Pertempuran Kadesh
Pertempuran Kadesh (atau Pertempuran Qadesh) adalah pertempuran yang terjadi antara pasukan Kekaisaran Mesir yang dipimpin oleh Firaun Ramesses II melawan Kekaisaran Het yang dipimpin oleh Muwatalli II.[9] Pertempuran ini terjadi di kota Kadesh di Sungai Orontes, di tempat yang kini menjadi bagian dari Republik Arab Suriah.[10] Pertempuran ini pada umumnya diduga terjadi pada tahun 1274 SM,[Catatan 1] dan merupakan salah satu pertempuran tertua yang tercatat dalam sejarah yang rincian mengenai taktik dan formasinya diketahui.[11] Pertempuran Kadesh juga kemungkinan adalah pertempuran yang melibatkan kereta perang dengan jumlah terbanyak, diperkirakan bahwa sekitar 5,000–6,000 kereta perang dikerahkan oleh kedua pihak dalam pertempuran ini.[3] Akhir dari pertempuran ini tidak diketahui secara pasti, karena baik pihak Mesir maupun Het sama-sama mengklaim memperoleh kemenengan.[2] Sementara itu konflik antara bangsa Mesir dan Het sendiri diselesaikan melalui sebuah kesepatan damai beberapa tahun setelah pertempuran ini. Perjanjian damai tersebut merupakan kesepakatan internasional tertulis tertua yang masih ada hingga saat ini.[3] SumberSumber informasi utama tentang peristiwa ini adalah catatan Mesir mengenai pertempuran itu. Mutu umum akurasi dari laporan itu diterima meskipun terdapat sejumlah kesalahan faktual dan propaganda.[Catatan 2] Sifat bombastis versi Ramesses II sendiri sudah lama diakui.[Catatan 3] Versi Mesir mengenai Pertempuran Kadesh dicatat dalam dua bentuk utama yang dikenal sebagai Puisi dan Buletin. Puisi telah dipertanyakan sebagai sajak aktual, dibandingkan dengan laporan prosa yang mirip dengan yang telah dicatat oleh para firaun yang lain, begitu juga dengan Buletin yang merupakan keterangan panjang yang menyertai relief.[15][Catatan 4] Prasasti ini diulangi berkali-kali (tujuh kali untuk Buletin dan delapan kali untuk Puisi di dalam kuil Abydos, Luxor, Karnak, Abu Simbel dan Ramesseum).[17] Selain catatan yang panjang ini, ada juga keterangan-keterangan singkat yang digunakan untuk menunjukkan berbagai unsur pertumpuran itu. Selain prasasti, ada kejadian-kejadian tekstual yang diabadikan di dalam Papirus Raifet dan Papirus Sailler III.[18] Kejadian-kejadian yang sama itu juga disebutkan di dalam sepucuk surat dari Firaun Ramesses II kepada Hattusili III, yang ditulis untuk menanggapi keluhan Hattusili yang bersifat mengejek atas penggambaran yang jaya mengenai pertempuran itu oleh sang Firaun.[19] Catatan Het mengenai pertempuran itu, termasuk surat di atas, telah ditemukan di Hattusa, meskipun tidak ditemukan catatan kejadian yang menggambarkannya sebagai bagian dari suatu kampanye militer. Alih-alih, ada berbagai catatan yang menyebutkan pertempuran tersebut dalam konteks mengenai peristwa lainnya. Secara khusus hal ini berlaku pada Hattusili III. Bagi dia pertempuran itu menandai tonggak bersejarah dalam kariernya, karena dia ikut berperan dalam penyelesaian konflik antara Mesir dengan Het.[20][21] Para arkeolog tidak dapat menguji secara bebas setiap kejadian yang dituturkan kembali dalam catatan Mesir dan Het mengenai Pertempuran Kadesh. Pengetahuan atas pertempuran seluruhnya berasal dari laporan-laporan yang ada dalam catatan Mesir dan dan Het, sementara keduanya saling tidak sepakat satu sama lain, yaitu bahwa asing-masing pihak mengklaim memperoleh kemenangan dalam pertempuran tersebut.[2][3] Meskipun tersedia lebih banyak bukti dalam bentuk teks dan relief dinding mengenai pertempuran ini daripada pertempuran lainnya di Timur Dekat Kuno, hampir semuanya berisi rincian dari sudut pandang orang Mesir, dan memang laporan ilmiah pertama mengenai pertempuran itu, dibuat oleh James Henri Breasted pada tahun 1903, mengambil bukti dari Mesir secara harfiah dan mengasumsikan kemenangan besar Mesir. Dia berkeyakinan bahwa sumber-sumber tersebut memungkinkannya merekonstruksi pertempuran tersebut "secara pasti."[22] Latar belakangSetelah mengusir dinasti ke-15 Hyksos, para penguasa pribumi Kerajaan Baru Mesir menjadi lebih agresif dalam memperoleh kembali kekuasaan mereka atas perbatasan negara. Thutmose I, Thutmose III serta putra dan wali raja Amenhotep II menjalani sejumlah pertempuran dari Megiddo ke utara hingga Sungai Orontes, termasuk konflik dengan Kadesh.[23] Banyak catatan kampanye Mesir antara tahun 1400 SM dan 1300 SM mencerminkan ketidakstabilan umum di wilayah Djahi. Pemerintahan Thutmose IV dan Amenhotep III tidak menonjol, kecuali bahwa Mesir terus-menerus kehilangan wilayah kekuasaan karena direbut oleh Kerajaan Mitanni di Suriah utara.[24][25][26][27] Pada akhir dinasti ke-18 Mesir, Surat Amarna[28] menceritakan kisah mengenai berkurangnya pengaruh Mesir di wilayah itu. Bangsa Mesir menunjukkan minat yang terus menurun terhadap wiayah ini hingga penghujung masa dinasti. Horemheb, penguasa terakhir dinasti ini, yang melakukan kampanye militer di wilayah ini, pada akhirnya mulai membuat orang Mesir kembali tertarik pada wilayah ini.[29][30] Proses ini berlanjut pada dinasti ke-19. Seperti ayahnya Ramesses I, Seti I adalah seorang komandan milter dan berusaha memulihkan Kekaisaran Mesir seperti pada masa raja-raja Thutmose hampir seabad sebelumnya. Prasasti di dinding kuil Karnak mencatat rincian kampanye militernya ke Kanaan dan Suriah.[31] Dia membawa 20.000 tentara dan kembali menduduki kembali pos-pos Mesir yang dulu terabaikan dan menempatkan garnisun di kota-kota itu. Dia menyepakati perdamaian tak resmi dengan bangsa Het, memperoleh kendali atas wilayah pesisir di sepanjang Laut Tengah, dan melanjutkan kampanye militer di Kanaan. Kampanye militernya yang kedua membuatnya merebut Kadesh (di sana suatu prasasti dibuat memperingati kemenangannya) dan Amurru. Putra sekaligus pewarisnya, Ramesses II, ikut serta dalam kampanye itu bersamanya. Catatan sejarah yang ada menunjukkan pesanan senjata dalam jumlah banyak oleh Ramesses II setahun sebelum dia melakukan ekspedisi ke Kadesh pada tahun kelima pemerintahannya.[32] Akan tetapi, pada suatu waktu, baik Kadesh maupun Amarru berhasil dikuasai kembali oleh bangsa Het.[33] Ada perdebatan mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada Amarru. Trevor Bryce menyatakan bahwa, meskipun wilayah itu kembali jatuh ke dalam kendali Het, lebih besar kemungkinan bahwa Amurru tetap menjadi negara bawahan Het.[34] Peristiwa yang mendahului Pertempuran Kadesh adalah kampanye awal Ramesses II di Kanaan. Pada tahun keempat pemerintahannya, dia bergerak ke utara memasuki Suriah. Tujuannya kemungkinan adaalah untuk merebut kembali Amurru[35] atau, sebagai upaya penyelidikan, memastikan kesetian negara bawahannya, dan menjelajahi kondisi medan untuk pertempuran yang mungkin terjadi.[34] Perebutan kembali Amurru oleh Ramesses membuat Muwatalli bergerak ke selatan untuk menghadapi pasukan Mesir. Ramesses berarak ke utara pada tahun kelima pemerintahannya dan menghadapi pasukan Het di Kadesh.[32] Kampanye KadeshPasukan Ramesses menyeberangi perbatasan Mesir pada musim semi pada tahun kelima pemerintahannya dan, setelah berarak selama sebulan, mereka tiba di wilayah Kadesh dari arah selatan.[36][37] Raja Het, Muwatili, yang telah mengumpulkan beberapa sekutunya (di antaranya adalah Rimisharriana, raja Aleppo) menempatkan pasukannya di belakang "Kadesh Lama." Akan tetapi Ramesses, karena disesatkan oleh dua orang mata-mata yang tertangkap oleh pasukan Mesir, mengira bahwa pasukan Het masih jauh di Aleppo, sehingga dia memerintahkan pasukannya untuk mendirikan perkemahan.[37] PasukanPada musim semi pada tahun kelima pemerintahannya, tepatnya pada bulan Mei 1274 SM, Ramesses melancarkan kampanye dari ibu kotanya Pi-Ramesses (Quantir modern). Ramesses memimpin pasukan yang terdiri atas 4 divisi: Amun, Re (P're), (Suteh), dan divisi Ptah yang tampaknya baru dibentuk.[37][38] Ada juga pasukan yang didokumentasikan dengan buruk yang disebut nrnn (Ne'arin atau Nearin), mungkin mereka adalah tentara bayaran Kanaan yang mengabdi kepada Mesir[39] atau bahkan orang Mesir[40] yang ditinggalkan oleh Ramesses II di Amurru, kemungkinan untuk mengamankan pelabuhan Sumur.[41] Divisi ini akan memainkan peranan yang amat penting dalam pertempuran. Yang juga penting adalah kehadiran pasukan Sherden dalam pasukan Mesir. Ini adalah kali pertama mereka tampil sebagai tentara bayaran Mesir, dan mereka kelak akan memberikan peranan yang semakin lama semakin penting dalam sejarah Zaman Perunggu Akhir, pada akhirnya muncul di antara Bangsa Laut yang mengobrak-abrik Mediterania pada akhir Zaman Perunggu.[42][43] Mark Healy, dalam bukunya Armies of Pharaoh, mencermati:[44]
Di pihak Het, Ramesses II mencatat sebuah daftar panjang berisi 19 sekutu Het yang dibawa oleh Muwatalli ke Kadesh. Daftar ini telah mengundang minat yang amat besar selama bertahun-tahun karena menjadi tantangan untuk mengidentifikasi semua lokasi di sana, karena daftar itu menggambarkan bentangan luas negeri-negeri taklukan Het, dan karena terdapat beberapa daerah di Anatolia barat, yang tampaknya meliputi orang Dardania yang disebut-sebut oleh Homeros.[45] Berikut ini adalah daftar sekutu yang dicatat oleh Ramesses:[46][47][48][49]
Selain para sekutu ini, raja Het juga mengerahkan beberapa suku Shasu lokal.[53] PertempuranSerangan HetRamesses II menggambarkan kedatangannya di medan pertempuran dalam dua prasasti utama yang dia tulis mengenai pertempuran itu. Keduanya berjudul Puisi dan Buletin. Di dalam Puisi tertulis:[54]
Sementara itu di dalam Buletin tertulis:[54][55]
Ketika Ramesses dan pasukan Mesir bergerak maju kira-kira 11 kilometer dari Kadesh, sebelah selatan Shabtuna, dia bertemu dua orang Shasu (kaum pengembara) yang memberitahunya bahwa bangsa Het ada di "tanah Aleppo, di utara Tunip" 200 kilometer jauhnya, di sana, kata mereka, pasukan Het "(terlalu) takut kepada Firaun, KKK, untuk datang ke selatan".[33][56] Cerita ini menurut naskah-naskah Mesir, adalah laporan palsu yang diperintahkan oleh orang Het "dengan maksud untuk mencegah pasukan Baginda untuk mempersiapkan diri bertempur melawan musuh dari Hatti."[56] Pengintai Mesir kemudian kembali ke perkemahan dengan membawa dua tawanan Het yang baru. Ramesses II baru mengetahui keadaan sebenarnya yang sangat berbahaya setelah mata-mata itu ditangkap, dipukuli dan dipaksa mengungkapkan kebenaran di hadapannya. Di bawah siksaan, kelompok mata-mata kedua memberitahukan bahwa seluruh tentara Het dan raja Het sebenarnya sudah dekat.[57]
Dalam ketergesa-gesaannya untuk merebut Kadesh, Ramesses II melakukan kesalahan taktis yang besar. Dia memperlebar jarak antara divisi Amunnya dan divisi lainnya, yaitu Re, Ptah, dan Seth, dengan demikian dia memecah pasukan gabungannya. Ketika mereka diserang oleh pasukan Het, Ramesses II mengeluhkan kegagalan para perwiranya mengirim pengintai untuk menemukan lokasi pasukan Het yang sebenarnya dan melaporkan kepadanya.[58] Sang Firaun dengan cepat mengirim utusan untuk mendesak dipercepatnya kedatangan divisi Ptah dan Seth, yang masih agak jauh di seberang sungai Orontes. Akan tetapi sebelum Ramesses dapat mengatur pasukannya, kereta-kereta perang Muwatili menyerang divisi Re, yang kepergok di medan terbuka dan nyaris dihancurkan.[37] Sebagian orang yang selamat melarikan diri ke perkemahan Amun, tetapi mereka dikejar oleh pasukan Het.[32] Kereta perang Het menerobos dinding perisai perkemahan Amun dan memulai sergapan mereka. Hal ini juga menimbulkan kepanikan di antara pasukan Amun. Akan tetapi, momentum serangan Het sudah mulai berkurang, karena rintangan dan penghalang di perkemahan yang besar tersebut memaksa banyak kerata perang Het memperlambat serangan mereka; beberapa terbunuh ketika kereta perang mereka terbentur.[59] Dalam naskah Mesir mengenai pertempuran ini, Ramesses menceritakan bahwa dirinya ditinggalkan sendirian dan dikelilingi oleh musuh:[37][54][60]
Sang Firaun kini harus melakukan pertarungan mati-matian untuk mempertahankan nyawanya. Dia lalu berseru kepada dewa Amun dan bertempur untuk menyelamatkan diri. Naskah Mesir kuno menceritakan bahwa Ramesses II seorang diri berhasil mengalahkan para penyerangnya dan kembali ke barisan Mesir. Dikisahkan bahwa Ramesses berhasil melakukannya berkat bantuan para dewa.[54]
Serangan MesirRamesses kemudian memimpin secara langsung beberapa serangan ke barisan Het bersama pengawal pribadinya, beberapa kereta perang dari divisi Amun, dan orang-orang yang selamat dari divisi Re yang sebelumnya telah dipukul mundur.[59] Dia memanfaatkan kemampuan manuver kereta-kereta perangnya yang lebih unggul serta kekuatan dan jangkauan busur campur Mesirnya, yang memencarkan dan menyerang pasukan kereta perang Het yang kelelahan.[61][62] Sementara itu, pasukan Het, yang yakin bahwa musuhnya telah dipukul mundur sepenuhnya, akhirnya berhenti menjarah perkemahan pasukan Mesir. Dengan bertindak demikian, mereka menjadi sasaran empuk bagi serangan balasan Ramesses. Tindakan Ramesses berhasil mendesak pasukan Het mundur kembali ke arah Orontes dan menjauh dari perkemahan Mesir.[63] Sementara dalam pengejaran berikutnya, kereta perang Het yang lebih berat dapat disusul dengan mudah dan dilumpuhkan oleh kereta perang Mesir yang lebih ringan dan cepat.[64] Meskipun mederita serangan balasan yang signifikan, Muwatalli masih memiliki sejumlah besar pasukan kereta perang dan infantri cadangan[37] ditambah lagi dengan dinding-dinding kota. Ketika pasukan Het yang mundur telah mencapai sungai, dia memerintahkan ribuan kereta perang lainnya untuk menyerang pasukan Mesir, unsur pasukan yang kuat meliputi bangsawan kelas atas yang mengelilingi raja. Ketika pasukan Het kembali mencapai perkemahan Mesir, rombongan pasukan Ne'arin dari Amurru mendadak tiba. Ini mengejutkan pasukan Het. Ramesses juga telah mengatur pasukannya dan, sambil mengharapkan bantuan, juga menyerang dari perkemahan.[65] Setelah dilancarkan enam serangan, pasukan Het nyaris terkurung, dan tentara yang selamat harus berenang "dengan perasaan terhina", menyerangi kembali sungai Orents untuk bergabung dengan infantri mereka.[41] Terjepit ke sungai Orontes, unsur-unsur pasukan Het yang tersisa tidak dapat menyusul rombongan pasukan yang sedang mundur, dan terpaksa meninggalkan kereta perang mereka dan berusaha menyeberangi sungai Orontes. Peristiwa pelarian ini digambarkan dalam prasasti Mesir sebagai "terburu-terburu", bahkan disebutkan pula bahwa mereka "berenang secepat buaya." Dalam prosesnya, banyak di antara mereka yang tenggelam.[65] Akhir pertempuranKeesokan paginya, terjadi lagi pertempuran kedua yang tidak jelas siapa pemenangnya. Menurut laporan Ramesses, Muwatili meminta gencatan senjata, dan dengan demikian pasukan Mesir memperoleh kemenangan dalam pertempuran itu.[66] Akan tetapi hal ini kemungkinan adalah propaganda karena bangsa Het tidak mencatat penyelesaian yang demikian. Catatan dari pihak Het menyatakan bahwa pasukan Mesir terpaksa meninggalkan medan perang dalam kekalahan dan Kadesh tetap dikuasai oleh Het.[67] Sejumlah sejarawan modern berpendapat bahwa kedua pihak tidak memperoleh kemenangan total. Baik pasukan Mesir maupun Het sama-sama menderita korban yang berat. Pasukan Mesir gagal menghancurkan pertahanan Kadesh, sementara pasukan Het gagal meraih kemenangan padahal awalnya mereka sudah memperoleh keunggulan.[41] Tidak ada kesepakatan di kalangan sejarawan mengenai hasil perang itu atau apa yang telah terjadi. Pendapat yang bermunculan berkisar antara kemenangan pasukan Mesir, keadaan seri, dan kekalahan Mesir (dengan anggapan bahwa laporan-laporan Mesir hanyalah propaganda).[68] Salah satu sejarawan yang meyakini bahwa pihak Mesir mengalami kekalahan dalam perang ini adalah Egiptolog asal Iran, Mehdi Yarahmadi.[69] Berikut ini adalah orang-orang Het yang tercatat gugur dalam pertempuran tersebut[70]
AkibatTidak mampu secara logistik untuk mendukung pengepungan yang lama terhadap kota Kadesh yang berbenteng, Ramesses akhirnya memutuskan untuk mengumpulkan pasukannya dan mundur ke selatan ke arah Damaskus dan akhirnya kembali ke Mesir.[3] Sekembalinya di Mesir, Ramesses mengumumkan bahwa dia telah meraih kemenangan besar, meskipun yang berhasil dia lakukan mungkin adalah menyelamatkan pasukannya karena tidak dapat merebut Kadesh.[2][71] Meskipun demikian, dalama arti pribadi, Pertempuran Kadesh bisa jadi merupakan suatu kemenangan bagi Ramesses, karena, setelah terjebak dalam sergapan kereta perang Het yang mengbrak-abrik pasukannya, raja muda itu dengan berani mengumpulkan pasukannya yang tercerai-berai untuk bertempur di medan pertempuran sambil meloloskan diri dari kematian maupun penangkapan. Kereta perang baru Mesir yang lebih ringan dan lebih cepat yang diawaki oleh dua orang mampu untuk mengejar dan merobohkan kereta perang Het yang lebih lambat yang diawaki oleh tiga orang. Unsur-unsur utama pasukan kereta perang Het yan sedang mundur kemudian didesak ke sungai, dan dalam beberapa prasasti Hieroglif yang terkait dengan Ramesses II, disebutkan bahwa mereka lari menyeberangi sungai meninggalkan kereta-kereta perangnya dengan "berenang secepat buaya" untuk meloloskan diri.[3] Akan tetapi, laporan Het dari Bohazkoy menceritakan penyelesaian yang amat berbeda mengenai kampanye militer yang lebih besar itu, dimana Ramesses terpaksa meninggalkan Kadesh dalam kekalahan. Para sejarawan modern pada intinya berkesimpulan bahwa pertempuran itu berakhir seri, namun merupakan kemenangan moral yang besar bangsa Mesir, yang telah mengembangkan teknologi dan persenjataan baru,[3] sebelum kemudian memukul mundur serangan bangsa Het yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Sementara bagi Muwatili II, pertempuran itu adalah kemenangan strategis karena, meskipun dia banyak kehilangan pasukan kereta perangnya namun dia dapat mempertahankan Kadesh selama masa pengepungan yang singkat.[72] Muwatili II terus melakukan kampanye militer ke selatan hingga sejauh provinsi Mesir Upi (Apa), yang dia rebut dan diduduki di bawah kendali saudaranya Hattusili, kelak menjadi Hattusili III.[4] Kini jangkauan pengaruh Mesir di Asia hanya terbatas di Kanaan.[4] Bahkan Kanaan pun untuk sementara waktu terancam oleh pemberontakan di kalangan negara-negara bawahan di Levant. Ramesses terpakasa memulai serangkaian kampanye militer di Kanaan untuk mengukuhkan kekuasaannya di sana sebelum ia dapat melancarkan serangan lebih lanjut terhadap Kekaisaran Het.[73] Pada tahun kedelapan dan kesembilan pemerintahannya, Ramesses memperbesar kesuksessan militernya; Kali ini, dia terbukti lebih berhasil melawan pasukan Het ketika dia mampu merebut kota Dapur dan Tunip.[74] Terakhir kali pasukan Mesir menguasai kota tersebut adalah pada masa Firaun Thutmose II, sekitar 120 tahun sebelumnya. Akan tetapi, kemenangannya terbukti berlangsung singkat saja. Wilayah kekuasaan yang terjepit di antara Amurru dan Kadesh itu mengalami pergantian kekuasaan dengan cepat. Dalam waktu setahun, wilayah itu telah kembali ke tangan Het, yang berarti sekali lagi Ramesses harus pergi bertempur di Dapur pada tahun kesepuluh pemerintahannya. Keberhasilannya yang kedua sama tidak berartinya seperti yang pertama, karena baik Mesir maupun Het tidak dapat mengalahkan musuh secara telak dalam pertempuran.[41] Konflik perbatasan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun akhirnya diselesaikan lima belas tahun setelah Pertempuran Kadesh[3] melalui suatu perjanjian damai resmi pada tahun 1258 SM, bertepatan dengan tahun ke-21 pemerintahan Ramesses II, dengan Hattusili III sebagai raja Het yang baru.[75][76][77] Perjanjian yang disepakati itu ditulis pada suatu lempengan perak. Salah satu salinannya, yang dibuat dari tanah liat, masih tersimpan di ibu kota Het di Hattusa, di Turki modern, dan dipamerkan di Museum Arkeologi Istanbul. Replika perjanjian Kadesh yang diperbesar tergantung di tembok markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebagai perjanjian damai internasional tertulis yang tertua, yang diketahui oleh para sejarawan.[3] Sementara satu versi Mesir dari perjanjian ini masih bertahan dalam lembaran papirus.[78] Lihat pulaCatatan kaki
Referensi
Bibliografi
Bacaan lanjutan
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Battle of Kadesh.
|