Aleksandr I dari Rusia
Aleksandr I (bahasa Rusia: Александр I) (23 Desember 1777 – 1 Desember 1825) adalah Kaisar Rusia yang berkuasa pada 23 Maret 1801 sampai 1 Desember 1825. Dia juga orang Rusia pertama yang menjadi Raja Polandia dan memerintah pada 1815–1825. Dalam urusan dalam negeri, Aleksadr juga melakukan berbagai pembaharuan sosial dan dalam pendidikan, dengan sistem pendidikan yang lebih berorientasi agamais. Dalam masalah luar negeri, Aleksandr memerintah Rusia pada masa Peperangan Napoleon berkobar. Hubungannya sendiri dengan Prancis sendiri berubah-ubah, dari netral, musuh, hingga sekutu. Dia juga membentuk Aliansi Suci guna menekan gerakan revolusi yang mengancam kedudukan kepala monarki Kristen yang sah. Latar belakangAleksandr lahir pada masa kekuasaan neneknya, Maharani Yekaterina II. Ayahnya adalah Pavel, putra Yekaterina. Ibunya adalah Sophie Marie Dorothea, putri Adipati Württemberg, yang kemudian berganti nama menjadi Maria Fyodorovna setelah masuk agama Ortodoks Rusia. Dia dan adik lelakinya, Konstantin, dibesarkan dalam asuhan nenek mereka[1] dan beberapa sumber[2] menyatakan bahwa Aleksandr hendak dijadikan pewaris Yekaterina sepeninggalnya, dengan mengeluarkan Pavel dari daftar pewaris takhta. Pada usia lima belas tahun, Aleksandr menikah dengan Louise Maria yang masih berusia empat belas tahun. Louise berganti nama menjadi Yelizaveta Alekseyevna setelah menganut agama Ortodoks.[3] Maharani Yekaterina II mangkat pada November 1796 sebelum sempat menyatakan Aleksandr sebagai pewarisnya. Pavel naik takhta menggantikan ibunya dan memerintah hanya selama kurang dari lima tahun lantaran dibunuh oleh para bangsawan yang merasa terancam dengan berbagai kebijakan yang ditetapkannya. Aleksandr yang juga di istana saat pembunuhan ayahnya terjadi kemudian dinobatkan sebagai Kaisar Rusia yang baru oleh salah satu pembunuh ayahnya. Sejarawan berdebat mengenai peran Aleksandr dalam kematian ayahnya. Pendapat paling umum menyatakan bahwa Aleksandr membiarkan para pemakar itu masuk ke kamar Pavel tetapi dengan syarat agar tidak membunuh awalnya. Terlepas dari kebenarannya, Aleksandr naik takhta melalui kejahatan yang harus dibayar dengan nyawa ayahnya yang membuatnya terbebani dengan rasa berdosa dan bersalah.[4] Masa kekuasaanKebijakan dalam negeriPenobatan Aleksandr dan Yelizaveta sebagai Kaisar dan Permaisuri Rusia secara resmi dilangsungkan di Kremlin pada 15 September 1801. Sang Kaisar muda bertekad untuk memperbaharui sistem pemerintahan terpusat Rusia yang tidak efisien. Aleksandr membentuk Dewan Penasihat yang terdiri dari kawan-kawannya yang bertujuan untuk mengubah Rusia menjadi monarki konstitusional.[5] Aleksandr juga berusaha menyelesaikan satu masalah penting, yakni mengenai status para petani budak. Secara hati-hati, dia memperpanjang hak untuk memiliki tanah kepada hampir semua kelas masyarakat. Pada 1803, muncullah kelas sosial baru, petani bebas, yakni petani budak yang dibebaskan oleh tuan mereka. Meski begitu, masih banyak juga petani budak yang statusnya tidak berubah.[6] Pada masa kekuasaan Aleksandr, ada sekitar 0,5% petani budak yang dibebaskan.[7][8] Ketika masa kekuasaan Aleksandr dimulai, Rusia memiliki tiga universitas, yakni di Moskwa, Vilnius, dan Dorpat. Aleksandr kemudian mendirikan tiga universitas lain di Sankt-Peterburg, Kharkov, dan Kazan. Lembaga literasi dan keilmuan dibentuk, dan keilmuan dan seni disokong oleh Kaisar dan bangsawan kaya. Aleksandr kemudian mengusir para pelajar asing.[9] Kebijakan luar negeriSetelah menjadi kaisar, Aleksandr membalikkan kebijakan Pavel, membubarkan Liga Blok-Netral Bersenjata dan melakukan perjanjian damai dengan Inggris Raya pada April 1801. Di saat yang sama, dia juga membuka perundingan dengan Franz, Kaisar Romawi Suci. Segera dia juga menjalin hubungan dekat dengan Kerajaan Prusia atas dasar rasa kekesatriaan dan pertemanan dengan Raja Friedrich Wilhelm III dan istrinya, Permaisuri Luise Auguste.[10] Rusia dan PrancisDi sisi lain, Napoleon Bonaparte tidak menyerah untuk memisahkan Aleksandr dari persekutuannya dengan Prusia, Inggris Raya, dan negara lain, dan berargumen bahwa mereka adalah "sekutu geografis"[10] dan tidak ada konflik kepentingan di antara mereka. Meski begitu, Aleksandr sendiri lebih memilih kembali bersekutu dengan Prusia. Meski tetap ingin menjalin persekutuan dengan Rusia, Prancis menghasut Polandia, Utsmaniyah, dan Iran untuk memecah kekeraskepalaan Aleksandr. Saudara Kaisar sendiri, Pangeran Konstantin, mendesak untuk mengadakan perdamaian, tetapi Kaisar Aleksandr tidak menginginkan persekutuan dan menarik Rusia ke dalam perang suci melawan Napoleon yang dipandang sebagai musuh agama Ortodoks. Hasil dari tindakan ini adalah Pertempuran Friedland pada 13/14 Juni 1807 yang berujung pada kemenangan telak Prancis. Dua kaisar bertemu di Tilsit pada 25 Juni 1807. Napoleon menjanjikan untuk membagi kekaisaran dunia kepada Aleksandr. Sebagai langkah awal, Napoleon menyerahkan kepemilikan Kepangeranan-kepangeranan Donau dan memberi kebebasan kepada Aleksandr untuk mengurus Finlandia. Lebih lanjut, Napoleon juga merencanakan untuk mengusir Utsmaniyah dari daratan Eropa dan bersama-sama melintasi Asia untuk menaklukan India. Rencana dan ambisi Napoleon terbangun dalam benak Aleksandr dan membuatnya seolah melupakan kepentingan Eropa sama sekali.[11] Meskipun begitu, rancangan brilian Napoleon tidak membutakan Aleksandr atas kewajiban pertemanannya. Dia menolak untuk menguasai Kepangeranan Donau karena akan membuat Prusia jauh lebih tertekan.[10] Prancis menetap di Prusia dan Rusia menetap di Donau, dan kedua belah pihak saling menggugat. Meski begitu, hubungan pribadi antara Napoleon dan Aleksandr cukup baik. Pertemuan pada Oktober 1808 di Erfurt menghasilkan persekutuan antara dua negara. Meski mendampingi Napoleon pada perang tahun 1809, Aleksandr dengan tegas tidak mengizinkan untuk menghancurkan Kekaisaran Austria. Namun keadaan memanas pada 1811 dan Aleksandr mendapat tekanan dari para bangsawan Rusia untuk membubarkan persekutuan dengan Prancis. Keadaan ini mendorong Napoleon untuk mengancam Aleksandr secara serius jika dia berani membentuk persekutuan dengan Inggris Raya.[12] Bila Aleksandr mencurigai niatan Napoleon, begitu pula sebaliknya. Untuk menguji ketulusannya, Napoleon yang telah menduda meminta untuk dinikahkan dengan adik Aleksandr, Anna Pavlovna. Namun Aleksandr menolak permintaan tersebut dengan alasan usia Anna yang masih terlalu muda, juga penolakan Ibu Suri Maria Fyodorovna atas rencana tersebut. Sebagai gantinya, Napoleon kemudian menikahi Marie Louise, putri Franz, Kaisar Austria. Pernikahan ini menjadi jalan persekutuan antara Prancis dan Austria dan itu membuat hubungan antara Napoleon dan Aleksandr merenggang.[13] Pendudukan Kadipaten Oldenburg (yang dimpimpin oleh paman Aleksandr, Peter) oleh Prancis pada Desember 1810 memperparah hubungan antara Aleksandr dan Napoleon. Aleksandr sendiri tetap berusaha membawa Rusia senetral mungkin saat perang antara Prancis dan Inggris Raya berlangsung. Rusia sendiri tetap melanjutkan perdagangan dengan Inggris Raya secara rahasia dan tidak melakukan blokade sebagaimana tuntutan Sistem Kontinental.[14] Pada tahun 1810, Aleksandr menarik Rusia dari Sistem Kontinental, membuat perdagangan antara Rusia dan Inggris Raya tumbuh.[15] Hubungan Prancis dan Rusia semakin memburuk setelah tahun 1810. Pada 1811, jelas bahwa Napoleon tidak menjalankan Perjanjian Tilsit yang berisikan untuk membantu Rusia dalam perang melawan Kekaisaran Utsmaniyah. Ketika perang mulai berlangsung, Prancis tidak memberikan dukungan apapun terhadap Rusia.[14] Pada April 1812, Rusia dan Swedia menandatangani perjanjian pertahanan bersama. Sebulan kemudian, Aleksandr mengamankan perbatasan selatan melalui Perjanjian Bukares yang secara resmi mengakhiri perang antara Rusia dan Utsmaniyah.[15] Rujukan
Daftar pustaka
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Alexander I of Russia.
Bacaan lanjut
Pranala luar
|