Share to:

 

Perang Waddan

Invasi al-Abwa atau Waddan
Bagian dari Perang Muslim-Quraisy
TanggalSafar, 624 , 2 AH
LokasiAl-Abwa
Hasil
  • Abu Sufyan bin Harb melarikan diri
  • Berhasil menyerang Kabilah Suku Banu Dhumrah
  • Berhasil memenangkan Banu Dhumrah sebagai sekutu
  • Perjanjian dengan Kabilah Suku Banu Dhumrah[1]
Pihak terlibat
Muslim Medina Quraisy of Mekkah
Tokoh dan pemimpin
Muhammad
Hamzah bin Abdul-Muththalib
Abu Ubaydah
Abu Sufyan bin Harb
Amr bin Makhshi Al Dhumrah
Kekuatan
(60 diperintah oleh Muhammad)200+ [1] Tidak diketahui
Korban
0 terbunuh Tidak diketahui (Hanya terluka)
0 ditawan

Perang al-Abwa atau Waddan (bahasa Arab: غزوة الأبواء, translit. gazwah al-abwā’) adalah pertempuran pertama yang melibatkan pasukan Muslim dan Nabi Muhammad. Penyergapan Kafilah berlangsung 623-624, yang kemudian menyebabkan Perang Badar. Sebagian besar pertempuran yang terjadi di Waddan Abwa hanyalah pertempuran kecil, terkadang hanya penembakan anak panah dan tanpa korban, yang kemudian menjadi awal dari konflik yang lebih besar.

Latar belakang

Setelah Muhammad dan pengikutnya hijrah ke Madinah pada tahun 622, kaum Quraisy menyita barang mereka tinggalkan. Dari Madinah, beberapa Muslim menyerang kafilah-kafilah Quraisy yang melakukan perjalanan dari Syria ke Mekah.

Pada tahun 624, Abu Sufyan memimpin salah satu kafilah, dan ketika para muslim menyergap kafilah, dia kemudian meminta bantuan dari Quraisy. Hal ini kemudian mengakibatkan Perang Badar, yang berakhir dengan kemenangan Muslim. Namun, Abu Sufyan berhasil pulang ke Mekah. Kematian para pemimpin Quraisy yang dalam pertempuran Badar menjadikannya sebagai pemimpin Mekah.[2]

Abu Sufyan kemudian masuk Islam dan menjadi salah satu sahabat nabi setelah Muhammad menunjukkan belas kasihan kepadanya ketika Mekah dikuasai. Dalam sebuah hadits yang terkenal Abu Sufyan berkata:

Ini mataku, yang telah terluka demi Allah dan Islam.

[3]

Serangan terhadap Kafilah Bani Dhamrah

Kaum muslimin menyiapkan patroli tempur sebanyak 200 orang kavaleri dan invanteri. Kepemimpinan atas pasukan ini dilakukan oleh Nabi Muhammad.[4] Sementara itu, di sisi musuh terbentuk pasukan gabungan. Pasukan ini terdiri dari suku Quraisy dan Bani Dhamrah.[5]

Pasukan muslim kemudian menuju ke jalur perdagangan Quraisy di wilayah Waddan. Wilayah ini merupakan jalur perdagangan dari arah Makkah dan Syam. Pasukan muslim mengadakan aliansi dengan suku-suku di sekitar jalur perdagangan ini.[5]

Kafilah-kafilah Bani Dhamrah disergap. Negosiasi dimulai dan kedua pemimpin (Muhammad dan Makhsyi bin Amr Adh-Dhumrah) menyetujui perjanjian untuk tidak saling menyerang, Bani Dhamrah berjanji untuk tidak menyerang Muslim atau sisi dengan Suku Quraisy.[2] Menurut sarjana muslim al-Zurqani, isi dari perjanjian adalah sebagai berikut:

Surat ini adalah dari Muhammad rasullulah, mengenai Bani Dhamrah yang mana ia (Muhammad) jaga keselamatan dan keamanan dari nyawa dan harta mereka. Mereka dapat meminta bantuan dari pihak Muslim, kecuali bila mereka menentang agama Allah. Diharapkan bagi mereka untuk membantu nabi bila dimintai bantuan.

[6][7]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b Haykal, Husayn (1976), The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217, ISBN 978-983-9154-17-7 
  2. ^ a b Haykal, Husayn (1976), The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  3. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-04. Diakses tanggal 2011-04-08. 
  4. ^ Khaththab 2019, hlm. 138.
  5. ^ a b Khaththab 2019, hlm. 139.
  6. ^ Al Mawahibul Ladunniyah 1/75, and its commentary by Az-Zurqani, as referenced in the "Sealed Nectar"
  7. ^ The Sealed Nectar,Page 244, By Saifur Rahman al Mubarakpuri

Daftar pustaka

  • Khaththab, Mahmud Syait (2019). Rasulullah Sang Panglima: Meneladani Strategi dan Kepemimpinan Nabi dalam Berperang. Sukoharjo: Pustaka Arafah. ISBN 978-602-6337-06-1. 
Kembali kehalaman sebelumnya