Share to:

 

Penyergapan kafilah

Unta dengan Rengga oleh Emile Rouergue (1855), menggambarkan rombongan kafilah yang menggunakan unta di Jazirah Arab.

Penyergapan kafilah adalah serangkaian serangan penyergapan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi terhadap kafilah milik orang-orang Quraisy. Serangan ini pada umumnya bersifat ofensif,[1] dan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dan merampas barang dagangan milik orang-orang Quraisy. Perampasan semacam itu dianggap sebagai tindakan yang benar oleh Muslim, karena ketika mereka melakukan hijrah dari Mekkah, harta benda mereka banyak yang dirampas oleh orang Quraisy Mekkah.[2][3][4] Muslim menyatakan bahwa serangan itu dibenarkan dan bahwa Allah memberi mereka izin untuk mempertahankan diri dan membalas penganiayaan umat Islam di Mekkah.[5][6][7][8]

Latar belakang

Para pengikut Nabi Muhammad mulai mengalami kemiskinan setelah melarikan diri dari penganiayaan di Mekkah dan berhijrah ke Madinah. Kaum Muslim meninggalkan Mekkah dengan meninggalkan harta benda dan kekayaan mereka di sana, dan setelah mereka pergi, harta benda kaum Muslim dirampas oleh orang-orang Mekkah. Sejak bulan Januari tahun 623, beberapa orang Muslim berusaha menyerang kafilah Mekkah yang melakukan perjalanan sepanjang pantai timur Laut Merah dari Mekkah ke Suriah.

Kehidupan berkelompok sangat penting untuk kelangsungan hidup di daerah gurun, karena orang-orang saling membutuhkan satu sama lain dalam mempertahankan hidup dari lingkungan dan kondisi yang keras. Dengan demikian, pengelompokan dalam suku didorong oleh kebutuhan untuk bertindak sebagai sebuah kesatuan. Persatuan itu didasarkan pada kekerabatan hubungan darah.[9] Orang-orang Arab hidup nomaden atau menetap.Hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain guna mencari air dan padang rumput untuk hewan ternak mereka, sementara yang menetap hidup dengan melakukan perdagangan dan pertanian. Keberlangsungan kehidupan nomaden (atau badui) sebagian penduduk juga tergantung pada perampasan kafilah-kafilah dan oasis, sehingga mereka tidak melihat ini sebagai sebuah kejahatan.[10][11]

Penyerangan

Serangan pertama

Berdasarkan Ar-Rahiq Al-Makhtum ("khamar yang dilak"), sebuah hagiografi Muhammad yang ditulis oleh penulis Muslim asal India, Shafi ar-Rahman Mubarakfuri, Muhammad memerintahkan penyerbuan kafilah pertama yang dipimpin oleh Hamzah bin Abdul-Muththalib, salah seorang paman Muhammad, antara tujuh sampai sembilan bulan setelah Hijrah. Sekitar tiga puluh sampai empat puluh orang berkumpul di daerah pesisir dekat al-Is, antara Mekkah dan Madinah, di sana Abu Jahal (Amr bin Hisyam), pemimpin kafilah itu berkemah dengan tiga ratus penunggang unta dan kuda Mekkah.[12][13][14][15][16]

Hamzah bertemu Abu Jahal di sana, dengan maksud untuk menyerang kafilah itu, tetapi Majdi bin Amr al-Juhani, seorang Quraisy yang bersahabat dengan kedua belah pihak, ikut campur tangan di antara mereka, sehingga kedua belah pihak berpisah tanpa melakukan pertempuran. Hamzah kembali ke Madinah dan Abu Jahal melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Muhammad juga mempercayakan bendera pertama Islam kepada Kannaz bin al-Hushain al-Ghanawi.[12][13][14][17][18][19][20]

Serangan kedua

Penyergapan kedua terhadap Kafilah Mekkah: Buwat
TanggalApril 623, 1 H
LokasiBuwat
Hasil Penyergapan gagal (musuh terlalu jauh)[13][14]
Pihak terlibat
Muslim Madinah Quraisy Mekkah
Tokoh dan pemimpin
Ubaidah bin Harits Abu Sufyan
Kekuatan
60–80[14] 200
Korban
Tidak diketahui (beberapa panah ditembakkan) Tidak diketahui (1 panah ditembakkan)

Ubaidah bin Harits memimpin serangan kedua. Serangan ini dilakukan sembilan bulan setelah hijrah, beberapa minggu setelah serangan yang pertama di al-Is.[12][13][14][15]

Sekitar satu bulan setelah kegagalan penjarahan pertama yang dilakukan oleh Hamzah, Muhammad mempercayakan enam puluh Muhajirin yang dipimpin oleh Ubaidah untuk melakukan serangan lain terhadap kafilah Quraisy yang baru kembali dari Suriah. Kafilah itu dilindungi oleh dua ratus orang bersenjata. Pemimpin kafilah ini adalah Abu Sufyan bin Harb.

Para Muslim bergerak menuju Thanyatul-Murra, sebuah tempat minum di Hijaz. Tidak ada pertempuran yang terjadi, karena kaum Quraisy berada cukup jauh dari tempat para penyerang berada, sehingga tidak memungkinkan melakukan penyergapan. Namun Sa'ad bin Abi Waqqas sempat menembakkan panah ke arah kaum Quraisy. Panah ini kemudian dikenal sebagai panah Islam pertama.[21] Meskipun demikian, tidak ada pertempuran yang terjadi, dan orang-orang Muslim kembali dengan tangan kosong. Diyakini bahwa Ubaidah adalah orang pertama yang membawa panji Islam, yang lainnya mengatakan Hamzah sebagai yang pertama.[19]

Kejadian ini sebagian disebutkan dalam kumpulan hadits Shahih Bukhari:[18]

Aku mendengar Sa'd berkata, "Akulah yang pertama di antara orang Arab yang menembakkan panah karena Allah. Kami biasa bertempur bersama sang Nabi".

Serangan Ketiga

Sa'ad bin Abi Waqqas diperintahkan untuk memimpin serangan ketiga. Pasukannya terdiri dari sekitar dua puluh Muhajirin. Serangan ini dilakukan sekitar satu bulan setelah serangan sebelumnya. Sa'ad, bersama pasukannya, menunggu di lembah Kharrar di jalur menuju ke Mekkah, dan menunggu untuk menyerang kafilah Mekkah yang kembali dari Suriah. Tapi kafilahnya ternyata sudah lewat dan kaum Muslim terpaksa kembali ke Madinah tanpa melakukan pertempuran.[12][13] [14][15][18]

Perang Waddan

Serangan keempat yang dikenal sebagai Perang Waddan, adalah serangan pertama yang mana Muhammad ikut ambil bagian secara langsung.[12][22] Dikatakan bahwa dua belas bulan setelah hijrah ke Madinah, Muhammad sendiri memimpin penyerbuan kafilah ke Waddan (Abwa). Tujuannya adalah untuk mencegat kafilah milik orang Quraisy dan Bani Dzamrah. Para penyerang tidak berhasil mendapatkan posisi dari kafilah-kafilah Quraisy sehingga kafilah Quraisy lagi-lagi berhasil lolos.[14]

Meski gagal menyerang kafilah Quraisy, namun kaum Muslim berhasil mencegat kafilah-kafilah milik Bani Dzamrah.[22] Kedua belah pihak melakukan negosiasi dan akhirnya kedua pemimpin menandatangani perjanjian untuk tidak saling menyerang. Bani Dzamrah berjanji untuk tidak menyerang para Muslim atau bersekutu dengan kaum Quraisy, dan Muhammad berjanji untuk tidak menyerang kafilah-kafilah Bani Dzamrah atau merampas barang-barang mereka.[12]

Menurut sejarawan Muslim al-Zurqani, isi dari pakta atau perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:[18][19][19][22][23]

Surat ini adalah dari Muhammad, Rasullulah, mengenai Bani Dzamrah. Yang mana ia [Muhammad] menjaga keselamatan dan keamanan nyawa dan harta mereka. Mereka dapat meminta bantuan dari pihak Muslim, kecuali bila mereka menentang agama Allah. Mereka juga diharapkan untuk memberikan tanggapan positif jika sang nabi meminta bantuan mereka

Pencegatan di Buwat

Pada serangan yang kelima, Muhammad kembali menjadi komandannya.[14] Sebulan setelah serangan di al-Abwa, ia secara langsung memimpin dua ratus orang Muhajirin dan Anshar menuju Buwat, sebuah jalur yang dilewati oleh pedagang-pedagang Quraisy. Ini adalah serangan yang diikuti oleh beberapa orang Ansar ambil bagian untuk pertama kalinya.[15][19][19][24] Sebuah kawanan yang terdiri dari seribu lima ratus unta melewati rute ini,[25] disertai oleh ratusan pengawal di bawah pimpinan Umayyah bin Khalaf, seorang Quraisy. Tujuan dari serangan ini adalah untuk merampok kafilah Quraisy yang kaya ini dan merampas harta hasil perdagangannya. Namun pada akhirnya, tidak ada pertempuran yang terjadi dan tidak ada harta rampasan yang didapatkan. Hal ini disebabkan karena kafilah Quraisy itu mengambil rute yang tidak diketahui oleh kaum Muslim. Muhammad lalu pergi ke Dhat al-Saq, di padang pasir al-Khabar. Dia berdoa di sana dan sebuah masjid dibangun di tempat tersebut.

Citra satelit Yanbu masa kini.

Serangan keenam

Dua atau tiga bulan setelah kembali dari Buwat, Muhammad menunjuk Abu Salamah bin Abd al-Assad untuk menggantikannya di Madinah sementara ia pergi memimpin serangan lainnya. Antara 150 dan 200 pengikut Muhammad ikut serta dalam operasi ini menuju al-Ushayra, sebuah daerah di Yanbu, pada Jumadil awal atau Jumadil akhir.[14][15][25][26] Ekspedisi ini dilaksanakan pada tahun 2 H atau Desember 623 M dan dilakukan setelah Mauhammad memperoleh informasi bahwa sebuah kafilah sedang menuju Suriah.

Mereka memiliki tiga puluh unta yang mereka kendarai secara bergantian. Ketika mereka tiba di al-Usharayh, mereka bersiap untuk menyerang kafilah Mekkah yang kaya raya yang sedang menuju ke Suriah dipimpin oleh Abu Sufyan. Muhammad memiliki informasi mengenai keberangkatan kafilah-kafilah dari Mekkah dan menunggu sekitar sebulan untuk menyergap kafilah ini. Tapi ternyata kafilah Mekkah sudah lewat sebelumnya.[butuh rujukan]

Dalam operasi ini, Muhammad mengadakan aliansi dengan Banu Madlaj, suatu suku yang tinggal di sekitar al-Ushayra. Ia juga mengakhiri perjanjian lain yang disepakati dengan Banu Dzamrah sebelumnya.[26] Semua perjanjian itu memberikan keunggulan dalam hubungan politis baginya.[19]

Serangan Nakhla

Penyergapan terhadap kafilah Mekkah, Nakhla
TanggalDesember 623, 2 H
LokasiNakhla
Hasil
  • Penyergapan berhasil
  • Harta dan tawanan diperoleh
  • Muhammad mengutuk serangan terhadap warga sipil pada "bulan terlarang" dan tidak menerima harta rampasan
  • Ayat Quran baru diungkapkan, Muhammad mengizinkan berperang pada bulan haram, membenarkan pembunuhan penduduk sipil
  • Muhammad menerima harta rampasan
  • Muhammad membebaskan tawanan untuk tebusan[26]
Pihak terlibat
Muslim Madinah Quraisy Mekkah
Tokoh dan pemimpin
Abdullah bin Jahsy Amr al-Hadrami 
Kekuatan
8-12 4
Korban
0 1 tewas
(2 ditawan)

Penyergapan Nakhla adalah pencegatan kafilah yang ketujuh dan merupakan serangan pertama yang meraih keberhasilan dalam menyergap kafilah Mekkah. Abdullah bin Jahsy adalah komandannya.[25][27]

Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 2 H, Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy Asadi ke Nakhla untuk memimpin 12 Muhajirin dengan enam ekor unta.[15][19][25][28]

Setelah kembali dari tugas di Badr (Pertempuran Safwan), Muhammad mengirim Abdullah bin Jahsy untuk melakukan 8 atau 12 kali operasi intelijen.

Abdullah bin Jahsy adalah sepupu Muhammad dari pihak ibu. Dia berangkat bersama Abu Haudhayfa, Ukkash bin Mihsan, Utba bin Ghazwan, Sa'ad bin Abi Waqqas, Amir bin Rabia, Abdullah bin Waqid dan Khalid bin al-Bukayr.

Salah satu anak buah Abdullah bin Jahsy, yaitu Ukas bin Mihsan, mencukur kepalanya untuk menyembunyikan tujuan sebenarnya dari perjalanan mereka dan untuk menipu Quraisy dengan memberi kesan bahwa mereka akan melaksanakan Haji kecil (Umrah), karena saat itu merupakan bulan Rajab, ketika peperangan dilarang.

Ketika orang Quraisy melihat kepala gundul Ukas, mereka berpikir bahwa kelompok tersebut sedang dalam perjalanan untuk haji dan mereka merasa lega dan mulai mendirikan kemah. Karena saat itu sedang bulan Rajab, baik pada awal Rajab, atau pada akhir (pendapat para ahli sejarah berbeda-beda), yang merupakan satu dari empat bulan suci adanya larangan total bagi peperangan dan pertumpahan darah di Semenanjung Arab, Abdullah bin Jahsy pada awalnya ragu untuk menyerang kafilah Mekkah itu. Namun, setelah berunding dan memikirkan banyak pertimbangan, para Muslim tidak ingin kafilah itu melarikan diri. Jadi mereka memutuskan untuk melakukan perampasan demi harta jarahan yang banyak.

Sementara kaum Quraisy sedang sibuk menyiapkan makanan, para Muslim menyerang mereka. Kaum Quraisy kemudian melawan. Dalam pertempuran singkat yang terjadi, Waqid bin Abdullah membunuh Amr bin Hadrami, pemimpin kafilah Quraisy, dengan panah. Naufal bin Abdullah melarikan diri. Para Muslim menangkap Usman bin Abdullah dan al-Hakam bin Kaysan sebagai tawanan. Abdullah bin Jahsy kembali ke Medina dengan jarahan dan dengan dua orang tawanan Quraisy. Para Muslim berencana untuk memberikan seperlima dari harta rampasan kepada Nabi Muhamamd.

Kaum Quraisy menyebarkan berita di mana-mana tentang perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kaum Muslim pada bulan suci (bulan haram). Karena waktunya, dan karena serangan itu dilakukan tanpa perintah, Muhammad sangat marah tentang apa yang telah terjadi. Dia memarahi mereka (kaum Muslim) untuk berperang pada bulan suci, dengan mengatakan:[25][28]

Aku tidak menyuruh kalian untuk berperang pada bulan haram.

Muhammad pada awalnya tidak menyetujui tindakan itu dan menunda tindakan apapun yang berkaitan dengan unta dan dua orang tawanan itu sehubungan dengan bulan haram. Orang-orang Quraisy, di lain pihak, memanfaatkan kesempatan emas ini untuk memfitnah kaum Muslim dan menuduh mereka telah menodai hukum yang sakral. Permasalahan ini sangat memusingkan para sahabat, sampai akhirnya mereka merasa lega ketika Muhammad mengungakpan suatu ayat berkaitan dengan bertempur pada bulan haram:[25]

Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah.

— Al-Qur'an 2:217

Karena pertumpahan darah ini terjadi pada bulan suci, Muhammad sangat marah atas apa yang terjadi dan dia menolak menerima bagian harta rampasan. Dia membebaskan tawanan untuk tebusan dan membayar uang darah untuk korban yang tewas. Para Muslim di Madinah juga mencela peristiwa ini.[25][26] Kemudian, Muhammad mengklaim bahwa Allah telah menurunkan ayat yang isinya adalah: Penganiayaan terhadap Muslim lebih jahat daripada pembunuhan terhadap orang kafir.,[29] dengan demikian kaum Muslim diberi izin untuk menyerang kapanpun jika mereka diserang oleh musuh.

Segera setelah dibebaskan, al-Hakam bin Kaysan, salah satu dari dua orang tawanan yang ditangkap, menjadi seorang Muslim.[19] [24][30] Mubarakpuri menyebutkan bahwa Al-Qur'an ayat 47:20 juga diturunkan, mengecilkan semangat orang munafik dan pengecut yang takut bertempur, dan menyemangati orang Muslim untuk bertempur.[31]

Pegunungan Tuwaiq di daerah Najd.

Penyergapan kafilah Najd

Penyergapan yang kedelapan, yaitu Penyergapan karavan Nejd, terjadi di Jumad at Thaniya, pada tahun 3 H. Kafilah Quraisy melakukan perdagangan karena musim panas sudah dimulai dan itu merupakan waktu yang tepat bagi mereka untuk pergi ke Suriah untuk melaksanakan bisnis pergangan musiman mereka.[butuh rujukan]

Orang Quraisy Mekkah sebenarnya sudah kehilangan jalur untuk melakukan perdagangan, karena kaum Muslim berhasil menyerang banyak kafilah mereka dan memotong jalur perdagangan mereka yang sebelumnya. Dengan demikian, mereka berusaha jalur perdagangan lainnya bagi kafilah mereka.[32]

Sekelompok orang Quraisy yang dipimpin oleh Safwan bin Umayyah mengambil risiko dengan mengirim kafilah melalui sebuah jalur di timur jauh Madinah, dengan menggunakan pemandu yang tepercaya. Akan tetapi, Muhammad memperoleh informasi mengenai hal ini, dan dia pun mengirim Zaid bin Haritsah beserta 100 orang.[33]

Setelah memperoleh informasi dan diberi perintah oleh Muhammad, Zaid bin Haritsah pergi mendatangi kafilah orang Quraisy itu. Mereka berhasil menyergapnya dan memperoleh rampasan uang senilai 100.000 dirham. Sementara Safan, pemimpin kafilah tersebut, dan para penjaganya melarikan diri. Akibatnya, kaum Muslim berhasil menggagalkan usaha orang Quraisy untuk menemukan jalur perdagangan lainnya.[15][34]

Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is

Ekspedisi Zaid bin Haritsah (Al-Is)
TanggalSeptember 627 M, bulan kelima tahun 6 H
LokasiAl-Is
Hasil Penyergapan berhasil, sejumlah besar harta dirampas[15][35][36]
Tokoh dan pemimpin
Zaid bin Haritsah Abu al-As
Kekuatan
170 penunggang kuda Tidak diketahui
Korban
0 [35] Beberapa orang ditawan

Penyergapan yang kesembilan, yaitu Ekspedisi Zaid bin Haritsah di Al-Is, berlangsung pada bulan September tahun 627 M, atau bulan kelima tahun 6 H dalam kalender Islam.[15]

Zaid bin Haritsah, memimpin 170 penunggang kuda, berangkat ke sebuah tempat yang disebut Al-is. Dia mencegat kafilah orang Quraisy yang dipimpin oleh Abu al-As, kerabat Muhammad (suami Zainab) dan mengambil unta-unta mereka sebagai harta rampasan.[35][36]

Abu al-As dibebaskan atas desakan dari putri Muhammad, Zainab.[35][36] Seluruh kafilah itu, termasuk sejumlah besar perak, dirampas dan beberapa penjaganya ditawan.[37]

Ekspedisi Abu Ubaidah bin al-Jarrah

Penyergapan yang kesepuluh, yaitu Ekspedisi Abu Ubaidah bin al-Jarrah,[38] juga dikenal sebagao Ekspedisi Ikan[39] atau Invasi al-Khabt,[40] terjadi pada bukan Oktober tahun 629 M atau bulan ketujuh tahun 8 H dalam kalender Islam.[38] Beberapa sejarawan berpendapat bahwa waktu kejadiannya adalah bulan keempat tahun 7 H.[15][41]

Muhammad mengutus Abu Ubaidah bin al-Jarrah bersama dengan 300 orang Muslim untuk menyerang dan menghukum suku Juhaynah di al-Khabat, di pesisir, lima hari perjalanan dari Madinah. Dia dikirim untuk mengamati kafilah Quraisy. Tidak terjadi bentrokan karena musuh langsung kabur setelah mengetahui kedatangan kaum Muslim.[40]

Ekaspedisi ini terkenal karena kaum Muslim kekurangan suplai, dan persediaan makanan yang ada sangat sedikit. Akibatnya mereka harus berjuang untuk bertahan hidup dan sempat menderita kelaparan. Pada akhirnya, kaum Muslim, menemukan seekor paus sperma yang terdampar di pantai. Mereka memakan daging hewan itu untuk dua puluh hari berikutnya. Ibnu Hisham menyebutkan insiden itu secara rinci. Inilah kenapa ekspedisi ini disebut juga "Ekspedisi Ikan". Mereka membawa sebagian daging basi kepada Muhammad dan dia ikut memakannya.[41][42]

Ekspedisi Abu Qatadah bin Rab'i al-Ansari di Batn Edam

Penyergapan kesebelas, yaitu Ekspedisi Abu Qatadah bin Rab'i al-Ansari,[43] dilakukan di Batn Edam (atau Batn Idam) dan berlangsung pada bulan November tahun 629 M, atau bulan kedelapan tahun 8 H dalam kalender Islam.[15]

Muhammad berencana untuk menyerang Mekkah. Supaya tidak terjadi kebocoran informasi sehubungan dengan niat militernya, Muhammad mengutus pleton yang terdiri dari delapan orang di bawah pimpinan Abu Qatadah bin Rab‘i ke arah Edam, yang cukup dekat dari Madinah, pada bulan Ramadan tahun 8 H. Ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian orang-orang dari tujuan utamanya, yaitu menyerang Mekkah, yang sudah dia persiapkan.[44]

Menurut Ibnu Sa'd, Ibnu Hisham, dan banyak kumpulan hadits Sunni,[45] sebuah kafilah badui lewat dan menyapa kaum Muslim dengan ucapan “Assalamu'alaikum.” Namun Abu Qatadah tetap menyerang kafilah itu dan membunuh orang-orangnya. Mereka kembali pada Muhammad dengan harta rampasan dan memberitahu apa yang telah terjadi.

Muhammad kemudian mengungkapkan ayat 4:94.[46][47] Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut sebagai perintah Allah kepada umat Muslim untuk lebih berhati-hati ketika membunuh sesama Muslim secara tidak sengaja.[46]

Izin untuk menyerang

Nama Muhammad dalam kaligrafi. Muhammad adalah nabi dan rasul.

Hingga titik ini, Muhammad meminta kaumnya untuk menahan penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh orang Quraisy. Karena disiksa secara berat dan harta benda mereka dirampas, Muhammad mengklaim bahwa Allah memberinya izin untuk memerangi orang kafir Quraisy disebabkan oleh penghinaan, penyiksaan, dan macam-macam penderitaan yang ditimpakan kaum Quraisy kepada umat Muslim yang dipimpin oleh Muhammad.[butuh rujukan]

Izin untuk menyerang itu diberikan dalam beberapa tahap selama misi kenabian Muhammad:

  • Pada awalnya, kaum Muslim diizinkan untuk menyerang orang Quraisy Mekkah karena orang-orang itulah yang dulu menyiksa kaum Muslim.
  • Kemudian Muhammad dan para Muslim diizinkan untuk menyerang suku-suku penyembah berhala yang bersekutu dengan kaum Quraisy dengan beberapa syarat.
  • Kemudian Muhammad dan kaum Muslim diizinkan untuk menyerang kaum Yahudi di Madinah setelah orang Yahudi melanggar Piagam Madinah dan kesepakatan mereka dengan kaum Muslim dengan beberapa syarat
  • Selanjutnya, Muhammad dan kaum Muslim pergi ke Taif, yaitu rumah nya orang Kristen dan Yahudi. Jika para ahli kitab membayar pajak yang disebut Jizyah, maka kaum Muslim dilarang untuk menyerang mereka.
  • Kaum Muslim diharuskan untuk berdamai dengan para penyembah berhala, orang Yahudi, ataupun orang Kristen yang telah berpindah ke agama Islam, dan kaum Muslim harus menganggap mereka sebagai saudara sesama Muslim.[48]

Referensi

  1. ^ Montgomery Watt, William (21 Jan 2010). Muhammad: prophet and statesman. Oxford University Press, 1974. hlm. 105. ISBN 978-0-19-881078-0. 
  2. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 146.
  3. ^ Gabriel, Richard A. (2008), Muhammad, Islam's first great general, University of Oklahoma Press, hlm. 73, ISBN 978-0-8061-3860-2 
  4. ^ Gabriel, Richard A. (2008), Muhammad, Islam first general, Blackwell, hlm. 73, ISBN 9780806138602 
  5. ^ Welch, Muhammad, Encyclopedia of Islam
  6. ^ Watt (1964) hlm. 76
  7. ^ Peters (1999) hlm. 172
  8. ^ Michael Cook, Muhammad. Dalam Founders of Faith, Oxford University Press, 1986, hlm 309.
  9. ^ Watt (1953), hlm. 16-18
  10. ^ Loyal Rue, Religion Is Not about God: How Spiritual Traditions Nurture Our Biological, 2005, hlm.224
  11. ^ John Esposito, Islam, Expanded edition, Oxford University Press, hlm.4-5
  12. ^ a b c d e f Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 127.
  13. ^ a b c d e Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 147.
  14. ^ a b c d e f g h i Haykal, Husayn (1976), The Life of Muhammad, Islamic Book Trust, hlm. 217–218, ISBN 9789839154177 
  15. ^ a b c d e f g h i j k Hawarey, Dr. Mosab (2010). The Journey of Prophecy; Days of Peace and War (Arabic). Islamic Book Trust. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-22. Diakses tanggal 2011-09-10. 
  16. ^ "here". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-11. Diakses tanggal 2011-06-11. 
  17. ^ Hawarey, Dr. Mosab (2010). [The Journey of Prophecy; Days of Peace and War (Arab)] Periksa nilai |url= (bantuan). Islamic Book Trust. Catatan: Buku mengandung daftar pertempuran Muhammad dalam bahasa Arab, terjemahan dalam bahasa Inggris juga tersedia di sini
  18. ^ a b c d Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 345.
  19. ^ a b c d e f g h i Witness Pioneer "Pre-Badr Missions and Invasions"
  20. ^ Witness Pioneer, "Pre-Badr Missions and Invasions"
  21. ^ Shahih Bukhari, 5:57:74
  22. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 244
  23. ^ Al Mawahibul Ladunniyah 1/75, and its commentary by Az-Zurqani, as referenced in the "Sealed Nectar"
  24. ^ a b Muḥammad Ibn ʻAbd al-Wahhāb, Mukhtaṣar zād al-maʻād, p. 346.
  25. ^ a b c d e f g Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 128 Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Mubarakpuri, The Sealed Nectar p. 128" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  26. ^ a b c d Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 148.
  27. ^ Nakhla Raid, 2008 
  28. ^ a b Nakhla Raid Quran Verse, 2008 
  29. ^ [Qur'an Al-Baqarah:217]
  30. ^ Tafsir ibn Kathir, on 2:217 Diarsipkan 2010-01-09 di Wayback Machine., free online text version
  31. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 130
  32. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 290.
  33. ^ Watt, W. Montgomery (1956). Muhammad at Medina. Oxford University Press. hlm. 20. ISBN 978-0195773071.  (online)
  34. ^ Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 153
  35. ^ a b c d "Zaid bin Haritha, in Jumada Al-Ula 6 Hijri", Witness-Pioneer.com
  36. ^ a b c Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 205
  37. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 6.
  38. ^ a b Abu Khalil, Atlas of the Prophet's biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  39. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, Hlm. 104.
  40. ^ a b "The invasion of Al-Khabt", Witness-Pioneer.com
  41. ^ a b Mubarakpuri, The Sealed Nectar, hlm. 206
  42. ^ Muir, The life of Mahomet and history of Islam to the era of the Hegira, Volume 4, hlm. 106.
  43. ^ Abu Khalil, Atlas of the Prophet’s biography: places, nations, landmarks, hlm. 218.
  44. ^ "Preparations for the Attack on Makkah", Witness-Pioneer.com
  45. ^ Sahih Muslim, 43:7176
  46. ^ a b Tafsir ibn Kathir Juz, Pg 94, By Ibn Kathir, Translation by Muhammad Saed Abdul-Rahman
  47. ^ Say not to anyone who greets you: "You are not a believer;, Tafsir Ibn Kathir, Text Version
  48. ^ Mubarakpuri, When the Moon Split, hlm. 145.

Bacaan lebih lanjut

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya