Siti Oetari
Siti Oetari Tjokroaminoto (1905–1986)[1][2] adalah putri sulung Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam sekaligus merupakan istri dari Presiden Indonesia pertama Soekarno. Ketika Soekarno menikahi Oetari, usianya waktu itu belum genap 20 tahun. Siti Oetari sendiri waktu itu berumur 16 tahun ketika Soekarno menikahi Oetari pada tahun 1921 di Surabaya. Sewaktu itu Soekarno menumpang di rumah HOS Tjokroaminoto ketika sedang menempuh pendidikan di sekolah lanjutan atas. Beberapa saat sesudah menikah, Bung Karno meninggalkan Surabaya, pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di THS (Technische Hoogeschool te Bandoeng, sekarang ITB). Namun pernikahan tersebut dilakukan Soekarno atas dasar menghormati Tjokroaminoto, dan Oetari menurut Soekarno bukanlah idamannya karena Oetari masih kekanakan dan itu tidak mampu mengimbangi semangat Soekarno yang menggebu-gebu. Soekarno kemudian menceraikan Oetari secara baik-baik.[3] Kehidupan awalSiti Oetari Tjokroaminoto lahir pada tahun 1905 di Ponorogo,[1] Hindia Belanda sebagai putri tertua dari lima bersaudara pasangan H. Oemar Said Tjokroaminoto (1882–1934) dan Suharsikin (1885–1920). Dia mempunyai empat orang adik termasuk Harsono Tjokroaminoto, mantan menteri dalam beberapa jabatan menteri di Indonesia. PernikahanOetari menikah sebanyak dua kali. Pernikahan pertamaPada tahun 1921, Oetari, yang berusia 16 tahun, menikah dengan seorang murid ayahnya yang tinggal di rumah mereka, Soekarno Sosrodihardjo yang berusia 20 tahun di Surabaya. Alasan pernikahan mereka adalah karena Soekarno merasa simpati melihat ibu Oetari, Suharsikin yang sakit parah.[4] Pernikahan Oetari dan Soekarno berlangsung di rumah Tjokroaminoto dengan sederhana dan persiapan seadanya. Sempat terjadi ketegangan saat akad nikah. Pasalnya, penghulu meminta Soekarno mengganti bajunya, yaitu jas dan dasi, karena tidak sesuai dengan adat dan kebiasaan Islam pada masa itu. Soekarno marah dan membentak penghulu hingga mengancam membatalkan pernikahan. Namun, kemudian ia meredakan amarahnya dengan merokok, jarinya terbakar saat ia menyalakan rokok yang dianggap pertanda buruk pernikahannya.[5] Tak lama setelah menikah, Suharsikin meninggal dunia. Setelah itu, Soekarno mulai merasa tidak cocok dengan Oetari yang masih kekanak-kanakan. Disebutkan bahwa pernikahan mereka hanya "kawin gantung" karena Soekarno dan Oetari masih belum siap membina rumah tangga. Mereka bahkan tidak menikmati bulan madu. Soekarno lebih sibuk dengan aktivitas politiknya dan mengikuti Tjokroaminoto kemana-mana. Dalam otobiografi Soekarno, ia mengatakan tidak pernah "menyentuh" Oetari.[5] Segera setelahnya, Soekarno meninggalkan Surabaya untuk menempuh pendidikan di THS, Bandung. Pada tahun 1923, Soekarno mendatangi Oetari, H. O. S. Tjokroaminoto, dan keluarganya untuk menceraikan Oetari secara baik-baik.[4][5] Pernikahan keduaSetelah bercerai di usia 18 tahun, Oetari kembali menikah pada tahun 1924 di usia 19 tahun dengan seorang bernama Sigit Bachroensalam. Pernikahan ini menghasilkan seorang putra:
Pernikahan ini berakhir setelah Sigit meninggal pada tahun 1981 dan meninggalkan Oetari sebagai janda di usia 76 tahun. KematianSiti Oetari meninggal lima tahun setelah suami keduanya yaitu pada tahun 1986 sekitar usia 81 tahun di Indonesia.[6] Referensi
Informasi yang berkaitan dengan Siti Oetari |