Rindu Terpisah di Raja Ampat
Rindu Terpisah di Raja Ampat adalah judul novel karya penulis Kirana Kejora yang diterbitkan pada 24 Maret 2015. Novel yang mengangkat kisah dengan setting taman nasional Raja Ampat, Papua, ini diterbitkan oleh Penerbit Zettu, dengan ISBN 978-602-1298-60-2, setebal 276 halaman.[1][2][3] Latar belakangRindu Terpisah di Raja Ampat merupakan novel karya Kirana Kejora yang terinspirasi oleh pengalaman pribadinya menjadi mahasiswi Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang saat melaksanakan orientasi pengenalan kampus dengan menjelajahi taman nasional Raja Ampat, Papua. Novel ini menawarkan eksotisme keindahan bawah laut berikut harubiru kisah cinta tokoh-tokoh antara lain Rindu Eidelweis, Ganesha Airlangga, dan Karang Biru di kota Timika, Kuala Kencana, Sorong, dan Raja Ampat. Kisah bermula dari penugasan kepada Rindu Eidelweis dari sebuah perusahaan konsultan perikanan dan kelautan untuk melakukan riset berbasis survey terhadap efektivitas bantuan Kapal Inka Mina di Papua. Dan juga menulis artikel untuk majalah Sea Paradise, sebuah majalah perikanan dan kelautan bertaraf internasional. Riset mendalam sebelum menuliskannya, dan latar belakang novelis yang punya latar belakang pendidikan di perikanan, maka novel ini menjadi prosa sintesis antara fakta dan fiksi, dengan gaya bahasa yang ilmiah dan puitis, dengan banyak makna yang bisa direnungkan. Gagasan atau tema yang diangkat dalam kisah novel ini merupakan sebuah niat baik berupa bantuan pemberian kapal pada nelayan, jika tidak diawali dengan riset yang komprehensif akan sia sia. Selanjutnya, keindahan bawah laut Raja Ampat masih belum dapat dirasakan manfaatnya secara maksimal bagi penduduk setempat. Narasi ilmiah yang sebagian besar ada di novel ini diceritakan dengan gaya bahasa yang mudah untuk dicerna, seperti istilah istilah tentang diving dan keanekaragaman hayati di lautan jenis jenis ikan, terumbu karang, dan ekosistem yang melingkupinya. Plot atau tehnik penceritaan dengan menggunakan alur cerita yang disusun secara linier hanya sekali menggunakan teknik flash back ketika Rindu eidelweis menjalani Orientasi Program Studi Pengenalan Kampus (OPSPEK) di Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang dan bertemu dengan senoirnya, Karang Biru. Dan kembali bertemu di sana saat Karang menjadi dive master. Kirana lebih banyak menggambarkan suasana latar dan setting peristiwa lewat dialog-dialog sehingga pembaca bisa berimajinasi dan menerka tentang karakter dari para tokoh yang diciptakannya. Gaya bercerita ini juga berguna agar pembaca tidak bosan dan tetap setia membaca novel hingga di akhir cerita. Kekuatan sintesis dari novel ini adalah memadukan esai ironis, narasi, kenyataan historis, aliran fiksi menjadi kesatuan tunggal sehingga kekuatan sintesisnya mengombinasikan berbagai hal untuk menjadi cerita yang menarik dari awal hingga akhir. Esai-esai ironis tersirat pada dialog yang dilakukan Rindu Eidelweis pada para nelayan, dan saat berkisah tentang keindahan kota Kuala Kencana. Kenyataan historisnya ada pada kisah terbentuknya kerajaan-kerajaan di papua barat, hingga nama-nama pada bandaranya. Aliran fiksi menjadi bagian dari novelistis saat berkisah tentang cinta jarak jauh antara Rindu Eidelweis dan Ganesha Airlangga, dan cinta Lokasi antara Rindu dengan Karang Biru. Lihat pulaReferensi
|