Kesesatan
Kesesatan adalah kesalahan yang terjadi dalam aktivitas berpikir karena penyalahgunaan bahasa (verbal) dan/atau relevansi (materi).[1] Kesesatan merupakan bagian dari logika yang mempelajari beberapa jenis kesesatan penalaran sebagai lawan dari argumentasi logis. Kesalahan yang disebabkan oleh bahasa yang salah antara lain karena pemilihan istilah yang salah, sedangkan relevansi yang salah dapat disebabkan oleh (1) pemilihan premis yang salah (pembuatan premis dari proposisi yang salah), atau (2) prosesnya dalam mendeduksi premis yang salah (premis tidak terkait dengan proposisi salah pada kesimpulan yang harus dicari). Suatu kesalahan yang kejadiannya terdapat dalam kesalahan penalaran disebut kesalahan logika.[2] Konsep kesesatanSecara istilah dalam bahasa, kesesatan, atau disebut juga kekeliruan, adalah konsep penggunaan akal atau aktivitas pikiran yang tidak valid atau salah (gerakan yang salah) dalam konstruksi argumen.[3] Argumen yang salah mungkin menipu dengan terlihat lebih baik daripada yang sebenarnya. "kesalahpahaman umum", kesalahan dalam menempatkan pernyataan palsu dalam pelukan apa yang umum diketahui.[4] Beberapa kekeliruan dilakukan dengan sengaja untuk memanipulasi atau membujuk dengan penipuan, sementara yang lain dilakukan secara tidak sengaja karena kecerobohan atau ketidaktahuan. Keabsahan argumen salah, apabila menghambat atau alih-alih berkontribusi pada penilaian yang baik atas kesaksian ahli dan mengembangkan keahlian yang memadai. Oleh karena itu kita harus mempelajari dengan cermat di mana dan ketika argumen ini salah.[5] Kesesatan yang juga diartikan sebagai kekeliruan merupakan gagasan yang diyakini banyak orang sebagai kebenaran, tetapi sebenarnya salah karena didasarkan pada informasi atau penalaran yang salah.[6] Kekeliruan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yakni kekeliruan formal dan kekeliruan informal. Kekeliruan formal adalah cacat dalam struktur argumen deduktif yang membuat argumen menjadi tidak valid, sedangkan kekeliruan informal berasal dari kesalahan dalam penalaran selain dari bentuk logis yang tidak tepat.[7] Argumen yang mengandung kekeliruan informal mungkin sah secara formal, tetapi masih keliru.[8] Kekeliruan juga diartikan sebagai kecacatan yang melemahkan argumen. Argumen yang salah sangat umum dan bisa persuasif dalam penggunaan secara umum.[9] Misalnya, pernyataan tidak berdasar yang sering disampaikan dengan keyakinan yang membuatnya terdengar seolah-olah itu adalah fakta yang terbukti.[10] Kekeliruan informal khususnya sering ditemukan di media massa seperti televisi dan surat kabar.[11] Penting untuk memahami apa itu fallacy sehingga seseorang dapat mengenalinya dalam tulisannya sendiri atau tulisan orang lain. Menghindari kekeliruan akan memperkuat kemampuan seseorang untuk menghasilkan argumen yang kuat. Sehingga kesesatan berpikir dapat digunakan sebagai alat berpikir untuk mencapai suatu kebenaran sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara rasional dan ilmiah.[12] Klasifikasi kesesatanKarena struktur dan penerapannya yang beragam, kekeliruan sulit untuk diklasifikasikan agar dapat memuaskan semua praktisi. Kekeliruan dapat diklasifikasikan secara ketat oleh struktur atau isinya, seperti mengklasifikasikannya sebagai kekeliruan logika formal atau kekeliruan logika informal, masing-masing. Klasifikasi kekeliruan informal dapat dibagi lagi ke dalam kategori seperti meragukan apakah yang pernyataan asli berarti, hal inilah yang disebut 'analisis linguistik'. Linguistik merupakan analisis untuk mengakui kesalahan, relevansi melalui penghilangan, relevansi melalui intrusi, dan relevansi melalui anggapan.[13] Dalam perkembangan sejarah logika filosofis, ada berbagai jenis kesalahan inferensi. Meskipun model klasifikasi kesesatan yang dianggap standar sejauh ini belum diterima oleh para ahli, mengingat cara penalaran manusia sangat menyimpang, dalam istilah awam, kesalahan atau kesesatan dapat dibagi menjadi dua jenis yakni kesesatan formal, kesesatan informal dan kesesatan material. Kesesatan formalKekeliruan formal atau kesesatan formal, kesalahan deduktif, kesalahan logis atau non sequitur ( bahasa Latin artinya "tidak mengikuti") didefiniskan kesalahan yang berasal dari suatu kecacatan dalam struktur argumen deduktif yang membuat argumen tidak valid. Kecacatan dapat dengan rapi diekspresikan dalam sistem logika standar.[14] Struktur yang mendasari argumen formal bagaimanapun juga akan melibatkan pola kesimpulan.[15] Kehadiran kekeliruan formal tidak menyiratkan apa pun tentang premis argumen atau kesimpulannya. Keduanya mungkin benar-benar benar, atau bahkan lebih mungkin sebagai akibat dari argumen tersebut; tetapi argumen deduktif masih tidak valid karena kesimpulannya tidak mengikuti premis dengan cara yang dijelaskan. Kesesatan formal adalah kesalahan yang disebabkan oleh bentuk argumen yang salah atau tidak valid. Kesalahan ini terjadi karena pelanggaran prinsip logis tentang istilah dan klausa dalam suatu argumen. Sebuah kesimpulan mungkin menjadi kesimpulan dari suatu argumen, tetapi banyak kesimpulan tidak akan. Kesesatan informalBerbeda dengan kekeliruan formal, kekeliruan informal atau kesesatan informal didefiniskan kesalahan yang berasal dari kesalahan penalaran selain cacat dalam bentuk logis dari argumen.[16] Argumen deduktif yang mengandung kekeliruan informal mungkin sah secara formal,[17] tetapi masih tetap tidak meyakinkan secara rasional. Namun demikian, kekeliruan informal berlaku untuk argumen deduktif dan non-deduktif. Dalam analsis kekeliruan informal berdasarkan karakteristik adalah tertuju pada satu peserta untuk membujuk yang lain bahwa proposisi tertentu harus diterima.[18] Meskipun bentuk argumen yang mungkin relevan, kekeliruan jenis ini diibaratkan sebagai jenis kesalahan dalam penalaran yang muncul dari kesalahan penanganan isi proposisi yang membentuk argumen.[19] Kesesatan materialKesesatan material adalah kesesatan yang memiliki keterkaitan pada bagian isi (materi) penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor kebahasaan (kesalahan bahasa) yang menyebabkan kebingungan dalam penarikan kesimpulan dan juga dapat teriadi karena memang tidak adanya hubungan logis atau relevansi antara premis dan kesimpulan (kesalahan terkait). Setiap kata dalam bahasa memiliki makna tersendiri, dan setiap kata dalam kalimat tersebut memiliki makna yang sesuai dengan makna kalimat yang dimaksud. Maka, meskipun kata yang digunakan itu sama, tetapi dalam kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervariasi artinya.[20] Adapun dua bentuk kesesatan material baik kesesatan bahasa dan kesesatan relevansi dapat diuraikan sebagai berikut. Kesesatan bahasaKesesatan bahasa bisa diartikan sebagai suatu kesalahan berfikir akibat penggunaan bahasa yang tidak pada tempatnya sehingga menimbulkan penafsiran yang menyimpang, bahkan menyesatkan. Kesalahan linguistik juga merupakan penggunaan kata dalam bahasa dengan maknanya masing-masing, setiap kata dalam kalimat memiliki makna yang sesuai dengan makna kalimat secara keseluruhan. Jadi meskipun kata yang digunakan sama, dalam kalimat yang berbeda kata tersebut dapat memiliki arti yang berbeda. Ketidaktepatan dalam menentukan arti kata atau kalimat dapat menyebabkan inferensi yang salah.[21] Berikut adalah beberapa jenis kesalahan yang disebabkan oleh penggunaan bahasa: Kesesatan AksentuasiPengucapan kata-kata tertentu harus dilakukan dengan hati-hati karena ada suku kata yang harus ditekankan. Perubahan tekanan suku kata dapat menyebabkan perubahan makna. Dengan demikian, kurangnya perhatian pada tekanan bicara dapat menyebabkan perbedaan makna, akibatnya argumen menjadi sesat.[22] Contoh penggunaannya dalam suatu aksen yakni "Gubernur mengatakan, 'Hemat sabun dan kertas bekas.' Jadi sabun lebih berharga daripada kertas".[23] Kesesatan aksentuasi verbalContoh:
Kesesatan aksentuasi non-verbalMisal pada sebuah iklan: "Dengan 56 juta bisa membawa unit mobil" Mengapa bahasa iklan ini salah ketik penekanan tidak terucapkan atau aksentuasi non-verbal (contoh kasus): Karena ternyata mobil tidak bisa dibawa (pulang) bukan hanya 56 juta rupiah, tetapi juga dengan persyaratan lain seperti slip gaji, Kartu Tanda Penduduk (KTP), tagihan listrik terbaru dan informasi sertifikat kepemilikan. Contoh lainnya: "Apa" dan "Ha" dalam suatu ungkapan dimana memiliki arti yang bermacam-macam apabila:[22]
Kesesatan EkuivokasiKesesatan ekivalensi adalah kesalahan yang disebabkan oleh kata yang memiliki lebih dari satu arti. Apabila dalam suatu argumen ada perubahan arti dari kata yang sama, maka itu adalah kesalahan argumen.[24] Kesesatan Ekuivokasi verbalKesesatan ekuivokasi verbal adalah kesalahan diskriminasi (ekuivokasi) terjadi dalam berbicara ketika suara yang sama disalahartikan dalam dua pengertian yang berbeda.[24] Misal pada ungkapan bisa (boleh) dan bisa (racun ular)[24]
Contoh lainnya:[24]
Kesesatan Ekuivokasi non-verbalContoh:
Kesesatan AmfiboliKesesatan Amfiboli (gramatikal) adalah kesesatan tersebut disebabkan oleh struktur kalimat sehingga dapat berarti bercabang. Artinya bergantung pada kata ambigu atau struktur tata bahasa untuk membingungkan atau menyesatkan audiens. Hal ini juga dikenal sebagai amfibi.[27] Hal ini disebabkan oleh kedudukan suatu kata atau [istilah] tertentu dalam konteks kalimat. Akibatnya, ada lebih dari satu interpretasi maknanya, meskipun hanya satu yang benar sedangkan yang lain pasti salah. Misalnya, Dijual kursi bayi tanpa lengan. (1) Diperjualkan kursi untuk bayi tanpa lengan. (2) Diperjualkan kursi tanpa sandaran lengan khusus untuk bayi. Ejaan yang benar adalah: Diperjualkan kursi bayi, kursi berlengan untuk dijual.[28] Contoh lainnya: Ayam makan cacing mati.
(Inggris)Panda eat shoots and leaves.
“Dinda sedang berencana untuk pulang ke desa dengan saudarinya meninggal” dari kalimat di atas terdapat dua hal yang mungkin dapat dipahami:
Kesesatan MetaforisDisebut juga (fallacy of metaphorization) adalah kesesatan yang terjadi karena pencampur adukkan arti kiasan dan arti sebenarnya. Artinya terdapat persamaan dan perbedaan antara kedua pengertian tersebut. Namun, jika dalam suatu argumen makna kiasan disamakan dengan makna sebenarnya sehingga terjadi kesalahan metafora, yang juga dikenal sebagai kesalahan yang bersumber dari analogi palsu.[29] Misalnya, ''Pemuda'' merupakan ''tulang punggung'' negara. Kesesatan dalam tafsir: pemuda di sini adalah arti sebenarnya dari pemuda, dan tulang punggung adalah kiasan karena keadaan tidak ada organisme hidup dan tidak ada tulang punggung seperti vertebrata.[29] Pencampur adukkan makna sebenarnya dan kiasan dari sebuah kata atau frase sering disengaja seperti yang terjadi di dunia komedi. Kesesatan metaforis serinig kali dikenal dengan nama kesesatan karena analogi palsu.[29] Contoh dari kesesatan metaforis dalam sebuah lelucon di bawah ini.[29] Pembicara 1: Hewan apa yang haram? Pembicara 2: Babi P 1: Hewan apa yang lebih haram dari hewan yang haram? P 2: ? P 1: Babi hamil! Karena mengandung babi. Nah, sekarang hewan apa yang paling haram? Lebih haram daripada babi hamil? P 2: ? P 1: Babi hamil di luar nikah! Karena anak babinya anak haram. Kesesatan RelevansiKesesatan relevansi adalah sesat pikir yang dapat terjadi karena argumentasi yang dibuat tidak diarahkan pada masalah yang sebenarnya tetapi pada situasi pribadi dan karakteristik pribadi seseorang (lawan bicara) yang sebenarnya tidak berhubungan dengan kebenaran atau kesalahan isi argumentasi. Kesesatan berpikir ini muncul ketika seseorang membuat kesimpulan yang tidak berhubungan dengan premis mereka. Artinya, secara logis, kesimpulan tidak terkandung dalam premis atau implikasinya. Dengan demikian, inferensi yang mengandung kesalahan terkait tidak menunjukkan hubungan logis antara premis dan kesimpulan, meskipun secara psikologis menunjukkan hubungan. Namun, kesan hubungan psikologis seringkali menyesatkan. Argumentum ad Hominem Tipe I (abusif)Argumentum ad Hominem Tipe I adalah argumen diarahkan untuk menyerang manusianya secara langsung. Penerapan argumen ini dapat menggambarkan tindak pelecehan terhadap pribadi individu yang menyatakan sebuah argumen. Hal ini keliru karena ukuran logika dihubungkan dengan kondisi pribadi dan karakteristik personal seseorang yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau kekeliruan isi argumennya. Argumen ini juga dapat menggambarkan aspek penilaian psikologis terhadap pribadi seseorang. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan pandangan. Ukuran logika (pembenaran) pada sesat pikir argumentum ad hominem jenis ini adalah kondisi pribadi dan karakteristik personal yang melibatkan: gender, fisik, sifat, dan psikologi. Contoh 1: Tidak diminta mengganti bohlam (bola lampu) karena seseorang itu pendek. Kesesatan: tingkat keberhasilan pergantian sebuah bola lampu dengan menggunakan alat bantu tangga tidak tergantung dari tinggi/ pendeknya seseorang. Contoh 2: Seorang juri lomba menyanyi memilih kandidat yang cantik sebagai pemenang, bukan karena suaranya yang bagus tetapi karena parasnya yang lebih cantik dibandingkan dengan kandidat lainnya, walaupun suara kandidat lain ada yang lebih bagus Argumentum ad Hominem Tipe II (sirkumstansial)Berbeda dari argumentum ad hominem Tipe I, ad hominem Tipe II menitikberatkan pada perhubungan antara keyakinan seseorang dan lingkungan hidupnya. Pada umumnya ad hominem Tipe II menunjukkan pola pikir yang diarahkan pada pengutamaan kepentingan pribadi, sebagai contoh: suka-tidak suka, kepentingan kelompok-bukan kelompok, dan hal-hal yang berkaitan dengan SARA. Contoh 3: Pembicara G: Saya tidak setuju dengan apa yang Pembicara S katakan karena ia bukan orang Islam. Kesesatan: ketidaksetujuan bukan karena hasil penalaran dari argumentasi, tetapi karena lawan bicara berbeda agama. Bila ada dua orang yang terlibat dalam sebuah konflik atau perdebatan, ada kemungkinan masing-masing pihak tidak dapat menemukan titik temu karena mereka tidak mengetahui apakah argumen masing-masing itu benar atau keliru. Hal ini terjadi ketika masing-masing pihak beragumen atas dasar titik tolak dari ruang lingkup yang berbeda satu sama lain. Contoh 4: Argumentasi apakah Isa adalah Tuhan Yesus (Kristen) ataukah seorang nabi (Islam). Ini adalah sebuah contoh argumentasi yang tidak akan menemukan titik temu karena berangkat dari keyakinan dan ilmu agama yang berbeda Contoh 5: Dosen yang tidak meluluskan mahasiswanya karena mahasiswanya berasal dari suku yang ia tidak suka dan sering protes di kelas, bukan karena prestasi akademiknya yang buruk. Argumentum ad hominem Tipe I dan II adalah argumentasi-argumentasi yang mengarah kepada hal-hal negatif dan biasanya melibatkan emosi. Argumentum ad baculumArgumentum ad baculum (dalam istilah Latin: baculus berarti tongkat atau pentungan) adalah argumen ancaman menyebabkan orang menerima kesimpulan tertentu dengan alasan bahwa menolaknya akan memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan. Argumentum ad baculum sering kali digunakan oleh orang tua untuk membuat anak mereka menuruti apa yang diperintahkan, contoh menakut-nakuti anak kecil: Bila selalu pulang telat (kesorean) nanti bertemu oleh wewe gombel (sejenis hantu yang mengerikan). Argumen ini dikenal juga dengan argumen ancaman yang merupakan pernyataan atau keadaan yang mendesak orang untuk menerima suatu konklusi tertentu dengan alasan jika menolak akan membawa akibat yang tidak diinginkan. Contoh argumentum ad baculum:
Jenis argumentum ad baculum yang juga dapat terjadi adalah mengajukan gagasan (yang sering kali bersifat tuntutan) agar didengar dan dipenuhi oleh pihak penguasa, tetapi gagasan itu didasari oleh penalaran yang samasekali irasional dan argumen yang dikemukakan tidak memperlihatkan hubungan logis antara premis dan kesimpulannya. Penolakan mahasiswa akan skripsi sebagai syarat kelulusan dengan alasan skripsi mahal dan menjadi "akal-akalan" dosen. Argumentum ad misericordiam(Latin: misericordia artinya belas kasihan) adalah sesat pikir yang sengaja diarahkan untuk membangkitkan rasa belas kasihan lawan bicara dengan tujuan untuk memperoleh pengampunan/ keinginan. Contoh:
Argumentum ad populum(Latin: populus berarti rakyat atau massa) Argumentum ad populum adalah argumen yang menilai bahwa sesuatu pernyataan adalah benar karena diamini oleh banyak orang. Contoh:
Argumentum auctoritatis (alias: Argumentum ad Verecundiam)(Latin: auctoritas berarti kewibawaan) adalah sesat pikir ketika nilai penalaran ditentukan oleh keahlian atau kewibawaan orang yang mengemukakannya. Jadi suatu gagasan diterima sebagai gagasan yang benar hanya karena gagasan tersebut dikemukakan oleh seorang yang sudah terkenal karena keahliannya.[30] Sikap semacam ini mengandaikan bahwa kebenaran bukan sesuatu yang berdiri sendiri (otonom), dan bukan berdasarkan penalaran sebagaimana mestinya, melainkan tergantung dari siapa yang mengatakannya (kewibawaan seseorang). Argumentasi ini mirip dengan argumentum ad hominem, bedanya dalam argumentum ad hominem yang menjadi acuan adalah pribadi orang yang menyampaikan gagasan (dilihat dari disenangi/ tidak disenangi), maka dalam argumentum auctoritatis ini dilihat dari siapa (posisinya dalam masyarakat/ keahlianny\a/ kewibawaannya) yang mengemukakan. Contoh:
Appeal to EmotionAppeal to Emotion adalah argumentasi yang diberikan dengan sengaja tidak terarah kepada persoalan yang sesungguhnya tetapi dibuat sedemikian rupa untuk menarik respon emosi si lawan bicara. Respon emosi bisa berupa rasa malu, takut, bangga, atau sebagainya. Contoh 1: Pembicara G: Saya merasa aneh mengapa Pejabat X tidak setuju dengan program kesejahteraan Contoh 2: "Pemuda yang baik dan budi luhur, sudah semestinya turut serta berdemonstrasi!" Contoh 3: "Pejabat Bank Indonesia dituduh korupsi, tetapi lihatlah, anaknya mengajukan pembelaan sambil berurai air mata." lgnoratio elenchiIgnoratio elenchi adalah kesesatan yang terjadi saat seseorang menarik kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya. Loncatan dari premis ke kesimpulan semacam ini umum dilatarbelakangi prasangka, emosi, dan perasaan subyektif. Ignoratio elenchi juga dikenal sebagai kesesatan "red herring". Contoh:
Argumentum ad ignoratiamAdalah kesesatan yang terjadi dalam suatu pernyataan yang dinyatakan benar karena kesalahannya tidak terbukti salah, atau mengatakan sesuatu itu salah karena kebenarannya tidak terbukti ada. Contoh 1: Saya belum pernah lihat dewa, setan, dan hantu; sudah pasti mereka tidak ada. Contoh 2: Karena tidak ada yang berdemonstrasi, saya anggap semua masyarakat setuju kenaikan BBM. Contoh 3: Diamnya pemerintah atas tuduhan konspirasi, berarti sama saja menjawab "ya". (padahal belum tentu) Pernyataan di atas merupakan sesat pikir karena belum tentu bila seseorang tidak mengetahui sesuatu itu ada/tidak bukan berarti sesuatu itu benar-benar tidak ada. Petitio principiiAdalah kesesatan yang terjadi dalam kesimpulan atau pernyataan pembenaran yang terjadi saat di dalam premis yang digunakan sebagai kesimpulan dan sebaliknya, kesimpulan dijadikan premis. Sehingga meskipun rumusan (teks/ kalimat) yang digunakan berbeda, sebetulnya sama maknanya. Contoh:
Kesesatan petitio principii juga dikenal karena pernyataan berupa pengulangan prinsip dengan prinsip. Kesesatan non causa pro causa (post hoc ergo propter hoc/ false cause)Kesesatan yang dilakukan karena penarikan penyimpulan sebab-akibat dari apa yang terjadi sebelumnya adalah penyebab sesungguhnya suatu kejadian berdasarkan dua peristiwa yang terjadi secara berurutan. Orang lalu cenderung berkesimpulan bahwa peristiwa pertama merupakan penyeab bagi peristiwa kedua, atau peristiwa kedua adalah akiat dari peristiwa pertama - padahal urutan waktu saja tidak dengan sendirinya menunjukkan hubungan sebab-akibat. Kesesatan ini dikenal pula dengan nama kesesatan post-hoc ergo propter hoc (sesudahnya maka karenanya) Contoh: Seorang pemuda setelah diketahui baru putus cinta dengan pacarnya, esoknya sakit. Tetangganya menyimpulkan bahwa sang pemuda sakit karena baru putus cinta. Kesesatan: Padahal diagnosis dokter adalah si pemuda terkena radang paru-paru karena kebiasaannya merokok tanpa henti sejak sepuluh tahun yang lalu. Kesesatan aksidensiAdalah kesesatan penalaran yang dilakukan oleh seseorang bila ia memaksakan aturan-aturan/cara-cara yang bersifat umum pada suatu keadaan atau situasi yang bersifat aksidental; yaitu situasi yang bersifat kebetulan, tidak seharusnya ada atau tidak mutlak. Contoh:
Kesesatan karena komposisi dan divisiKesesatan komposisi terjadi karena keterlibatan dengan ambil bagian suatu atribut dari objek atau kelas tertentu dan mengimplementasikan ke semua objek atau kelas.[31] Kesalahan komponen terjadi ketika diasumsikan bahwa apa yang benar (valid) untuk individu atau beberapa individu dari kelompok tertentu juga harus benar (berlaku) untuk kelompok secara keseluruhan. Misalnya, semua bagian (atau anggota) dari X memiliki sifat P. Jadi, X sendiri memiliki sifat P.[31]
Ini bukanlah kasus bahwa apa yang benar untuk bagian-bagian tidak bisa juga benar untuk keseluruhan. Hal ini dimungkinkan untuk membuat argumen serupa dengan di atas yang tidak keliru dan yang memiliki kesimpulan yang mengikuti secara sah dari premis. Adapun contoh-contoh lainnya yaitu:
Contoh lainnya :
Kesesatan karena pertanyaan yang kompleksKesesatan ini bersumber pada pertanyaan yang sering kali disusun sedemikian rupa sehingga sepintas tampak sebagai pertanyaan yang sederhana, tetapi sebetulnya bersifat kompleks. Jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maksud dari kesesatan ini adalah karena pertanyaan yang diajukan sangat kompleks, bukan hanya pertanyaan yang memerlukan jawaban ya atau tidak. Contoh pertanyaan sederhana, dengan pertanyaan ya atau tidak Contoh:
Pertanyaan ini sulit dijawab hanya dengan ya dan tidak, apalagi bila yang ditanya merasa tidak pernah mengambilnya. ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
Lihat pula |