Pertempuran Baguio
Pertempuran Baguio merupakan pertempuran yang terjadi pada 21 Februari 1945 hingga 26 April 1945 antara pasukan sekutu dan Tentara Kekaisaran Jepang. Pertempuran ini adalah bagian dari Pertempuran Luzon, pembebasan Filipina oleh pasukan sekutu pada akhir Perang Dunia II. Baguio kemudian juga merupakan tempat terakhir menyerahnya pasukan Jepang kepada sekutu pada September 1945. Latar Belakang dan PertempuranSebelum Perang Dunia II, Baguio adalah ibu kota Persemakmuran Filipina, serta tempat dari Akademi Militer Filipina. Pada 1939, kota ini memiliki populasi 24.000 orang, sebagian besar dari mereka adalah orang Filipina, yang lainya adalah warga negara asing termasuk sekitar 500 orang Jepang. Setelah invasi Jepang ke Filipina, tahun 1941, Jepang berhasil merebut dan menggunakan fasilitas yang dibagun oleh Amerika Serikat di Baguio, Camp John Hay sebagai base militernya. Ini berlangsung hingga bulan Oktober 1944, ketika pasukan Amerika Serikat mendarat di Leyte dan memulai kampanye pembebasan Filipina. Pada Desember 1944, Jenderal Tomoyuki Yamashita, komandan Area ke-14, Angkatan Darat Kekaisaran Jepang memindahkan markasnya ke Baguio, dengan tujuan untuk memberikan perlawanan dan memperlambat laju pasukan sekutu. Pada bulan Desember itu juga, Presiden José Paciano Laurel, presiden Republik Filipina Kedua (negara boneka Filipina yang didukung oleh kekaisaran Jepang) juga bergabung ke Baguio dari Manila, hingga 22 Maret, kemudian ia berpindah ke Taiwan bersama sisa-sisa pemerintahanya dan sebagian warga sipil Jepang. Pada 9 Januari 1945, Pasukan Angkatan Darat ke-6 Amerika Serikat mendarat di Teluk Lingayen dan mulai melakukan Invasi Teluk Lingayen. Selanjutnya pasukan ini bertempur di dua tempat, melawan pasukan Jepang di sebelah timur kota Manila dan melawan pasukan Jepang pimpinan Yamashita di Luzon Utara. Penyerangan dimulai ketika pasukan sekutu yang terdiri dari Divisi Infanteri ke-33 Angkatan darat AS dibantu oleh pasukan gerilya Filipina utara menyerang ke arah kota Baguio. Selama penyerangan ini juga terjadi pertempuran selama enam hari di Irisan Gorge dekat Sungai Irisan antara batalion tank Army's Company B, 775th yang menggunakan tank M4 Sherman dengan batalion Tank Jepang IJA's 5th Tank Company, 10th Tank Regiment yang menggunakan tank Tipe 97s. Bulan Maret 1945, kota ini sudah dalam jangkauan artileri pasukan Amerika. Pada 30 Maret, Jenderal Tomoyuki Yamashita memindahkan pasukannya ke Bambang dan mengevakuasi para warga sipil Jepang. Setelah serangan besar-besaran pasukan Divisi Infanteri ke-37 Angkatan Darat AS pada pertengahan bulan April, pertahanan Jepang di kota ini mulai lemah. Para warga sipil dan warga negara asing yang masih ada di Baguio menyebrang ke garis pertahanan Amerika, di antara mereka juga terdapat lima anggota kabinet Republik Filipina Kedua yang berhasil ditangkap, Brigadir Jenderal Manuel Roxas dan empat orang lainnya. Pada 22 April 1945, Mayor Jenderal Noakata Utsunomiya yang ditinggalkan oleh Yamashita untuk mempertahankan kota Baguio diperintahkan untuk mundur dan melepaskan Baguio. Dua hari kemudian pasukan patroli resimen infanteri ke-129 masuk dan menguasai kota secara penuh. Akhir pertempuran YamashitaHingga 15 Agustus 1945, Yamashita dan pasukannya yang terdiri dari 50.500 tentara dari grup Shobu tetap bertahan melawan Amerika di Luzon utara. Barulah pada 3 September 1945, satu hari setelah Jepang resmi menyerah kepada sekutu, ia-pun secara resmi menyerah di Camp John Hay kepada Letnan Jenderal Arthur Percival dan Jonathan Wainwright. Lihat jugaReferensi
|