Hubungan Malaysia dengan Turki
Hubungan Malaysia dengan Turki (bahasa Melayu: Hubungan Malaysia–Turki; Jawi: هوبوڠن مليسيا–تركيا; bahasa Turki: Malezya-Türkiye ilişkileri) adalah hubungan luar negeri antara Malaysia dan Turki. Turki memiliki Kedutaan Besar di Kuala Lumpur, dan Malaysia memiliki Kedutaan Besar di Ankara.[1] Kedua negara adalah anggota penuh dari World Trade Organization (WTO) dan Organisation of the Islamic Conference (OIC). Kedua negara juga dikategorikan sebagai kekuatan regional dan kekuatan menengah pada masing-masing kawasan. SejarahHubungan kedua negara dapat dilacak hingga masa Kesultanan Melayu dan Kesultanan Utsmaniyah.[2] Sejak abad ke-19, hubungan antara Kesultanan Melayu dengan Kesultanan Utsmaniyah berjalan erat, didukung oleh kedekatan Sultan Abu Bakar dari Johor, yang beberapa kali mengunjungi Istanbul. Pada kunjungan Sultan Abu Bakar pada tahun 1890, bersama Engku Abdul Majid, menikahi wanita Turki. Pernikahan-pernikahan ini mempererat hubungan bilateral dan menghasilkan keturunan Melayu-Turki seperti Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Ungku Aziz.[3] Saat ini, hubungan modern kedua negara dimulai pada tahun 1964.[4] Perdana Menteri Najib Razak mengunjungi Turki pada 17 April 2014 untuk memperluas perdagangan bilateral kedua negara dan menandatangani FTA.[5] Beberapa perjanjian ekonomi kedua negara telah disepakati seperti Strategic Framework Agreement dan Free Trade Agreement.[6][7] Di samping itu, kebutuhan visa untuk kunjungan masing-masing negara telah dihapuskan.[8][9] Kedua negara juga saat ini menjalin kerjasama lebih jauh di bidang perdagangan dan investasi khususnya industri perbankan syariah.[10] Turki juga mengincar Malaysia untuk menjadi salah satu mitra dagangnya di kawasan ASEAN.[11] Hubungan keamananSaat ini, perusahaan pertahanan Turki telah menandatangani beberapa perjanjian dengan mitra dari Malaysia senilai $600 juta untuk produksi kendaraan lapis baja. Firma Turki yang lain juga telah menyepakati kerjasama dengan perusahaan Malaysia untuk memoderenisasi sistem militer Malaysia. Pada 12 Mei 2017, Malaysia mendeportasi tiga tersangka WN Turki atas tuduhan keterlibatan dengan Pergerakan Gülen, sebuah organisasi yang telah dianggap sebagai organisasi oleh Pemerintahan Turki.[12] Berkaitan dengan hal ini, Pemerintahan Malaysia dituding oleh Stockholm Center for Freedom (SCF) karena telah membantu persekusi kritik terhadap pemerintahan di bawah Presiden Recep Tayyip Erdoğan dengan mengembalikan WN Turki yang menghindari dari tindakan keras pemerintah mereka di bawah permintaan Pemerintahan Turki.[13] Wakil Perdana Menteri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi membantah jika penahanan berdasarkan perintah dari Pemerintahan Turki, sementara juga menjelaskan bahwa penahanan dilaksanakan setelah menerima informasi dari Counter-Messaging Centre (CMC) berkaitan dengan keterlibaan mereka dalam organisasi ilegal d negara mereka.[14] Referensi
Pranala luar
|