Alexander Vovin (2013) yang menentang teori oleh Beckwith, berpendapat bahwa toponim tersebut sebenarnya mewakili bahasa bangsa yang ditaklukkan oleh penutur bahasa Koguryo. Dia menamakan bahasa ini "Pra-Koguryo", yang berarti bahasa tersebut digunakan sebelum bahasa Koguryo tiba di tempat itu. Dia juga menganggap Goguryeo merupakan bahasa Koreanik, termasuk prasasti dan kata serapan dalam bahasa-bahasa di sekitarnya, yaitu Jurchen, Manchu, dan Khitan mendukung hipotesis ini.[8][9] Vovin (2017) kemudian menggunakan istilah "Pseudo-Koguryŏ" (artinya "Koguryŏ Semu", sebuah gagasan yang bahwa toponim tersebut tidak mencerminkan bahasa Goguryeo).[10][11][12][13][14][15]
Vovin mencatat bahwa toponim sebagian besar terkonsentrasi di daerah lembah Sungai Han, yang sebelumnya bagian dari Baekje, kemudian dicaplok oleh Goguryeo. Selain itu, Pra-Koguryo memiliki banyak kemiripan dengan bahasa Japonik Paekche.[19]
Sean Kim berpendapat bahwa bahasa Japonik Semenanjung dan Kepulauan telah terpisah pada abad ke-8 SM. Dia juga menyebut bahwa Pseudo-Koguryo mulai jelas berbeda dengan bahasa Japonik Semenanjung lainnya sekitar abad ke-2 hingga ke-3 M. Bahasa Pra-Koguryo mulai lenyap karena penuturnya terasimilasi dengan penutur bahasa Goguryeo dan Korea pada abad ke-7 M.[21]
^"Eurasian Studies Yearbook" (dalam bahasa Inggris). Eurolingua. 2000.Parameter |consulté le= yang tidak diketahui mengabaikan (|access-date= yang disarankan) (bantuan)
Vovin, Alexander (2013), "From Koguryo to Tamna: Slowly riding to the South with speakers of Proto-Korean", Korean Linguistics (dalam bahasa Inggris), 15 (2): 222–240, doi:10.1075/kl.15.2.03vov.
——— (2010), Korea-Japonica: A Re-Evaluation of a Common Genetic Origin (dalam bahasa Inggris), University of Hawaii Press, ISBN978-0-8248-3278-0, JSTORj.ctt6wqz03.
——— (2017), "Origins of the Japanese Language", Oxford Research Encyclopedia of Linguistics (dalam bahasa Inggris), Oxford University Press, doi:10.1093/acrefore/9780199384655.013.277.
Whitman, John (2011), "Northeast Asian Linguistic Ecology and the Advent of Rice Agriculture in Korea and Japan", Rice (dalam bahasa Inggris), 4 (3-4): 149–158, doi:10.1007/s12284-011-9080-0.