Pertempuran Leuwiliang
Pertempuran Leuwiliang adalah sebuah pertempuran dalam kampanye Hindia Belanda dari Perang Pasifik atau Perang Dunia II yang terjadi antara 3 dan 5 Maret 1942. Pasukan Australia, didukung oleh pasukan artileri Amerika Serikat dan tank Britania Raya, mencoba untuk menahan pasukan Jepang di Leuwiliang, Jawa Barat dalam rangka melindungi penarikan pasukan Belanda dalam menghadapi invasi Jawa oleh Jepang. Dikarenakan rontoknya pertahanan KNIL seusai pendaratan Jepang, tentara Australia di Indonesia, dipimpin Brigjen Arthur Blackburn, membangun garis pertahanan di seberang sebuah jembatan yang telah dihancurkan di desa Leuwiliang, Bogor. Meskipun banyak korban jatuh di pihak Jepang selama tiga hari pertempuran, serdadu-serdadu Australia pada akhirnya hampir terkepung dan terpaksa mundur ke arah kota Buitenzorg (Bogor). Latar belakangSetelah memenangkan Pertempuran Laut Jawa, angkatan darat Kekaisaran Jepang di bawah Angkatan Darat ke-16 mendarat di tiga lokasi di Pulau Jawa. Bagian utama dari invasi ini mendarat di Merak dini hari tanggal 1 Maret 1942. Salah satu kesatuan yang mendarat di Merak dipimpin oleh Mayjen Yumio Nasu, dan kesatuan yang dikenal sebagai "Detasemen Nasu" ini merupakan bagian dari Divisi ke-2.[1] Kesatuan ini diperintahkan untuk maju cepat untuk merebut jembatan-jembatan dan kota Buitenzorg (sekarang Kota Bogor), untuk menghentikan mundurnya tentara Belanda dari Batavia ke Bandung.[2] Jumlah total tentara Jepang yang didaratkan di Jawa sebanyak 25.000 orang, dan jumlah tentara Belanda kurang lebih mirip. Meski begitu, pendaratan Jepang di Merak tidak dihadang oleh Belanda.[3] Pada pukul 7 pagi, Serang sudah direbut Jepang, dan meskipun sempat tertunda karena peledakan jembatan oleh pihak Belanda, tentara Jepang sudah merebut Rangkasbitung pada pagi keesokan harinya.[4] Kesatuan Angkatan Darat Australia Blackforce, pada saat itu ditempatkan di Jawa dan berkedudukan di Leuwiliang, Bogor. Dipimpin oleh Brigadir Jenderal Arthur Blackburn, kesatuan tersebut awalnya diniatkan sebagai pasukan cadangan, dan tentara KNIL bertugas untuk mundur teratur sambil bertempur. Misi Blackforce awalnya adalah untuk menyerang sisi belakang Jepang ketika Jepang maju ke arah Batavia.[5] Namun, Belanda meremehkan kecepatan Jepang—pada awalnya mereka berniat untuk bertahan di sepanjang Sungai Ciujung, tetapi Jepang berhasil melewatinya dan Belanda terpaksa mundur ke Leuwiliang, di bantaran Sungai Tjianten.[6] Selagi mundur, tentara Belanda menghancurkan satu jembatan di atas Sungai Tjianten, yang merepotkan Blackburn karena kerusakan jembatan tersebut membatasi mobilitas kesatuannya dan memaksa mereka untuk bertahan secara statis.[7] Pihak Jepang sebelumnya sudah mengetahui bahwa Leuwiliang merupakan basis pertempuran, baik ofensif maupun defensif, dalam rencana perang pihak Belanda.[8] KekuatanBlackforce merupakan suatu kesatuan setingkat brigade yang terdiri dari sekitar 3.000 orang serdadu, tetapi dari jumlah itu sekitar setengah merupakan personil non-militer (koki, supir, dokter, dsb.). Blackforce dibagi menjadi tiga batalion—dua batalion yang kurang lebih sama dengan batalion yang sudah ada sebelumnya dan satu batalion lagi yang mencakup kesatuan-kesatuan zeni, sejumlah serdadu yang berhasil kabur setelah kekalahan di Singapura, dan sejumlah pasukan bala bantuan.[9] Mereka didukung oleh tiga baterai artileri Amerika Serikat yang merupakan sebagian dari satu-satunya batalion AD AS di Hindia Belanda saat itu. Batalion ini dipimpin oleh Letkol Blucher S. Tharp.[10] Terlebih lagi, pasukan sekutu juga diperkuat oleh lima belas panser ringan Britania Raya dari Resimen Hussar ke-3.[11][12][13] Dari tiga batalion Blackforce, batalion 2 "Pioneer" merupakan batalion terkuat dan mereka ditugaskan di garis depan pertahanan di Leuwiliang (sepanjang bantaran timur sungai Tjianten), dengan dua kompi mempertahankan jalan yang melintasi wilayah itu dan dua lagi disimpan sebagan cadangan. Batalion 1 (senapan mesin) ditugaskan di sayap dan di titik-titik pendukung.[14] Detasemen Nasu mencakup dua resimen—resimen infanteri ke-16 dan resimen intai ke-2—dan didukung oleh satu batalion artileri dan satu skuadron tank.[15] Resimen Infanteri 16 terdiri dari 2.719 orang sebelum mendarat di Jawa sementara resimen intai terdiri dari 439 orang.[16] Jalan pertempuranPada sore hari tanggal 3 Maret, beberapa kendaraan lapis baja dari resimen intai Jepang tiba di Leuwiliang dan menemukan jembatan yang telah diledakkan oleh sekutu. Tak lama kemudian, pasukan Australia yang bertahan di seberang sungai mulai menembaki mereka dengan senapan mesin dan senapan antitank, menghancurkan sejumlah kendaraan yang berada di depan konvoi.[17][18] Komandan Resimen Intai Noguchi Kin'ichi menempatkan dua kompi infanteri di garis depan dan dua kompi sebagai cadangan, dengan maksud untuk menyeberangi sungai ke arah selatan Leuwiliang sebelum meluncurkan serangan malam terhadap titik pertahanan Australia.[17] Strategi ini telah diantisipasi oleh Blackburn dan satu kompi Australia ditugaskan untuk menjaga posisi di selatan jembatan, didukung oleh artileri Amerika Serikat.[19] Akan tetapi, komandan kompi tersebut hilang beserta dua dari empat komandan peletonnya ketika mereka melangsungkan patroli mobil.[19] Sebelum rencana Kin'ichi dapat diluncurkan, kesatuan-kesatuan lain yang termasuk dalam Detasemen Nasu (terutama kesatuan dari resimen infanteri ke-16) tiba di Leuwiliang dan memperkuat posisi Jepang.[20] Adu tembak jarak jauh antara artileri Amerika Serikat dan mortir serta artileri Jepang berlangsung sepanjang sore itu.[21] Malam harinya, Nasu merevisi rencana Kin'ichi dimana kesatuan-kesatuan resimen intai yang tadinya akan menyeberangi sungai digantikan oleh satu batalion dari resimen infanteri. Keputusan ini disebabkan oleh pendapat Nasu bahwa resimen intai sudah menghadapi cukup banyak kesukaran dari pertempuran sejak mereka mendarat. Komandan resimen infanteri 16 pun kemudian memerintahkan satu batalion untuk menyeberangi sungai di suatu titik yang terletak 3 kilometer di sisi selatan jembatan Leuwiliang, dengan dukungan satu kompi artileri dan satu batalion infanteri sebagai cadangan. Dikarenakan hujan deras malam itu, sungai Tjianten meluap sehingga penyeberangan terganggu. Pada pukul 5:30 pagi, baru dua kompi sudah berhasil menyeberangi sungai.[22] Pergerakan pasukan Jepang sudah diketahui pihak Australia karena lampu truk mereka dari seberang sungai.[21] Setelah penyeberangan cukup selesai, pasukan Jepang mulai maju bergerak untuk menyerang posisi Australia dari samping. Salah satu dari kedua kompi Jepang yang sudah menyeberangi sungai (Kompi 9) maju di depan, dengan kompi satunya lagi (Kompi 11) di belakang. Namun, kompi Australia yang sudah bersiaga di sebelah selatan mulai menembaki Kompi 9 Jepang, dan banyak korban jatuh di pihak Jepang. Antara lain, komandan kompi tersebut tewas dan komandan resimen terluka. Cadangan Jepang kemudian dikirim masuk pertempuran dengan dua kompi tambahan (Kompi 11 dari belakang dan Kompi 10 yang baru selesai menyeberang), tetapi awalnya mereka tidak berhasil menerobos pertahanan Australia. Dua kompi lain dari Blackforce juga digerakkan untuk membantu mempertahankan sisi selatan tersebut. Setelah sejumlah baku tembak di sawah sekeliling dan rentetan tembakan meriam Jepang, tentara Jepang berhasil mengapit posisi Australia. Karena itu, pada pukul 4 sore, Blackburn memerintahkan pasukan yang bertahan di selatan untuk mundur.[23][24] Pada malam harinya, ia memerintahkan pasukan Australia untuk menembak sesekali saja, untuk menyembunyikan rencananya untuk mundur. Setelah memperoleh berita bahwa mundurnya tentara Belanda dari Batavia telah berlangsung secara sukses, Blackburn memerintahkan seluruh pasukannya untuk mundur, dan perintah itu selesai dilangsungkan pada pukul 2.15 pada tanggal 5 Maret.[25] Seusai pertempuranSekitar 100 orang jatuh korban di pihak Blackforce, dan mereka mengklaim bahwa sekitar 500 orang tentara Jepang gugur di Leuwiliang.[25] Laporan Jepang menyatakan bahwa korban di pihak Jepang sebanyak 49 orang (28 tewas dan 21 terluka) di resimen infanteri 16 saja.[26] Amerika Serikat tidak melaporkan ada korban dari pihaknya di Leuwiliang.[27] Blackforce awalnya mundur ke Buitenzorg (Bogor), kemudian lebih jauh lagi ke arah Sukabumi. Di Sukabumi, mereka mencoba untuk mempersiapkan garis pertahanan baru namun gagal dan serdadu dalam kesatuan tersebut terpencar di perbukitan sebelah selatan Bandung sepanjang tanggal 6–7 Maret. Prajurit-prajurit yang masih tersisa ditangkapi oleh pasukan Jepang.[28][29] Pada tanggal 7 Maret, Jepang telah menerobos pertahanan Belanda di sisi utara Bandung seusai Pertempuran Perlintasan Ciater, menyebabkan Belanda menyerah. Seusai penyerahan KNIL pada tanggal 9 Maret, Blackforce dan tentara Amerika Serikat yang ada di Jawa turut menyerah.[29][30] Referensi
Daftar pustaka
|