Naval GroupNaval Group adalah grup perusahaan asal Prancis yang bergerak di industri pertahanan, yang memiliki spesialisasi dalam pendesainan, pengembangan dan pembangunan pertahanan angkatan laut. Memiliki kantor pusat yang terletak di Kota Paris. SejarahGrup perusahaan ini mempekerjakan lebih dari 18.000 orang di 18 negara. Naval Group, sebuah perusahaan swasta berbadan hukum di mana menurut data yang tercatat sejak tanggal 31 Desember 2021, bahwa negara Prancis memegang saham sebesar 62,25% pada perusahaan ini, dan sisanya dipegang oleh Thales sebesar 35% serta sejumlah kecil porsi 1,58% saham dipegang oleh karyawan dan mantan karyawan melalui reksa dana perusahaan yang dikelola sendiri. Naval Group adalah ahli waris galangan kapal angkatan laut Prancis dan "Direction des Constructions et Armes Navales" (DCAN) yang kemudian menjadi DCN ("Direction des Constructions Navales") pada tahun 1991 dan DCNS sejak 2007, lalu dari DCNS menjadi Naval Group di tahun 2017.[1][2] KontroversiAustraliaNaval Group terlibat kasus pembatalan kontrak dengan salah satu negara di kawasan Pasifik yaitu Australia. Yang mana kontrak senilai US$ 90 miliar dibatalkan secara sepihak oleh pemerintah Australia.[3] Sebelumnya pemerintah Australia dengan pemerintah Prancis telah bersepakat akan kontrak pengadaan 12 kapal selam melalui kontraktor galangan kapal dalam negeri mereka yakni Naval Group pada tahun 2016.[4] Kontrak tersebut berisi perjanjian pendesainan dan pembangunan sebanyak 12 unit kapal selam kelas barracuda. Latar belakang Australia membatalkan kontrak perjanjian pertahanan ini adalah karena disebabkan adanya perubahan haluan strategi pemerintah dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan kepentingan nasional.[5] Intinya kapal selam konvensional yang bertenagakan diesel-elektrik sudah tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan yang dimiliki angkatan laut Australia, terlebih lagi semenjak dibentuknya pakta pertahanan negara ini dengan dua negara di Samudra Atlantik yakni Amerika Serikat dan Britania Raya, dimana pakta pertahanan tersebut dinamakan AUKUS. Maka dari itu, dengan terbentuknya AUKUS, maka pemerintah Australia lebih berminat pada kapal selam dengan teknologi yang bertenagakan nuklir. Tetapi perselisihan ini akhirnya dapat diselesaikan, dengan niat Australia untuk melakukan normalisasi hubungan dengan Prancis, melalui persetujuan pembayaran kompensasi atas pembatalan kontrak pembangunan kapal selam sebesar US$ 835 juta.[6] Referensi
|