْر السُودان على البيضان) 'Kebanggaan hitam atas putih'Buku ini disusun sebagai perdebatan imajiner antara orang kulit hitam dan orang kulit putih tentang kelompok mana yang lebih unggul. Al Jahiz menyebutkan bahwa orang kulit hitam memiliki kemampuan berpidato dan kefasihan dalam budaya dan bahasa mereka sendiri.[10] Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luar
|