Calophyllum
Calophyllum (dari bahasa Yunani: kalos yang artinya cantik, dan phullon yang artinya daun) adalah genus dari sekitar 200 spesies tanaman hijau abadi dari suku Clusiaceae. Calophyllum dapat ditemukan di Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat, dan Amerika Selatan. Tumbuhan ini disebut bintangur, bentangur[2] atau mentangur di Indonesia; bintangor, entangor atau penaga di Malaysia; bintanghol di Filipina, dan poon di Burma[3] dan India. Menurut IUCN, ada delapan jenis Calophyllum yang mendekati kepunahan di Indonesia; salah satunya, Calophyllum insularum berada dalam status Terancam (Endangered).[4] PengenalanPohon yang tinggi dan besar, agak ramping; jarang berupa pohon kecil atau sedang, kadang-kadang saja berupa perdu atau pohon yang amat besar. Tajuk monopodial, yang segera berubah menjadi simpodial, padat, serupa kubah. Biasanya tanpa banir, tetapi sesekali ada yang memiliki banir kecil namun kokoh; sesekali pula ada yang memiliki akar tunjang atau akar nafas. Batang umumnya bulat torak. Pepagan biasanya dengan warna kekuningan atau oker, khususnya jika masih muda; kulit luar memecah bentuk perahu; pepagan dalam merah jambu hingga merah, menjadi lebih gelap atau kecokelatan jika kena udara, halus, lunak, menyerat, sering berlapis-lapis, dan sering tebal.[5] Kuncup di ujung ranting biasanya memanjang dan menonjol; ranting-ranting muda acapkali menyegi-empat. Daun-daun umumnya jelas bertangkai, tanpa daun penumpu; helaian daun sering menjangat, hampir selalu gundul, dengan pertulangan sekunder yang berjumlah banyak, ramping, tersusun rapat, lurus, dan sejajar, biasanya hampir tegak lurus tulang daun utama. Perbungaan di ketiak atau terminal, dalam tandan (raceme) sederhana atau bercabang-cabang, atau jarang-jarang, bentuk payung (umbellate). Bunga berkelamin ganda, biasanya berjumlah banyak, biasanya harum, sering putih; kelopak 4, dalam 2 pasangan berhadapan; mahkota 4, 2 atau tiada; benang sari banyak, dengan tangkai sari ramping, lepas-lepas atau berlekatan di pangkal; putik ramping. Buah batu sering berwarna hijau ketika di pohon, dengan biji tunggal diselubungi tempurung keras yang mengayu.[5] Agihan geografisCalophyllum terdiri dari sekitar 190 spesies; dengan pusat penyebarannya di Kalimantan. Di pulau ini ditemukan sebanyak 65 jenis; sedangkan di Semenanjung Malaya, Sumatra, Papua Nugini, dan Madagaskar berturut-turut ditemukan sekitar 40, 35, 35, dan 20 jenis. Hanya sekitar 8 jenis yang didapati di Amerika Tengah dan Selatan. Tingkat keendemikan tertinggi didapati di Papua Nugini, yaitu 75% dari jenisnya tidak didapati di tempat lain. Sementara beberapa jenisnya diketahui menyebar luas, seperti nyamplung (Calophyllum inophyllum), yang menyebar di hutan-hutan pantai pesisir timur Afrika dan Madagaskar, ke India dan kawasan Malesia, hingga Australia utara dan Polinesia. Sulatri (C. soulattri) juga menyebar luas dari Indocina dan Thailand, seluruh kawasan Malesia, hingga ke Australia utara dan Melanesia.[3] Ekologi dan habitatKelompok pohon ini umumnya merupakan jenis hutan hujan tropika dataran rendah, tetapi beberapa spesiesnya ditemukan hidup di hutan hujan pegunungan. Kebanyakan didapati hidup di wilayah lembap hutan dipterokarpa yang berdrainase baik, hutan perbukitan, hutan rawa gambut, rawa riparian atau rawa-rawa yang lain; beberapa jenisnya tumbuh pada habitat yang lebih kering atau lebih terbuka.[3] Namun tidak ada catatan mengenai jenis Calophyllum yang tumbuh di atas tanah kapur.[5] KegunaanBintangur menghasilkan kayu yang baik untuk memenuhi berbagai keperluan. Pepagan dari beberapa jenisnya menghasilkan getah beracun yang dapat digunakan membius ikan atau meracun tikus; sementara air rebusan pepagan dari beberapa jenis yang lain dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Pepagan beberapa jenisnya juga menghasilkan bahan pewarna batik atau tanin. Beberapa jenis buahnya dapat dimakan atau dibuat acar, meskipun rasanya masam; dan dari beberapa jenis bijinya dihasilkan minyak untuk penerangan atau membuat sabun.[3] Kayu bintangurBintangur menghasilkan kayu yang cukup keras, yang berbobot ringan hingga sedang. Kerapatannya berkisar antara (400-)450-850(-900) kg/m³ pada kadar air 15%, dengan nilai rata-rata 680 kg/m³. Arah serat kayunya berpadu, melintir atau berombak; tekstur kayunya cukup kasar hingga kasar dan tidak rata. Kayu gubalnya berwarna kuning-cokelat dengan sedikit warna merah muda, berbatasan jelas dengan kayu teras yang merah-cokelat, merah muda-cokelat, atau jingga-cokelat.[3] Laju penyusutannya sedang. Dari kondisi basah hingga kadar air 15%, penyusutannya sebesar 1,4-2,1% dan 2,0-3,7% pada arah radial dan tangensial berturut-turut. Sedangkan dari kondisi basah hingga kering tanur sebesar 3,9-4,4% di arah radial dan 5,3-6,3% di arah tangensial. Pengeringan kayu bintangur bervariasi mulai dari mudah hingga cukup sulit; kebanyakan agak lambat mengering, dengan cukup banyak kerusakan akibat pengeringan seperti retak ujung, belah, melengkung, dan retak. Papan setebal 25 mm memerlukan waktu 2,5-3,5 bulan, dan papan setebal 40 mm membutuhkan 4-5 bulan untuk mencapai kondisi kering udara.[3] Kayu bintangur umumnya cukup mudah dikerjakan; dapat digergaji dengan cukup baik karena tidak mengandung silika, cukup mudah dibor dan dibuat lubang persegi, dan umumnya mudah diserut hingga licin permukaannya, kecuali yang memiliki serat berpilin. Keawetannya bervariasi mulai dari cukup awet hingga tidak awet pada kondisi terbuka; jika digunakan langsung berhubungan dengan tanah daya tahannya berkisar antara 0,5-2(-3,5) tahun.[3] Kayu ini cukup baik untuk konstruksi ringan, bahan lantai, geladak dan konstruksi kapal, papan hias (moulding), papan bingkai, perabot rumah, palet kayu, venir dan kayu lapis. Juga untuk tiang-tiang kapal, bahan jembatan dan perancah, roda kereta dan sumbunya, gerbong kereta api.[3] Kayu bintangur agak banyak diekspor ke Jepang dari Kalimantan dan Papua Nugini. Volume dan nilai ekspor kayu bintangur dari Sabah pada tahun 1987 dan 1992 berturut-turut adalah 42.000 m³ kayu gelondongan (US$ 2,8 juta), serta 17.000 m³ kayu gelondongan dan 41.500 m³ kayu gergajian (US$ 10,3 juta).[3] SpesiesBeberapa jenisnya, di antaranya: Calophyllum amoenum Catatan kaki
|