Share to:

 

Pengusir lalat

Pengusir lalat dari Côte d'Ivoire yang terbuat dari bulu kuda.

Pengusir lalat adalah alat yang digunakan untuk mengusir lalat. Alat serupa dapat digunakan sebagai kipas di tempat yang panas atau kadang sebagai regalia. Alat ini disebut chowrie, chāmara, atau prakirnaka di Asia Selatan dan Tibet.[1][2]

Pada periode Hindu di Indonesia, pengusir lalat adalah salah satu benda yang dikaitkan dengan dewa Siwa. Pengusir lalat dianggap sebagai atribut dewa-dewa Hindu, Jainisme, Daoisme, dan Buddhisme.[3][4] Pengusir lalat dapat dilihat dalam beberapa konfigurasi Ashtamangala dan juga digunakan dalam beberapa tradisi puja murti, terutama Gaudiya Vaishnava.

Pengusir lalat digunakan oleh golongan masyarakat tertentu di Timur Tengah, seperti pedagang atau penjaga toko, terutama pada saat musim panas ketika lalat dianggap mengganggu. Alat ini terbuat dari serabut tanaman atau bulu kuda, sementara gagangnya terbuat dari kayu. Di bagian timur anak benua India, alat ini dibuat dari bulu ekor yak.

Alat ini sering digunakan sebagai regalia tradisional penguasa monarki dan bangsawan di Afrika. Tradisi ini bahkan berlanjut hingga masa modern: pemimpin Kenya Jomo Kenyatta memegang pengusir lalat yang merupakan lambang kekuasaan dalam masyarakat suku Maasai.[5] Hal ini juga dilakukan oleh pemimpin Malawi Hastings Banda, sementara musisi jazz Afrika Selatan Jabu Khanyile menggunakan pengusir lalat Maasai sebagai ciri khas di atas panggung.[6] Pengusir lalat juga merupakan regalia Thailand dan terbuat dari bulu ekor gajah albino,[7] sementara di Polinesia alat ini juga dianggap sebagai lambang kekuasaan.[8]

Pengusir lalat adalah salah satu lambang tradisional hierarki biara Buddha di Tiongkok dan Jepang. Dalam kepercayaan Buddhisme, alat ini dianggap sebagai lambang "penghapusan" kebodohan dan penderitaan mental.

Insiden Aljazair

Pada tahun 1827, penguasa Aljazair Utsmaniyah Hussein Dey memukul wajah konsul Prancis dengan pengusir lalat akibat sengketa utang Prancis kepada Aljazair yang belum dibayar. Prancis memanfaatkan insiden ini sebagai alasan untuk melancarkan invasi Aljazair pada tahun 1830.[9]

Galeri

Referensi

  1. ^ Gopal, Madan (1990). K.S. Gautam, ed. India through the ages. Publication Division, Ministry of Information and Broadcasting, Government of India. hlm. 81. 
  2. ^ Robert Beer (2003). The Handbook of Tibetan Buddhist Symbols. Serindia Publications. hlm. 177. ISBN 978-1-932476-03-3. ;
    चामर, Sanskrit-English Dictionary, Koeln University, Germany
  3. ^ Shiva and Parvati Diarsipkan 2007-09-12 di Wayback Machine., Rijksmuseum, accessed 14 November 2006
  4. ^ Titze, Kurt, Jainism: A Pictorial Guide to the Religion of Non-violence 
  5. ^ Dress codes and prestige staffs: constructing political authority with staffs in Tanzania Diarsipkan 2006-12-01 di Wayback Machine., Fadhili Mshana, Ijele: Art eJournal of the African World, 2002
  6. ^ Jabu Khanyile, Contemporary African Music and Arts Archive, accessed 13 November 2006
  7. ^ Thai Royal Regalia Diarsipkan 2006-07-04 di Wayback Machine., Thailand Government Public Relations Department, accessed 15 November 2006
  8. ^ Fly Whisk Handle, Metropolitan Museum of Art, accessed 14 November 2006
  9. ^ "History of Algeria". HistoryWorld. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-09-02. Diakses tanggal 2007-12-19. 
Kembali kehalaman sebelumnya