Transfer teknologi
Transfer teknologi, disebut juga dengan komersialisasi teknologi, adalah proses memindahkan kemampuan, pengetahuan, teknologi, metode manufaktur, sampel hasil manufaktur, dan fasilitas, antara pemerintah, universitas, dan institusi lainnya yang menjamin bahwa perkembangan ilmu dan teknologi dapat diakses oleh banyak pengguna. Hal ini penting demi pengembangan lebih lanjut dan penggunaannya menjadi produk, proses, aplikasi, material, dan produk jasa baru. Transfer teknologi sangat erat kaitannya dengan transfer pengetahuan. Transfer teknologi dibagi menjadi dua, yaitu transfer secara horisontal dan transfer secara vertikal. Secara horisontal adalah perpindahan teknologi dari satu bidang ke bidang lainnya. Sedangkan transfer secara vertikal adalah perpindahan teknologi dari riset ke penerapan.[1] Beberapa perusahaan, universitas, dan organisasi pemerintah memiliki kantor, bagian, atau seksi transfer teknologi yang difungsikan untuk mengidentifikasi materi penelitian yang memiliki potensi komersialisasi dan strategi untuk mendayagunakannya. Sebuah hasil penelitian tentu saja memiliki potensi untuk didayagunakan untuk tujuan ilmiah maupun tujuan komersial. Namun tidak semua memiliki nilai komersial. Misal proses fusi nuklir, meski ada banyak cara untuk menghasilkan energi dengan menggunakan metode ini, tetapi yang bernilai komersial adalah yang menghasilkan efisiensi tertinggi. Waktu dan keterlibatan hasil penelitian lain juga mempengaruhi nilai transfer teknologi. Seperti contoh, elektromagnetik, yang ketika ditemukan tidak diketahui nilai komersialnya. Namun sekarang elektromagnetik banyak dijumpai di berbagai peralatan elektronik. Selain fungsi secara komersial, hasil penelitian juga bisa ditransfer berdasarkan fungsinya di bidang lain, seperti sosial, lingkungan, dan militer. Pihak yang membantu "menjembatani" dunia sekarang dan hasil penelitian, baik untuk diaplikasikan secara komersial maupun tidak, disebut dengan "pialang teknologi" (Bahasa Inggris: Technology broker).[2] Sedangkan perusahaan yang didirikan oleh lembagai pengembangan ilmu pengetahuan (universitas dan sebagainya), sahamnya dimiliki oleh lembaga pengembangan ilmu pengetahuan, memberikan lisensi penggunaan teknologi dari lembaga pengembangan ilmu pengetahuan, dan/atau mendirikan lembaga pengembangan ilmu pengetahuan untuk tujuan transfer teknologi disebut dengan Research spin-off[3] Proses transferProses mengkomersialisasikan penelitian bisa beragam, mulai dari pemberian lisensi atau izin penggunaan paten, pembentukan joint venture, kerjasama dengan bagi hasil dan risiko, hingga hadiah. Pihak pelaku transfer teknologi bisa bertindak atas nama lembaga ilmu pengetahuan, pemerintah, hingga perusahaan multinasional. Sebagai pihak yang menjembatani antar klien, fee yang diberikan bisa bervariasi, dari bagi hasil hingga kepemilikan saham. Oleh karena itu, proses ini umumnya adalah multidisipliner di mana satu perusahaan transfer teknologi mempekerjakan berbagai ahli, seperti ahli eknomi, insinyur, pengacara, hingga ilmuwan. Proses transfer teknologi juga perlu memperhatikan tingkat kesiapan teknologi (technology readiness level)[4] sebagai kriteria kapan sebuah teknologi bisa digunakan secara luas. Penelitian umumnya fokus pada tahap 1-3, sedangkan proses produksi dilakukan ketika suatu teknolgi sudah mencapai minimal tahap 6. Menjembatani antara tahap 3 sampai 6 adalah yang tersulit, di mana pada tahap 4 dan 5 mencakup konversi komponen prototipe ke komponen produksi massal hingga pengujian dan pengembangan lebih lanjut.[5] Referensi
Pranala luar
|