Iswara
Iswara atau Ishvara (Dewanagari: ईश्वर; IAST: Īśvara ) adalah suatu konsep dalam agama Hindu dengan berbagai macam makna yang bergantung pada era dan aliran agama Hindu yang dianut.[1][2] Dalam teks-teks kuno filsafat Hindu, tergantung pada konteksnya, Iswara dapat berarti Purusa Tertinggi, penguasa, tuan, raja, ratu, atau suami.[1] Dalam teks-teks Hindu era Abad Pertengahan, tergantung pada aliran Hinduisme, Iswara berarti Tuhan, Wujud Tertinggi, Tuhan pribadi, atau Purusa Istimewa.[3][4][5] Dalam aliran Saiwa, Iswara adalah julukan dari Siwa.[6][7][8][9] Dalam aliran Waisnawa, Iswara sinonim dengan Wisnu, misalnya pada julukan Wisnu sebagai Wenkateswara.[10] Dalam gerakan Bhakti tradisional, Iswara merujuk kepada satu atau lebih dewa favorit sesuai pilihan seseorang (Istadewata) dari kanon dewa-dewi politeistik Hindu. Dalam gerakan sektarian zaman modern seperti Arya Samaj dan Brahmoism, Iswara diwujudkan sebagai Tuhan yang monoteistik.[11] Dalam aliran Yoga, Iswara adalah "dewa pribadi" atau "inspirasi spiritual" apa pun.[12] Dalam aliran Adwaita Vedanta, Iswara adalah bentuk manifestasi dari Brahman.[13] Kata ini juga digunakan oleh Buddhisme. Dalam Tripitaka Pāli milik aliran Theravāda, khususnya Titthāyatana Sutta, Aṅguttara Nikāya 3.61, Sang Buddha menggunakan istilah issara (padanan bahasa Pali dari kata Iswara) untuk menolak konsep dewa atau Tuhan pribadi. Iswara di sana diartikan sebagai "Tuhan yang tertinggi",[14] "Supreme God",[15] dan "God Almighty".[16] Beberapa kitab suci aliran Mahāyāna juga menggunakan istilah Iswara sebagai nama Bodhisatwa dan personifikasi Tuhan. EtimologiAkar kata Iswara berasal dari īś- (ईश्, Ish) yang berarti "mampu" dan "pemilik, penguasa, ketuua".[17] Bagian kedua dari kata Iswara adalah vara yang artinya, tergantung pada konteksnya, adalah "terbaik, luar biasa, cantik", "pilihan, harapan, berkat, anugerah, hadiah", dan "pelamar, kekasih, orang yang melamar seorang gadis untuk dinikahi".[18] Sebagai kata majemuk, Iswara secara harfiah berarti "pemilik yang terbaik, yang cantik", "penguasa pilihan, berkat, anugerah", atau "ketua pelamar, kekasih". Sebagai sebuah konsep, Iswara dalam teks-teks Sanskerta kuno dan abad pertengahan memiliki arti yang beragam, yaitu Tuhan, Wujud Tertinggi, Purusa Tertinggi, Siwa, seorang raja atau penguasa, seorang suami, dewa cinta, salah satu Rudra, dan angka 'sebelas'.[19][20][21] Istilah Īśvara tidak terdapat dalam Regweda.[22] Namun, kata kerja īś- terdapat dalam Regweda, dengan konteksnya menunjukkan bahwa maknanya adalah "mampu, sanggup, bisa".[22] Istilah ini juga tidak ada dalam Samaweda, dan jarang ditemukan dalam Atharwaweda, tetapi tercatat di Samhita dalam Yajurweda. Makna kontekstualnya, bagaimanapun, seperti yang dijelaskan oleh ahli tata bahasa India kuno bernama Pāṇini, bukanlah Tuhan atau Wujud Tertinggi.[22] Kata Iswara muncul di banyak teks kuno Dharmasastra. Namun, Patrick Olivelle menyatakan bahwa Iswara di sana tidak berarti Tuhan, tetapi berarti kumpulan Weda.[23] Deshpande menyatakan bahwa Iswara dalam Dharmasastra bisa juga berarti raja, dengan konteks secara harfiah menegaskan bahwa Dharmasastra sama pentingnya dengan Iswara (raja) dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan publik.[23] Istilah ini digunakan sebagai bagian dari kata majemuk Maheswara ("Tuan Yang Agung") and Parameshvara ("Tuan Yang Tertinggi") sebagai nama-nama panggilan Wisnu dan Siwa. Dalam Buddhisme Mahāyāna, istilah ini digunakan sebagai bagian dari kata majemuk "Awalokiteswara" ("tuan yang mendengar tangisan dunia", tetapi dengan etimologinya sendiri), nama sesosok Bodhisatwa yang dihormati karena belas kasihnya. Ketika merujuk pada sosok ilahi sebagai perempuan, khususnya dalam aliran Sakta, kata feminin Iswari is sometimes used.[24] Dalam aliran Adwaita Wedanta, Iswara adalah monistik Absolut Universal yang merupakan penghubung dan Kesatuan dalam setiap orang dan segala sesuatu.[25][26] HinduismeDi antara enam sistem filsafat Hindu, Samkhya dan Mimamsa tidak menganggap konsep Iswara—wujud tertinggi—sebagai sesuatu yang relevan. Aliran Yoga, Waisesika, Wedanta, dan Nyaya dalam agama Hindu membahas Iswara, tetapi memberikan makna yang berbeda. Desmarais menyatakan bahwa Iswara adalah konsep metafisik dalam Yogasutra.[27] Dia menerangkan bahwa tidak ada ulasan yang terkait dengan Tuhan, tidak ada penyebutan praktik-praktik pengabdian (Bhakti) apa pun, dan tidak ada pula penjelasan Iswara sebagai karakteristik yang biasanya dikaitkan dengan para dewa.[27] Dalam aliran Yoga, Whicher menyatakan bahwa Iswara bukanlah dewa pencipta maupun Absolut Universal dari aliran Adwaita Wedanta.[28] Whicher juga mencatat bahwa beberapa subaliran teistik filsafat Wedanta, yang terinspirasi oleh aliran Yoga, menjelaskan istilah Iswara sebagai "Wahyu Tertinggi yang menguasai alam semesta dan makhluk-makhluk yang terindividuasi".[28][29] Malinar menyatakan bahwa dalam aliran Samkhya Yoga, Iswara bukanlah dewa pencipta maupun dewa penyelamat.[30] Zimmer, dalam buku “Philosophies of India” tahun 1951, mencatat bahwa subaliran Bhakti menyebut Iswara sebagai dewa atau Tuhan Ilahi dari subaliran Bhakti tertentu.[31] Gerakan sektarian modern menekankan Iswara sebagai Tuhan Tertinggi; misalnya, Hare Krishna menganggap Kresna sebagai Tuhan.[32] Dalam subaliran teistik tradisional Hindu, seperti Wisistadwaita oleh Ramanuja dan Dwaita oleh Madhwa, Iswara diidentifikasikan sebagai Dewa Wisnu/Narayana, yang berbeda dari prakriti (dunia material) dan Purusa ("Diri"). Radhakrishnan dan Moore menyatakan bahwa variasi dalam konsep Iswara ini konsisten antara gagasan Hinduisme tentang "Tuhan pribadi" dan gagasan "cita-cita atau manifestasi nilai-nilai Diri tertinggi individu yang dihargai".[33] Riepe, dan lainnya,[34] menyatakan bahwa aliran Hinduisme memberikan kebebasan dan pilihan kepada setiap individu untuk mengonseptualisasikan Iswara dengan cara yang bermakna sesuai keinginannya, baik dalam bentuk "dewa pilihan seseorang" atau "Brahman tanpa bentuk (Realitas Absolut, Prinsip Universal, Purusa Istimewa Yang Sejati)".[35][36][37] BuddhismeTheravādaDalam kitab suci Tipiṭaka Pāli milik aliran Theravāda, tepatnya diskursus berjudul Titthāyatana Sutta, Aṅguttara Nikāya 3.61, kata Pāli issara (Sanskerta: īśvara) digunakan oleh Sang Buddha. Di sana, Buddha menolak eksistensi dewa atau Tuhan pribadi sebagai pencipta dan pengatur alam semesta.[38] Kepercayaan terhadap Tuhan personal merupakan pandangan salah yang harus dihindari. Menurut Sang Buddha, orang yang menganut pandangan tersebut tidak memahami sesuatu yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan sehingga berpikiran kacau, tidak menjaga diri mereka sendiri, dan tidak pantas disebut sebagai petapa.[39] Buddhisme Theravāda menyatakan bahwa alam semesta diatur oleh Niyāma, yaitu suatu hukum alam impersonal yang berjalan tanpa pribadi pengatur tertinggi. MahāyānaAwalokiteswaraDalam Buddhisme aliran Mahāyāna, istilah ini menjadi penyusun suatu kata majemuk yang digunakan sebagai nama salah satu Bodhisatwa yang terkenal dengan sifat belas kasihnya, yaitu "Awalokiteswara" yang terdiri atas kata Avalokita dan Iswara. Adi BuddhaSalah satu subaliran Mahāyāna mengembangkan konsep Adi Buddha yang terkait dengan Iswara. Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia (1988),[40] Adi Buddha dan tradisi yang menggunakan istilah ini dijelaskan sebagai berikut:
Budaya populerDalam anime dan manga berjudul Fullmetal Alchemist, Iswara adalah nama dewa yang disembah oleh orang-orang Ishbal.[41] Dalam permainan Exalted, istilah Iswara digunakan untuk menggambarkan sebuah raksasa yang sangat kuat.[42][43] Referensi
|