Pembersihan Turki 2016–2017
Penangkapan massal Turki 2016–2017 merupakan pembersihan politisi dari sistem peradilan, polisi, pendidikan, dan sektor lain dalam tubuh pegawai negeri sipil Turki yang merupakan kelanjutan dari upaya kudeta Turki 2016 selama masa kepemimpinan Recep Tayyip Erdoğan. Dimulai sejak 16 Juli 2016, 2.745 hakim dibubarkan.[8][9] Sejak 20 Juli 2016, hampir 50.000 polisi dibubarkan, ditahan atau dipecat.[10][11] Latar belakangSejak 2014 hingga pertengahan 2016, penangkapan sipil, militer, dan pejabat peradilan terjadi di Turki, terutama mengarah kepada pengikut Fethullah Gülen, mantan kolega presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan.[12] Pada tanggal 16 Januari 2014, selama penyelidikan korupsi besar-besaran di Turki, beberapa jaksa dipindahtugaskan.[13] Pada 21 atau 22 Januari 2014, 96 hakim dan jaksa, termasuk kepala jaksa Izmir, Huseyin Bas, dipindahkan ke tempat baru, yang mengakibatkan kasus korupsi terhenti. Bas dipindahkan ke Samsun. Secara bersama-sama, hakim dan jaksa dipindahkan.[14] Pada ketika itu, The Daily Telegraph menjelaskan peristiwa tersebut sebagai "pembersihan hakim peradilan terbesar dalam sejarah [Turki]".[15] Sektor yang terdampakPenangkapan massal pegawai sipil Turki dimulai pada awal upaya kudeta Turki 2016, dengan peringatan Presiden Erdoğan yang ditujukan kepada lawannya bahwa "mereka akan membayar mahal untuk ini."[16] The New York Times menggambarkan pembersihan ini sebagai sebuah "perlawanan kudeta" dan menduga presiden Erdoğan "menjadi lebih pendendam dan terobsesi dengan kontrol dari sebelumnya, mengeksploitasi krisis tidak hanya untuk menghukum tentara yang memberontak namun untuk lebih meredam perbedaan pendapat apa pun yang tersisa di Turki, ...".[16] Pada tanggal 18 Juli 2016, Sekretaris Negara Amerika Serikat John Kerry mendesak pihak berwenang di Turki untuk menghentikan perpecahan yang terjadi pada rakyatnya, yang menunjukkan bahwa perpecahan tersebut ditujukan sebagai "penekanan pada perbedaan pendapat". Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault menyuarakan keprihatinan terhadap "sistem politik yang ternyata jauh dari demokrasi" dalam menanggapi pembersihan tersebut.[17] Perserikatan Bangsa-Bangsa sejauh ini dituduh tidak merespons atas tindakan pembersihan di Turki yang melibatkan sejumlah besar pihak dari berbagai pangkat sosial,[18] yang pada saat yang sama juga gagal mengutuk atas upaya kudeta sehingga mengakibatkan kerusuhan karena hasil suara Mesir yang menentang resolusi ke arah tersebut.[19] MiliterPada 16 Juli 2016, Perdana Menteri Binali Yıldırım mengumumkan bahwa 2.839 tentara dari berbagai jenis pangkat telah ditangkap.[20] Di antara mereka terdapat sedikitnya 34 orang berpangkat jenderal atau laksamana.[21] Sejumlah siswa dari Sekolah Tinggi Militer Kuleli (Kuleli Military High School) juga ditangkap.[22] Sejak 18 Juli 2016, 103 jenderal dan laksamana ditahan untuk pihak berwenang Turki karena terlibat upaya kudeta.[23][24] Yasemin Özata Çetinkaya, gubernur Provinsi Sinop, dicopot dari tugasnya dan suaminya, seorang kolonel dalam tentara Turki ditangkap.[25] Militer Turki juga menyisir Akademi Angkatan Udara Turki di Istanbul.[26] Presidensi Urusan Agama juga menyatakan bahwa mereka tidak akan menyediakan upacara pemakaman bagi mereka yang terlibat upaya kudeta, kecuali tentara berpangkat rendah yang dipaksa untuk terlibat dalam konflik tersebut tanpa mengetahui kejadian sebenarnya.[27] Polisi dan badan peradilanPada tanggal 16 Juli 2016, Dewan Hakim dan Jaksa Agung Turki mencopot 2.745 hakim dari jabatan dan mengumumkan penahanan mereka.[28] Sebagian dari hakim tersebut, 541 orang berada di peradilan administratif dan 2.204 orang berada di peradilan kriminal. Jumlah ini berkisar 36% dari seluruh hakim di Turki pada saat itu. Dua hakim dari Mahkamah Konstitusi Turki, Alparslan Altan dan Erdal Tercan ditahan oleh pihak berwenang Turki karena terkait dengan gerakan Gülen,[29] sedangkan lima anggota dari Dewan Hakim dan Jaksa Agung Turki dicopot dari keanggotaan dan 10 anggota dari Dewan Negara Turki ditangkap dengan tuduhan menjadi anggota dari negara paralel.[30] Lalu, surat penahanan dikeluarkan untuk 48 anggota dari Dewan Negara Turki dan 140 anggota dari Pengadilan Kasasi. Pada 18 Juli 2016, pemerintah Turki telah menskors 8.777 pejabat pemerintah di seluruh negara tersebut karena diduga berkaitan dengan pelaku upaya kudeta. Di antara mereka yang diskors, termasuk 7.899 polisi, 614 petugas gendarmerie, 47 gubernur daerah dan 30 orang gubernur regional.[31] Sejak 19 Juli 2016, 755 hakim dan jaksa ditahan karena terkait dengan upaya kudeta.[32] PolitikHüseyin Avni Mutlu, gubernur Istanbul, diberhentikan pada tanggal 19 Juli 2016.[33] Wakil Wali Kota Istanbul Distrik Şişli, Cemil Candaş, ditembak di kelapa di kantornya oleh penembak tak dikenal pada tanggal 18 Juli 2016. Sementara itu, parlemen Turki dievakuasi karena menyangkut keamanan.[34] Pegawai negeriTerkait dengan rangkaian penangkapan dan pembersihan dalam tubuh pemerintahan, Perdana Menteri Turki, Yıldırım, mengumumkan pada tanggal 18 Juli 2016 bahwa cuti tahunan untuk seluruh pegawai negeri sipil dihapus, dan seluruh pegawai yang sedang cuti diminta untuk kembali bekerja. Hingga tiga juta pegawai negeri terkena dampak ini. Karyawan sektor publik dilarang keluar dari Turki.[35] Sejak 19 Juli, jumlah karyawan sektor publik yang diskors bertambah hingga mencapai 49.321 orang. Dalam Kementerian Keuangan, lebih dari 1.500 karyawan diskors. Dalam kalangan Perdana Menteri, 257 karyawan, termasuk enam penasihat, juga diskors. Presidensi Urusan Agama menskors 492 karyawan, termasuk tiga mufti provinsi. Jumlah personel yang diskors dalam Organisasi Intelijen Nasional dan Departemen Keluarga dan Kebijakan Sosial masing-masing 100 dan 393 orang.[36][37] Pada tanggal 20 Juli 2016, Menteri Pemuda dan Olahraga, Akif Çağatay Kılıç, mengumumkan bahwa 245 personel dalam kementeriannya diberhentikan. Kementerian Energi melaporkan sejumlah 300 karyawan dilepas, dan Kementerian Bea Cukai memberhentikan 184 pegawai.[38] PendidikanSejauh ini, pembersihan massal terjadi di Kementerian Pendidikan Nasional, tempat 15.200 guru diskors. Izin 21.000 orang guru di sektor swasta juga dibatalkan. Dewan Pendidikan Tinggi meminta 1.577 dekan di universitas daerah dan swasta untuk mengundurkan diri. Sejumlah 626 institusi pendidikan, sebagian besar swasta, ditutup.[39] Contohnya, di Burdur, satu sekolah, satu sekolah cram dan empat asrama siswa ditutup pada tanggal 20 Juli.[40] Lalu, larangan bepergian diberikan untuk para akademisi agar tidak keluar dari negara.[41] Pada tanggal 23 Juli 2016, Presiden Recep Tayyip Erdoğan menutup 1.043 sekolah swasta, 1.299 badan amal dan yayasan, 19 serikat buruh, 15 universitas dan 35 institusi medis dalam dekret keadaan darurat pertamanya di bawah undang-undang darurat yang baru diadopsi.[42] Beberapa sekolah di Indonesia yang diduga terkait dengan gerakan Gülen diminta untuk ditutup, di antaranya: Sekolah Asrama Dwibahasa Pribadi di Depok, Sekolah Asrama Kharisma Bangsa di Tangerang, dan Sekolah Fatih Dwibahasa Putra dan Putri di Aceh.[43] MediaIzin 24 saluran radio dan televisi dan kartu pers 34 jurnalis yang diduga terkait dengan Gülen dicabut.[44][45] Dua orang ditangkap karena menyatakan kegembiraan atas upaya kudeta dan menghina Presiden Erdoğan di media sosial.[46] Pada tanggal 25 Juli, Nazlı Ilıcak ditahan.[47] PerjalananPihak berwenang pemerintah mencabut hampir 11.000 paspor.[48] Pelanggaran hak asasi manusiaHak asasi manusia di Turki dilindungi oleh perjanjian hukum internasional, termasuk Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang ditandatangani oleh Turki pada tahun 2000, yang didahulukan dari undang-undang Turki sesuai dengan Pasal 90 Konstitusi Turki.[49] Setelah para pengunjuk rasa menyerukan agar hukuman mati kembali dijalankan,[50] yang sebelumnya dihapus di Turki pada tahun 2004, Erdoğan menyatakan bahwa ini adalah sebuah kemungkinan yang akan didiskusikan dalam parlemen; karena ini merupakan sebuah demokrasi,[26][51] keinginan masyarakat harus dihargai. Pada tanggal 21 Juli, pemerintah Turki mengumumkan bahwa hal tersebut akan menangguhkan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia selama keadaan darurat.[52] Selama penangkapan massal Juli 2016, para tahanan tidak diberikan makanan hingga tiga hari dan minuman hingga dua hari. Mereka juga tidak diberikan pengobatan, diperkosa dengan menggunakan baton polisi dan jari tangan, serta mendapat beberapa bentuk jenis penyiksaan lain.[53] Tiga ratus tentara pria yang ditahan di markas besar polisi Ankara dipukul selama penahanan, dengan mendapat memar, luka, dan patah tulang. Empat puluh tentara tidak dapat berjalan karena mendapat penyiksaan tersebut, dan dua orang bahkan tidak dapat berdiri.[53] Baju para tahanan berlumur darah saat diinterogasi oleh jaksa. Para tahanan selama pembersihan tersebut juga tidak diberikan izin untuk menghubungi keluarga dan pengacara.[53] Pengacara hak asasi manusia Turki, Orhan Kemal Cengiz, ditahan di sebuah bandar udara pada tanggal 21 Juli 2016. Human Rights Watch menjelaskan penahanan tersebut sebagai "hal yang mengejutkan" dan meminta untuk segera dibebaskan.[54] Pada tanggal 24 Juli, Amnesty International meminta Komite Eropa untuk Pencegahan Penyiksaan untuk membuat kunjungan darurat ke Turki untuk melihat kondisi tempat para tahanan ditahan.[53] AnalisisCan Dündar, Pemimpin Redaksi harian Turki Cumhuriyet, menggambarkan peristiwa ini sebagai bagian dari pola sejarah kekuatan politik di Turki yang berganti-ganti antara militer sekuler dan institusi agama, dengan penyokong demokrasi berada di tengah-tengah yang tidak memiliki kekuatan besar untuk mencegah goyangan yang berulang-ulang, namun lebih buruk dari siklus sebelumnya. Ia menggambarkan pembersihan 2016 ini sebagai "pencarian besar-besaran mencari penjahat dalam sejarah Turki".[55] Sejarawan dan para analis termasuk Henry J. Barkey, Direktur Middle East Program of Woodrow Wilson International Center for Scholars, membandingkan peristiwa 2016 tersebut dengan Revolusi Budaya Mao Zedong yang dimulai sejak tahun 1966 dan Revolusi Budaya Iran tempat akademisi Iran ditangkap selama tahun 1980–1987.[56] Lihat pulaReferensi
|