Bahasa Bali Aga
Bahasa Bali Aga (bahasa Bali: ᬩᬲᬩᬮᬶᬅᬕ, translit. basa Bali Aga) atau Dialek Bali Aga (disingkat sebagai DBA) merupakan sebuah dialek bahasa Bali yang dituturkan oleh masyarakat Bali Aga yang berada di daerah pegunungan, terutama pegunungan Kintamani, Bangli, Buleleng, dan Karangasem, serta indikasi penuturan di Nusa Penida, Klungkung. Karena mayoritas penuturnya berada di dataran tinggi Bali maka dialek ini juga bisa disebut sebagai dialek dataran tinggi.[1] Menurut Bawa (1983), dialek Bali Aga bersama dengan dialek Bali Daratan (disingkat DBD) merupakan dua dialek utama dalam bahasa Bali. Perbedaan kedua dialek ini terletak pada variasi kosakata, fonologi, dan tingkatan kebahasaan. Pada dialek Bali Aga, tingkatan kebahasaan (dalam artian 'bahasa halus' dengan 'bahasa kasar') hanya berupa bentuk bahasa kasar saja, sementara dialek daratan mengenal bentuk halus dan kasar.[1][7] Terdapat sebuah sub-dialek dari Bali Aga yang juga dikenal sebagai Bahasa Bali Sembiran atau Bahasa Bali Kapara yang termasuk dalam kelompok timur, dituturkan di Desa Sembiran, yakni sebuah desa yang terletak di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, sub-dialek ini dituturkan oleh kurang lebih 4.883 jiwa penutur yang mendiami wilayah desa tersebut.[1] Dialek lain bahasa Bali yang dituturkan di wilayah Nusa Penida dan sekitarnya, yakni bahasa Bali Nusa Penida (atau disebut juga sebagai basa Nosa atau dialek NP), seringkali digolongkan menjadi sub-dialek dari dialek Bali Aga. Hal ini dikarenakan dialek NP memiliki persamaan ciri kebahasaan dengan dialek Bali Aga yang oleh Jendra, dkk (1997).[3] KlasifikasiDialek Bali Aga merupakan sebuah dialek dari Bahasa Bali yang sendirinya termasuk dalam cabang Melayu-Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia. Dalam rumpun Melayu-Polinesia, bahasa Bali berada di sub-cabang Bali-Sasak-Sumbawa.[8] Dialek lain bahasa Bali yang dituturkan di wilayah Nusa Penida dan sekitarnya, yakni bahasa Bali Nusa Penida (atau disebut juga sebagai basa Nosa atau dialek NP), seringkali digolongkan menjadi sub-dialek dari dialek Bali Aga. Hal ini dikarenakan dialek NP memiliki persamaan ciri kebahasaan dengan dialek Bali Aga yang oleh Jendra, dkk. (1997) dijabarkan sebagai berikut:[3]
Meskipun demikian, terdapat perbedaan lain yang cukup mencolok antara kedua dialek, yakni hilangnya atau berkurangnya distribusi fonem /a/ pada posisi akhir kata.[3] Tata bahasaBerikut ini perbandingan beberapa cara pengucapan kata dalam dialek Bali Aga dan Bali standar:
Pengucapan Bali Aga yang masih mengucapkan a sebagai 'a' sementara Bali standar mengucapkan a sebagai schwa (ə) é membuat dialek ini lebih mirip dengan bahasa Melayu/Indonesia. PersebaranDalam Bawa (1983:394), dialek Bali Aga (DBA) dikelompokkan menjadi tiga daerah penuturan utama, yakni wilayah timur, utara, serta barat yang dirinci sebagai berikut:[7]
Sub-dialek Desa Sembiran (disebut juga dialek Agas Sembiran atau DBAS) termasuk dalam kelompok timur yang dituturkan oleh kurang lebih 4.883 penutur yang mendiami wilayah desa tersebut.[1] Referensi
|