Sumber Energi Andalan
PT Sumber Energi Andalan Tbk adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia (IDX: ITMA) yang bergerak sebagai perusahaan investasi dan perdagangan, terutama di anak usahanya yang bergerak dalam bisnis jasa-jasa untuk pertambangan. Berkantor pusat di Sopo Del Office & Lifestyle Tower, Jl. Mega Kuningan Barat III, Mega Kuningan, Jakarta Selatan,[1] perusahaan ini telah beberapa kali mengganti nama dan bidang usaha yang digelutinya. Manajemen
Kepemilikan
Anak usaha
Hanya PT Mitratama Perkasa yang sudah beroperasi penuh, yang lainnya masih dalam pengembangan.[1] PT Mitratama merupakan perusahaan yang menyediakan jaringan layanan batu bara terintegrasi, memiliki dan menyewakan pelabuhan batubara dan fasilitas crusher untuk kliennya. Saat ini, PT Mitratama memiliki 4 aset yang telah beroperasi sepenuhnya, yaitu Asam-Asam Coal Port, West Mulia Coal Port, Lubuk Tubung Coal Port, dan Sangatta Coal Crusher.[2] SejarahPT ItamarayaPerusahaan ini didirikan pada 20 November 1987 dengan nama PT Itama Raya yang berbasis di Rungkut, Surabaya, Jawa Timur.[2] Kemudian, namanya berganti menjadi PT Itamaraya Gold Industri.[4] Itamaraya merupakan perusahaan produsen perhiasan emas, awalnya berkembang dari usaha keluarga Indra Tantomo. Produk yang diproduksinya seperti cincin, kalung, gelang, dll dari emas yang dikerjakan dengan mesin.[5] Di tahun 1989, perusahaan mencatatkan produksi 3,44 ton perhiasan emas/tahun, dengan penjualan Rp 57 miliar dan laba bersih Rp 1,6 miliar.[6] Pada tanggal 5 November 1990, Itamaraya menjadi perusahaan publik dengan melepas 4 juta sahamnya seharga Rp 6.950/lembar yang dicatatkan di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya (berkode emiten ITMA).[7] Belakangan, usahanya juga diperluas dengan memproduksi perhiasan perak dan logam mulia lainnya.[8][9] Kemudian, perusahaan juga menjalin kerjasama dengan sejumlah Koperasi Unit Desa yang membeli sejumlah saham Itamaraya di tahun 1994,[10] kira-kira 260.000 lembar.[11] Itamaraya juga menargetkan akan menjadi perusahaan emas yang mendunia.[12] Itamaraya kemudian berkembang menjadi perusahaan perdagangan emas terbesar di Jawa Timur.[13] Kepemilikan saham saat itu dipegang oleh PT Tanganmas Inti Perkasa (57%) dan Indra Tantomo.[14] Sayangnya, keadaan berubah dengan krisis ekonomi yang menerpa Indonesia di akhir 1990-an, yang hampir membuat perusahaan ini tutup. Datanglah gugatan pailit dari PT Exim SB Leasing, karena perusahaan ini diklaim tidak membayar kewajibannya dan utangnya dari tahun 1999-2001. Awalnya, Itamaraya berhasil memenangkan gugatan pailit itu di Pengadilan Niaga Surabaya dan Mahkamah Agung di Desember 2001 dan Februari 2002, namun banding yang diajukan PT Exim berhasil memalitkan perusahaan emas itu pada 29 April 2002.[15][16] Selain itu, akibat masalah tersebut, perdagangan saham ITMA di BEJ sudah disuspensi sejak 12 Desember 2001 dan 20 Mei 2002.[17] Sempat berusaha mencegah delisting sahamnya di BEJ,[18] akhirnya Itamaraya hanya bisa mencatatkan dirinya di BES setelah "ditendang" BEJ mulai 29 November 2002.[19] Kasus kepalitan ini kemudian berlanjut dengan gugatan perdata Itamaraya Gold kepada PT Exim, namun akhirnya berakhir dengan perdamaian Itamaraya dan sejumlah kreditornya (Bank Mandiri, PT Exim SB Leasing), dengan kesepakatan akan membayar hutangnya (lebih dari US$ 800 ribu) dan status kepailitan perusahaan ini berakhir mulai 30 Juni 2003.[20] Meskipun demikian, tantangan terus muncul, seperti sempat disuspensi perdagangannya di BES akibat tidak membayar biaya pencatatan tahun 2004[19] dan hutang-hutang lainnya terkait bursa saham.[21] Seiring merger antara BEJ dan BES menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI), baru perusahaan ini bisa tercatat lagi di Jakarta.[22] Perubahan usaha dan namaDengan alasan pelemahan daya beli masyarakat pada produk perhiasan dan naiknya harga emas, mulai 2007 Itamaraya Gold resmi menghentikan bisnis perhiasannya dan menjajaki bisnis farmasi dan batu bara. Rencananya, pabrik di Rungkut akan disewakan ke PT Aditamaraya Farmindo yang akan membangun pabrik obat di sana.[23][24] Selain itu, Itamaraya Gold juga berencana lebih memfokuskan bisnis perhiasan perak dan membuka galeri perhiasan di Bali.[25] Peralihan usaha ini juga ditengarai karena perusahan masih merugi, mencapai Rp 1,5 miliar pada kuartal III 2008 dan hanya memiliki aset Rp 22 miliar.[26] Seiring rencana perubahan fokus usaha itu, nama PT Itamaraya Gold Industri Tbk diubah menjadi PT Itamaraya Tbk. Karyawan perusahaan, yang berjumlah 261 orang, tercatat kemudian di Juni 2009 sudah merosot menjadi 16 orang saja.[4] Belakangan, pemilik lama kemudian melepas Itamaraya kepada Trust Energy Resources Pte. Ltd., Singapura sebanyak 94,6% sahamnya pada 26 Agustus 2009.[27] Tidak lama kemudian, Trust Energy juga melakukan tender offer untuk 1,83 juta (5,39%) saham lain Itamaraya.[28][29] Diketahui kemudian Trust Energy merupakan anak usaha raksasa energi India, Tata Power.[30] Maka, bisnis perusahaan kemudian juga diubah dari produksi emas menjadi pembangkitan energi dan pertambangan batu bara.[4] Pada tanggal 28 Juni 2010, kembali diadakan perubahan nama perusahaan menjadi PT Sumber Energi Andalan Tbk yang diiringi dengan pergantian manajemen, logo dan pemindahan kantor pusat ke Jakarta.[31][32] Walaupun kemudian, akibat pemegang saham lama perusahaan menggugat manajemen baru perusahaan ini mengenai perubahan-perubahan tersebut, maka hingga 2011 ITMA tidak beroperasi/menjalankan kegiatan usaha apapun. Baru pada 8 April 2011, gugatan itu akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Surabaya.[33] Setelah gugatan tersebut ditolak, baru pergantian nama menjadi PT Sumber Energi Andalan Tbk (bersama dengan perubahan logo dan kantor pusat) dapat efektif berlaku, terhitung sejak 21 September 2011.[32] Bisnis utama perusahaan ini dimulai ketika 30% saham PT Mitratama Perkasa, sebuah perusahaan penyedia infrastruktur pertambangan batu bara milik PT Bumi Resources Tbk, dibeli oleh perusahaan ini di tanggal 16 Agustus 2012. Uniknya, Sumber Energi Andalan hanya mengeluarkan US$ 1 untuk membeli saham itu. Alasannya, karena PT Mitratama saat itu sedang mengalami kesulitan usaha dan terdampak jatuhnya harga batu bara.[34][35] Sebagai bayarannya, kontrak Technical Service Agreement Mitratama kepada Bumi Resources senilai US$ 26,7 miliar dibatalkan (atau bisa dikatakan dianggap "gratis") hingga 2021.[36] Mitratama diketahui memiliki sejumlah pelabuhan dan crusher batu bara di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Dengan cadangan batu bara klien utamanya, Bumi Resources yang cukup besar, bisnis PT Mitratama turut membantu Sumber Energi Andalan memperbaiki kinerja keuangannya yang jauh lebih baik dari sebelumnya (mendapat laba) meskipun hanya menjadi pemegang 30% saham.[37] Kinerja positif tersebut membuat harga saham ITMA sempat meroket: dari Rp 620 menjadi Rp 1.250 di awal 2013[38] dan dari Rp 2.325 menjadi Rp 13.900/lembar pada April 2013. Akibatnya, perdagangan saham perusahaan ini harus disuspensi oleh BEI, dimana yang terakhir berlaku efektif sejak 25 April 2013.[39] Rupanya, suspensi saham itu tidak kunjung dicabut kemudian, meskipun perusahaan ini sudah berusaha meminta BEI menghentikan suspensinya.[40] Belakangan, tersebut rencana Sumber Energi Andalan akan menjual 30% sahamnya di PT Mitratama kepada Long Haul Holdings Ltd. seharga US$ 120 juta. Rumor yang beredar awalnya adalah Long Haul juga dimiliki oleh Bakrie,[34] namun kemudian diketahui bahwa Long Haul dimiliki oleh sebuah perusahaan pertambangan energi bernama PT Benakat Integra Tbk. Meskipun kemudian keduanya sudah bersepakat pada 19 Februari 2014 dan Benakat sudah membayar uang muka US$ 107,7 juta, namun rencana ini tidak terlaksana hingga 2016 dan akhirnya dibatalkan pada 29 November 2016.[36] Di tengah kemandekan divestasi itu, Sumber Energi pun mulai menjajaki peluang terjun ke bisnis pembangkit listrik,[30] walaupun hingga 2018 rencana ini masih belum terealisasi. Ada juga rencana masuk ke usaha energi terbarukan.[41] Meskipun demikian, perusahaan tetap bisa mendapat keuntungan karena bisnisnya di batu bara masih ada (seperti dari PT Mitratama), walaupun tercatat sempat menurun pendapatannya akibat penurunan harga komoditas sejak pertengahan 2010-an.[42][43] Pada tahun 2014, perusahaan ini tercatat memiliki laba bersih Rp 292,25 miliar, pendapatan naik US$ 340,37 juta dari sebelumnya US$ 327 juta, dan aset juga mengalami kenaikan.[44] Kemudian, di tanggal 18 Juli 2016, suspensi saham ITMA akhirnya dicabut oleh BEI,[45] dan kemudian juga diadakan stock split yang sudah tertunda sejak 2015.[46] Akuisisi oleh Astrindo dan perkembangan selanjutnyaPada akhir 2016, muncul kabar bahwa Tata Power akan melepas kepemilikannya di PT Sumber Energi Andalan Tbk beserta anak usahanya kembali kepada Bakrie, lewat Rwood Resources Ltd seharga US$ 154 juta.[36] Namun, kemudian di tanggal 30 November 2017, Trust Energy Resources Pte. Ltd. (Tata Power), melepas 40,7% sahamnya di perusahaan ini kepada PT Astrindo Nusantara Infrastruktur Tbk (d/h Benakat Integra Tbk) dengan harga Rp 958,97 miliar,[47] dimana akuisisi ini oleh pihak Astrindo dianggap sebagai suatu strategi bisnis yang menguntungkan.[48] Walaupun demikian, fokus usaha Sumber Energi Andalan tetap di bidang batu bara dan sesuai rencana, di bisnis pembangkit listrik.[49] Pada akhir 2019, perusahaan melakukan rights issue senilai Rp 255 miliar (Rp 750/lembar saham), untuk pengembangan usaha khususnya akuisisi tambang batu bara.[50] Belakangan, dana yang didapat adalah Rp 143 miliar, yang masih akan digunakan untuk akuisisi walaupun belum terealisasi hingga 2020.[51] Tidak hanya itu, Sumber Energi Andalan mengklaim mereka sudah mendapat beberapa kontrak baru.[52] Secara umum, beberapa tahun ini, kinerja ITMA cenderung fluktuatif, dengan sempat mencatatkan kenaikan laba[53] walaupun juga sempat mencatatkan penurunan.[54] Pada 2 Maret 2021, perusahaan mendirikan anak usaha baru, yaitu PT Andalan Group Power yang bergerak di bidang konsultasi manajemen[55] Perusahaan kemudian tercatat dapat mendapatkan 2 Pembangkit Listrik Mesin Gas (PLTMG) di Sembakung, Kalimantan Utara dan Payo Selincah, Jambi, dan di 30 September 2021 mencatatkan keuntungan US$ 7.981.878.[56] Di tahun 2022, sempat juga terjadi beberapa kali perubahan kepemilikan, walaupun tidak mengganggu pengendalian.[57] Rujukan
Pranala luar |