Share to:

 

Kerja sama tertingkatkan

Uni Eropa
Bendera Uni Eropa

Artikel ini adalah bagian dari seri:
Politik dan pemerintahan
Uni Eropa

Kerja sama tertingkatkan (bahasa Inggris: Enhanced cooperation) adalah prosedur ketika minimum sembilan negara Uni Eropa (UE) diizinkan mengambil langkah-langkah integrasi[1] atau kerja sama tingkat lanjut dalam lingkungan struktur UE tanpa perlu melibatkan negara-negara UE lainnya. Dengan prosedur ini mereka dapat mengambil kebijakan dengan kecepatan serta tujuan-tujuan yang berbeda. Prosedur ini dirancang untuk menanggulangi terhambatnya suatu inisiatif oleh satu atau beberapa negara anggota yang tidak ingin menjadi bagian dalam inisiatif tersebut. Negara anggota dapat memilih untuk bekerja sama pada salah satu bidang yang dicakup oleh Perjanjian, kecuali bidang yang kewenangannya eksklusif hanya untuk UE serta bidang kebijakan luar negeri dan keamanan. Otoritas pelaksanaan kerja sama tertingkatkan diberikan oleh Dewan, atas usulan Komisi setelah mendapat persetujuan dari Parlemen Eropa. Sejak Februari 2013, prosedur ini telah digunakan untuk bidang hukum perceraian, paten, pengaturan harta pasangan internasional, jaksa publik Eropa, juga diusulkan untuk bidang pajak transaksi keuangan dan investasi superkomputer.[2]

Sejarah

Ketentuan mengenai kerja sama tertingkatkan diperkenalkan dalam Perjanjian Amsterdam yang ditandatangani pada 1997 (disebut clooser cooperation hingga Perjanjian Nice). Perjanjian Amsterdam menetapkan aturan persetujuan yang terbilang ketat untuk kerja sama tertingkatkan. Kerjasama tertingkatkan hanya dapat dipergunakan sebagai "pilihan terakhir", dan mayoritas negara anggota harus bergabung dalam prosesnya dan kebijakan apa pun yang ditetapkan tidak boleh mempengaruhi UE. Perjanjian Nice menyederhanakan kerja sama tertingkatkan dengan batas minimal negara anggota yang berpartisipasi sebanyak delapan negara. Meskipun prosedur ini sudah diperkenalkan dalam Perjanjian Amsterdam, dan disederhanakan dalam Perjanjian Nice, penggunaannya untuk pertama kali setelah Perjanjian Lisboa.[3] Perjanjian Lisboa menetapkan jumlah minimum negara anggota yang diperlukan dalam kerja sama tertingkatkan menjadi sembilan negara. Selain itu Parlemen Eropa juga diberi kuasa untuk menyetujui otorisasi kerjasama tertingkatkan.[4]

Prosedur

Ketentuan yang mengatur mekanisme kerja sama tertingkatkan diuraikan secara umum oleh Perjanjian Uni Eropa (Pasal 20), kemudian diperinci dalam ketentuan Judul III Bagian VI Perjanjian tentang Berfungsinya Uni Eropa (Pasal 326-334). Aturan prosedural ini dapat dibagi dalam tiga tahap:[5]

Permulaan/Inisiasi dan Otorisasi

  1. Minimal sembilan negara anggota memprakarsai kerja sama tertingkatkan melalui permintaan resmi kepada Komisi yang akan menetapkan ruang lingkup dan tujuan kerja sama yang diusulkan
  2. Komisi akan mengevaluasi permintaan negara-negara anggota, kemudian mengajukan usulan tersebut kepada Dewan agar disahkan. Komisi tidak berkewajiban menindaklanjuti permintaan dari negara-negara anggota. Jika Komisi tidak menyerahkan usulan kepada Dewan, maka ada pemberitahuan kepada negara-negara anggota beserta alasan-alasannya.
  3. Parlemen menyetujui kerja sama tertingkatkan, sesuai format yang diusulkan oleh Komisi
  4. Dewan akan memberikan wewenangnya untuk melanjutkan kerja sama tertingkatkan dengan keputusan formal yang diadopsi melalui prosedur pengambilan keputusan biasa (melalui qualified majority voting).[6] Keputusan otorisasi harus memuat persyaratan partisipasi dalam kerja sama tertingkatkan
  5. Karena sifat hukumnya, keputusan Dewan yang mengesahkan kerja sama tertingkatkan bisa menjadi subyek peninjauan hukum di hadapan Mahkamah Eropa (ECJ)

Implementasi

  1. Negara-negara anggota yang ikut ambil bagian dalam kerja sama dapat memanfaatkan lembaga-lembaga UE. Selain itu, negara-negara anggota yang ikut serta dalam prosedur kerja sama tidak harus menanggung biaya administrasi tambahan untuk penggunaan lembaga-lembaga tersebut.
  2. Dalam kerja Dewan, aturan istimewa berlaku dimana semua anggota Dewan dapat berpartisipasi dalam musyawarah, tetapi hanya anggota Dewan yang mewakili negara-negara yang berpartisipasi dalam kerja sama yang ambil bagian dalam pemungutan suara. Dengan demikian, suara bulat harus berdasarkan suara dari perwakilan negara anggota yang berpartisipasi saja dan qualified majority juga harus dilakukan sesuai dengan itu.
  3. Dalam kerja Dewan, negara-negara anggota yang merupakan pihak-pihak dalam kerja sama dapat menggunakan "klausa pelintas" (passerelle clause) yang memodifikasi aturan pemungutan suara internal atau prosedur pembuatan undang-undang yang harus diikuti oleh Dewan. Dimana:
    • dewan dapat mengambil keputusan dengan qualified majority
    • Meski ketentuan Perjanjian mengenai kerja sama tertingkatkan menetapkan Dewan harus mengadopsi undang-undang melalui prosedur legislatif khusus, Dewan dengan suara bulat dapat mengadopsi keputusan melalui prosedur legislatif biasa. Dalam hal ini, Dewan akan bertindak setelah berkonsultasi dengan Parlemen UE

Penambahan negara-negara baru

  1. Negara anggota yang ingin berpartisipasi dalam kerja sama tertingkatkan harus menyampaikan pemberitahuan kepada Dewan dan Komisi
  2. Dalam waktu empat bulan sejak pemberitahuan, Komisi mengevaluasi permintaan negara anggota, dengan mempertimbangkan syarat-syarat yang ditentukan oleh Dewan dalam keputusannya. Pada akhir penilaian, Komisi dapat:
    • Menyetujui keikutsertaan negara anggota yang bersangkutan. Syarat-syarat partisipasi harus dipenuhi dan menerapkan langkah-langkah transisi yang diperlukan
    • Menganggap bahwa syarat partisipasi belum terpenuhi. Dalam hal ini, harus mengikuti pengaturan yang diadopsi untuk memenuhi persyaratan tersebut dan harus menetapkan tenggat waktu untuk memeriksa kembali. Jika saat pemeriksaan kembali syarat-syarat masih belum dipenuhi, maka negara anggota yang bersangkutan dapat merujuk masalah tersebut ke Dewan, yang akan memutuskan melalui pemungutan suara dari negara-negara yang merupakan pihak di dalam kerja sama. Dewan juga dapat mengadopsi langkah-langkah transisi yang diusulkan oleh Komisi

Dalam konteks kerja sama tertingkatkan, negara-negara peserta diperbolehkan untuk mengadopsi semua undang-undang legislatif dan non-legislatif yang diizinkan oleh hukum UE (misalnya regulasi dan direktif).[5] Legislasi yang diadopsi berdasarkan prinsip kerja sama tertingkatkan hanya mengikat bagi negara anggota yang berpartisipasi.[7] Untuk bidang pertahanan, prosedur khusus berlaku. Negara anggota yang bersedia dan dengan kapasitas yang memadai dapat membentuk Kerjasama Struktural Permanen. Pada bulan Juni 2017, Dewan Eropa menyetujui perlunya meluncurkan Kerjasama Struktural Permanen yang inklusif.[8][9] Pada 11 Desember, 25 negara anggota secara resmi meluncurkan Kerjasama Struktural Permanen dengan satu set pertama dari 17 proyek pertahanan kolaboratif.[9]

Penerapan kerja sama tertingkatkan

Kebijakan yang telah disepakati

  17 negara anggota UE berpartisipasi dalam regulasi hukum perceraian.
  Anggota UE tidak berpartisipasi

Undang-undang perceraian (Regulasi Roma III)

Kasus resmi pertama mengenai kerja sama tertingkatkan adalah peraturan Roma III. Sebelum perwujudan peraturan ini, UE sudah menetapkan aturan pertamanya dalam undang-undang perceraian pada tahun 1998: Konvensi Brussels II. Aturan ini diperbaharui menjadi Regulasi Brussels II pada tahun 2000 dan diubah pada tahun 2003. Di dalam UE dan di tingkat negara anggota, ada dorongan agar ditetapkan aturan hukum yang seragam di bidang perceraian lintas negara. Pada 16 April 2010 Komisi Eropa secara resmi mengusulkan prosedur kerja sama tertingkatkan kepada Dewan Kehakiman dan Urusan Dalam Negeri (JHA) yang kemudian mengesahkannya pada 12 Juli 2010 setelah menerima persetujuan dari Parlemen Eropa. Setelah otorisasi oleh Komisi, Belgia, Jerman, Latvia, Malta dan Portugal bergabung dengan negara anggota lainnya yang menghasilkan total 14 negara peserta pada bulan Juni 2010.[10]

Bagian pertama dari usulan Komisi termasuk keputusan Dewan yang mengesahkan kerja sama di bidang hukum yang berlaku untuk perceraian dan perpisahan yang sah. Bagian kedua berisi usulan untuk Regulasi Dewan tentang implementasi kerja sama tertingkatkan tersebut. Parlemen Eropa memberikan persetujuan pada bulan Juni dan Dewan menyatakan persetujuan akhir pada bulan Juli 2010. Pada bulan Desember 2010, regulasi tersebut disetujui oleh Dewan. Regulasi tentang hukum perceraian, yang disebut juga Regulasi Roma III, mulai berlaku pada bulan Juli 2012.[10]

Regulasi Roma III menetapkan aturan hukum mana yang harus digunakan dalam perceraian lintas negara, sedangkan pengadilan mana yang harus digunakan ditentukan oleh Peraturan Brussels II, yang berlaku untuk semua negara UE, kecuali Denmark.[11] Pasangan internasional dapat menentukan hukum mana yang berlaku pada perceraian atau perpisahan sah mereka. Jika pasangan tersebut tidak dapat menentukan, hakim memiliki formula tersendiri untuk memutuskan hukum negara mana yang akan diberlakukan. Regulasi ini berlaku di 17 negara: Belgia, Bulgaria, Jerman, Estonia, Yunani, Spanyol, Prancis, Italia, Latvia, Lithuania, Luksemburg, Hungaria, Malta, Austria, Portugal, Rumania, dan Slovenia.[9]

  Anggota UE yang berpartisipasi dalam regulasi paten dan meratifikasi kesepakatan pengadilan tunggal (Perjanjian UPC)

  Anggota UE yang berpartisipasi dalam regulasi paten dan belum meratifikasi Perjanjian UPC

  Anggota UE yang tidak berpartisipasi dalam regulasi paten maupun Perjanjian UPC

  Pihak-pihak lain dari Konvensi Paten Eropa

Paten berdasarkan kesatuan

Paten berdasarkan kesatuan (unitary patent) atau paten tunggal merupakan kasus kedua kerja sama tertingkatkan yang diadopsi oleh Komisi Eropa dan Parlemen. Perlindungan hak paten yang seragam memungkinkan negara-negara anggota untuk mengajukan paten yang berlaku di semua negara yang berpartisipasi, dan dapat diperoleh hanya dengan satu permohonan (aplikasi).[12]

Otorisasi untuk pelaksanaan kerja sama tertingkatkan dalam penyusunan perlindungan paten berdasarkan kesatuan diberikan oleh Dewan pada Maret 2011.[13] Pada tahun 2012, negara-negara UE dan Parlemen Eropa kemudian menyetujui 'paket paten', inisiatif legislasi yang terdiri dari dua peraturan dan perjanjian internasional yang menjadi fondasi penciptaan perlindungan paten berdasarkan kesatuan di UE. Paket ini terdiri dari:[14]

  • Regulasi yang membentuk paten Eropa yang memiliki efek kesatuan (unitary patent)
  • Regulasi yang menetapkan aturan bahasa yang berlaku untuk paten
  • Perjanjian antara negara-negara UE untuk menetapkan yurisdiksi paten tunggal dan khusus (Pengadilan Paten Terpadu)

Kebijakan kerja sama tertingkatkan diberlakukan pada Januari 2013, dan akan berlaku untuk negara anggota yang berpartisipasi saat tanggal pemberlakuan Perjanjian tentang Pengadilan Paten Terpadu (UPC) oleh negara-negara tersebut. Perjanjian UPC ditandatangani oleh 25 negara anggota UE, termasuk semua negara yang berpartisipasi dalam kerja sama kecuali Polandia, sedangkan Italia menandatangani perjanjian UPC sebelum bergabung dalam kerja sama tertingkatkan untuk paten berdasarkan kesatuan.[15][14] Pengadilan paten khusus memungkinkan suatu kasus dapat diperdengarkan di hadapan hakim dengan tingkat keahlian hukum dan teknis tertinggi di bidang paten. Pengadilan terpadu juga berarti bahwa berbagai pihak tidak harus mengajukan tuntutan sekaligus di beberapa negara yang dapat memakan biaya tinggi.[9]

Perlindungan hak paten tunggal juga memungkinkan bagi penemu (individu, perusahaan, atau lembaga) untuk melindungi penemuan mereka di 26 negara Uni Eropa dengan mengajukan permohonan paten tunggal. Setelah paten diberikan, tidak perlu memvalidasinya di setiap negara. Perlindungan hak paten tunggal akan membuat sistem Eropa yang ada menjadi lebih sederhana dan lebih murah bagi para penemu. Hal ini juga akan mengakhiri persyaratan validasi yang rumit dan dapat mengurangi biaya penerjemahan yang mahal di negara-negara yang berpartisipasi. Sehingga diharapkan dapat merangsang penelitian, pengembangan dan investasi inovasi, dan membantu mendorong pertumbuhan di UE.[14] Kebijakan unitary patent berlaku di 26 negara: Belgia, Bulgaria, Republik Ceko, Denmark, Jerman, Estonia, Irlandia, Yunani, Prancis, Italia, Siprus, Latvia, Lithuania, Luksemburg, Hungaria, Malta, Belanda, Austria, Polandia, Portugal, Rumania, Slovenia, Slovakia, Finlandia, Swedia, Inggris.[9]

  Negara anggota UE yang bertisipasi
  Negara UE yang tidak berpartisipasi

Pengelolaan harta pasangan internasional

Pada Juni 2016, Dewan UE memberi wewenang kepada 18 negara anggota untuk memulai kerja sama tertingkatkan di bidang yurisdiksi, hukum yang berlaku, pengakuan serta penegakan keputusan dalam pengelolaan harta pasangan internasional. Pengelolaan harta perkawinan dan konsekuensi harta dari pasangan yang terdaftar.[16] Kemudian dilaksanakan kerja sama tertingkatkan melalui Regulasi (EU) 2016/1103 untuk pasangan yang sudah menikah dan Regulasi (EU) 2016/1104 untuk pasangan terdaftar, keduanya akan diberlakukan mulai 29 Januari 2019.[17][18]

Regulasi yang berhubungan dengan pengelolaan harta pasangan internasional memberikan aturan yang jelas dalam kasus perceraian atau kematian dan mengakhiri proses paralel dan mungkin bertentangan di berbagai negara anggota, misalnya pada kekayaan atau rekening bank. Regulasi ini berlaku di 17 negara: Belgia, Bulgaria, Republik Ceko, Jerman, Yunani, Spanyol, Prancis, Kroasia, Italia, Luksemburg, Malta, Belanda, Austria, Portugal, Slovenia, Finlandia, Swedia.[9]

  Negara anggota UE yang berpartisipasi dalam EPPO
  Negara anggota UE yang tidak berpartisipasi

Jaksa Penuntun Umum Eropa

Dasar pemikiran di balik gagasan Kantor Kejaksaan Umum Eropa atau Europen Public Prosecutor's Office (EPPO) adalah karena sebagian dari sumber keuangan UE setiap tahunnya lenyap akibat penipuan atau penyalahgunaan yang terjadi di seluruh negara anggota, sehingga dianggap perlu adanya suatu badan yang kompeten untuk menyelidiki perilaku ilegal tersebut.[19] Pada 17 Juli 2013 Komisi Eropa mengusulkan regulasi untuk pembentukan EPPO.[20][19] Setelah tidak ada konsensus yang tercapai di antara semua negara anggota UE, negara-negara yang ingin berpartisipasi menyampaikan kepada Parlemen Eropa, Dewan dan Komisi pada 3 April 2017 bahwa mereka akan melanjutkan pembentukan EPPO dengan prosedur kerja sama tertingkatkan.[21] Hal ini dilakukan di bawah TFEU Pasal 86, yang memungkinkan prosedur kerja sama tertingkatkan disederhanakan dan tidak memerlukan otorisasi dari Dewan untuk meneruskannya. Negara anggota yang berpartisipasi menyepakati naskah legislasi untuk membentuk EPPO pada 8 Juni. Pada 12 Oktober para menteri kehakiman dari 20 negara anggota dengan suara bulat menyetujui berdirinya EPPO yang akan mulai berfungsi pada 2020.[22][23][24] Pemerintah Belanda akan memutuskan sebelum 2021 akan bergabung atau tidak dengan EPPO, menurut perjanjian koalisi yang diterbitkan pada Oktober 2017.[25]

Kantor Jaksa Penuntut Umum Eropa dibentuk dengan tujuan untuk melaksankan penyelidikan, penuntutan dan menyeret ke pengadilan para pelaku serta kaki tangannya yang melakukan kejahatan terhadap kepentingan keuangan UE. Kantor ini dapat melaksanakan penyelidikan dan bertindak sebagai jaksa di depan pengadilan yang berwenang di negara-negara anggota.[23]

Usulan

  Negara anggota UE yang berpartisipasi dalam FTT
  Negara anggota UE yang tidak berpartisipasi

Pajak transaksi keuangan

Pada bulan September 2011, Komisi Eropa mengusulkan pajak transaksi keuangan (financial transaction tax/FTT) yang selaras untuk UE. Usulan tersebut berfokus pada transaksi keuangan yang dilakukan oleh lembaga keuangan. Usulan kerangka kerja FTT menetapkan pajak yang berlaku untuk semua pasar, semua instrumen (saham, obligasi, derivatif, dll.), dan semua pelaku sektor keuangan (bank, bank bayangan, manajer aset, dll.). Tujuannya untuk memastikan perlakuan yang sama terhadap lembaga keuangan, produk, dan pasar di UE, sekaligus meminimalkan distorsi potensial di berbagai segmen pasar dan mengurangi risiko penghindaran pajak, substitusi instrumen keuangan, dan relokasi.[26]

Setelah usulan tersebut dipublikasikan, kelompok kerja di Dewan yang mewakili pemerintah negara-negara anggota membahas usulan tersebut. Namun, pada pertengahan 2012, tidak ada kesepakatan bulat di tingkat Dewan. Meskipun demikian, sejumlah negara anggota menyatakan keinginannya untuk terus maju melalui prosedur kerja sama tertingkatkan. Pada akhir Oktober 2012, Komisi menerima permintaan untuk melaksanakan kerja sama tertingkatkan di bidang FTT dari 11 negara anggota (Belgia, Jerman, Estonia, Yunani, Spanyol, Prancis, Italia, Austria, Portugal, Slovenia, dan Republik Slovakia). Negara-negara anggota meminta izin untuk memperkenalkan sistem FTT di bawah kerja sama tertingkatkan, berdasarkan ruang lingkup dan tujuan sesuai usulan awal dari Komisi. Komisi menganalisis permintaan tersebut untuk memastikan kompatibilitasnya dengan hukum UE, juga dengan mempertimbangkan kepentingan negara anggota yang tidak berpartisipasi. Komisi kemudian menyimpulkan bahwa semua ketentuan hukum untuk kerja sama tertingkatkan yang diatur oleh Perjanjian telah dipenuhi.[27] Pada 22 Januari 2013 Dewan mengeluarkan keputusan otorisasi pada 11 negara anggota untuk melaksanakan kerja sama tertingkatkan di bidang pajak transaksi keuangan,[28] setelah Parlemen Eropa memberikan persetujuannya.[29] Pada tanggal 14 Februari 2013, Komisi mengusulkan Direktif Dewan tentang penerapan kerja sama tertingkatkan di bidang FTT bersama dengan evaluasi dampak yang direvisi.[30]

Pajak transaksi keuangan akan memperkuat Pasar Tunggal (Single Market) dengan mengurangi pendekatan nasional yang berbeda-beda untuk pajak transaksi keuangan dan akan memastikan bahwa sektor keuangan memberikan kontribusi yang adil dan substansial terhadap pendapatan publik. Diskusi sedang berlangsung antara negara anggota yang berpartisipasi. Pada 2018, tercatat 10 negara Anggota yang berpartisipasi dalam FTT (Belgia, Jerman, Yunani, Spanyol, Prancis, Italia, Austria, Portugal, Slovenia, Slovakia).[9]

Investasi Superkomputer

Pada bulan Maret 2017, para menteri dari tujuh negara Eropa (Prancis, Jerman, Italia, Luksemburg, Belanda, Portugal dan Spanyol) menandatangani sebuah deklarasi dalam mendukung infrastruktur komputasi dan data generasi berikutnya di Roma.[31] Kemudian pada Juni 2017 Belgia ikut menandatangani disusul Slovenia pada Juli 2017, Bulgaria dan Swiss pada Oktober 2017, Republik Ceko, Siprus dan Polandia pada 2018.[32] Komisi bersama-sama negara anggota berinvestasi untuk membangun infrastruktur superkomputer Eropa kelas dunia dengan menyatukan kekuatan di tingkat Eropa untuk memproses big data, dalam rangka memenuhi tuntutan pertumbuhan ekonomi dan masyarakat.[9]

Lembaga pendanaan baru EuroHPC Joint Undertaking atau EuroHPC JU akan mengelola, membangun dan menyebarkan infrastruktur Komputasi Performa Tinggi di seluruh Eropa. EuroHPC JU juga mendukung penelitian dan program inovasi dalam pengembangan teknologi dan mesin-mesin (perangkat keras) serta aplikasi (perangkat lunak) yang akan berjalan pada superkomputer ini.[33] EuroHPC JU diharapkan dapat beroperasi mulai 2019.[34]

EuroHPC JU menyatukan sumber daya Eropa untuk memproses data besar, berdasarkan teknologi Eropa yang kompetitif dengan tujuan:[35]

  • mengakuisisi dan menyediakan infrastruktur superkomputer kelas dunia bagi pengguna ilmiah dan industri di Eropa, menyesuaikan dengan tuntutan persyaratan aplikasi pada 2020
  • mengembangkan superkomputer berdasarkan teknologi UE yang kompetitif yang dapat diakuisisi EuroHPC JU pada 2022/2023, dan menjadi peringkat tiga teratas di dunia.

Ada 13 negara yang berpartisipasi dalam investasi superkumputer ini: Belgia, Bulgaria, Republik Ceko, Jerman, Yunani, Spanyol, Prancis, Kroasia, Italia, Siprus, Luksemburg, Belanda, Portugal, Slovenia, ditambah negara non-UE Swiss.[9]

Catatan kaki

  1. ^ Smit (2015), hlm. 17: Konsep dasar integrasi Eropa berasal dari gagasan persatuan, yang berarti penciptaan aturan-aturan yang seragam yang berlaku di semua negara anggota UE.
  2. ^ European Union (n.d.): Enhanced cooperation is a procedure where a minimum of 9 EU countries are allowed to establish advanced integration or cooperation in an area within EU structures but without the other EU countries being involved. This allows them to move at different speeds and towards different goals than those outside the enhanced cooperation areas. The procedure is designed to overcome paralysis, where a proposal is blocked by an individual country or a small group of countries who do not wish to be part of the initiative. It does not, however, allow for an extension of powers outside those permitted by the EU Treaties.; Smit (2015), hlm. 10; Council (2013a); European Commission (2018b).
  3. ^ Smit (2015).
  4. ^ Robert (2015), hlm. 76.
  5. ^ a b Fabbrini (2012), hlm. 5.
  6. ^ Council (2017a): "Ketika Dewan memberikan suara pada usulan Komisi atau Perwakilan Tinggi, qualified majority tercapai jika dua syarat berikut terpenuhi:
    • 55% dari negara anggota memberikan suara mendukung - dalam prakteknya ini berarti 16 dari 28 negara
    • Usulan tersebut didukung oleh negara-negara anggota yang mewakili setidaknya 65% dari total populasi UE
    Prosedur ini juga dikenal sebagai aturan double majority."
  7. ^ Smit (2015), hlm. 10.
  8. ^ EEAS (2017).
  9. ^ a b c d e f g h i European Commission (2018b).
  10. ^ a b Smit (2015), hlm. 26.
  11. ^ European Union (2010).
  12. ^ European Commission (2010).
  13. ^ Cédelle (2015).
  14. ^ a b c European Commission (2018a).
  15. ^ Council (2013b).
  16. ^ European Union (2016a).
  17. ^ European Union (2016b).
  18. ^ European Union (2016c).
  19. ^ a b Giuffrida (2017), hlm. 1.
  20. ^ European Commission (2013).
  21. ^ Council (2017b).
  22. ^ Council (2017c).
  23. ^ a b Marini (2017).
  24. ^ European Union (2017): EPPO tidak memiliki wewenang untuk memulai penyelidikan atau penuntutan kejahatan sampai keputusan Komisi menyetujuinya, yang menurut ketentuan Regulasi tidak dapat dilaksanakan hingga 3 tahun setelah mulai berlakunya Regulasi ini pada bulan November 2017.
  25. ^ Euobsever (2017).
  26. ^ Hemmelgarn et al. (2016), hlm. 221-222.
  27. ^ Hemmelgarn et al. (2016), hlm. 226.
  28. ^ Council (2013a).
  29. ^ Hemmelgarn et al. (2016), hlm. 227.
  30. ^ Hemmelgarn et al. (2016), hlm. 228.
  31. ^ BSC (2018).
  32. ^ Primeur magazine (2018).
  33. ^ European Commission (2018c).
  34. ^ European Commission (2018d).
  35. ^ European Commission (2018e).

Referensi

Kembali kehalaman sebelumnya