Keuskupan Agung Jakarta
Keuskupan Agung Jakarta adalah salah satu keuskupan yang terletak di negara Indonesia, serta menjadi keuskupan metropolit untuk provinsi gerejawi yang juga berada dalam kesatuan dengan Keuskupan Bandung dan Keuskupan Bogor. Keuskupan ini mencakup wilayah "Jatabek" (DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi), kecuali Kelurahan Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan yang termasuk dalam Keuskupan Bogor. Yurisdiksi ini dibentuk dengan nama Prefektur Apostolik Batavia pada tanggal 8 Mei 1807, tidak lama setelah Herman Willem Daendels mulai memerintah di Hindia Belanda. Hal ini menjadikan Keuskupan Agung Jakarta sebagai keuskupan pertama dan tertua di Indonesia. SejarahDi Museum Nasional Indonesia di Jakarta disimpan sebuah batu besar yang awalnya ditanam di pantai Sunda Kelapa. Batu berpahatkan tanda salib bertahunkan 1522 ini adalah peringatan hubungan antara pelayaran Portugis dan kerajaan Pajajaran. Ini adalah tanda awal hadirnya Katolik di Jakarta kini. Kemudian saat VOC berkuasa, 1619 hingga 1792, semua kegiatan Katolik dilarang,[butuh klarifikasi] dan para imam Katolik juga dilarang untuk berkarya di wilayah kekuasaan VOC di Batavia, bahkan seorang Jesuit Egidius d'Abreu, S.J. dibunuh pada tahun 1624.[butuh rujukan] Kegiatan Katolik hanya diijinkan di luar tembok Batavia bagi orang-orang keturunan Portugis dengan didirikannya Gereja Portugis di luar kota pada tahun 1696, kini menjadi Gereja Sion di Jl. P. Jayakarta. Keturunan Portugis ini juga diberi lahan bertani di daerah yang kini disebut daerah Tugu. Pada abad ke-18 ini VOC membebaskan imam-imam Katolik untuk singgah di Batavia untuk melayani umat-umat, baik yang keturunan Portugis maupun juga pegawai VOC. Barulah pada masa kekuasaan Herman Willem Daendels, umat Katolik diizinkan untuk merayakan misa secara terbuka, yang dimulai dengan didirikannya Prefektur Apostolik Batavia, yaitu pecahan dari Prefektur Apostolik Kepulauan Samudera Hindia (saat ini Keuskupan Saint-Denis di Réunion), pada tahun 1807. Daendels juga memberikan Gereja Katolik resmi pertama di Batavia pada tahun 1810 bertempat di Gang Kenanga Utara, daerah Senen sekarang (yang telah dibongkar pada tahun 1989). Pada tahun 1830 Gubernur Jenderal Du Bus de Ghisignies menghibahkan tempat kediaman komandan tentara dan wakil gubernur jenderal kepada Prefektur Apostolik Batavia. Di lahan inilah kini berdiri Gereja Katedral Jakarta. Secara resmi prefektur apostolik ditingkatkan menjadi Vikariat Apostolik Batavia pada tanggal 3 April 1842 yang meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda, dengan vikaris apostolik pertamanya, Mgr. Jacobus Grooff, yang dilantik pada tanggal 20 September 1842. Pada periode 1855 hingga 1948 wilayah Vikariat Apostolik Batavia semakin menyempit dengan didirikannya berbagai vikariat apostolik yang baru di luar Jawa dan di pulau Jawa sendiri. Pada tahun 1856 suster-suster Ursulin mendirikan biara susteran pertama Groot Kloster di Batavia di Jl Juanda dilanjutkan biara keduanya Klein Klooster di Jl Pos pada tahun 1859 diikuti biara-biara Ursulin lain di daerah Jatinegara dan Kramat. Suster-suster dari Carolus Borromeus membuka Rumah Sakit Sint Carolus pada tahun 1919. Saat-saat awal tersebut, imam-imam Jesuitlah yang menyelenggarakan karya pastoral di wilayah Batavia baru kemudian dibantu oleh imam-imam Fransiskan pada tahun 1929 dan imam-imam dari Misionaris Hati Kudus (MSC) tahun 1932. Dalam bidang pendidikan, imam-imam Yesuit mendirikan Perkumpulan Strada tahun 1924. Sekolah pertamanya dibuka tahun itu juga di daerah Gunung Sahari. Pada tahun 1927 Perkumpulan Strada mendirikan sekolah menengah berasrama di Menteng yang kemudian menjadi Kolese Kanisius pada tahun 1932. Pada masa pendudukan Jepang, Vikaris Apostolik Batavia saat itu Mgr. P. Willekens S.J. mengusahakan agar rumah sakit dan sekolah-sekolah Katolik untuk tetap beroperasi dan tetap melayani umat Katolik pada masa sulit tersebut. Setelah Indonesia merdeka, Gereja Katolik mulai berkembang kembali. Jumlah umat semakin bertambah, demikian juga dengan jumlah paroki. Paroki Mangga Besar didirikan tahun 1946, paroki di Jl. Malang tahun 1948, paroki Tangerang tahun 1948. Pada tanggal 7 Februari 1950, nama Vikariat Apostolik Batavia diubah menjadi Vikariat Apostolik Djakarta dengan 12 paroki. Status Vikariat Apostolik kemudian ditingkatkan menjadi Keuskupan Agung Djakarta pada tanggal 3 Januari 1961 dengan 2 keuskupan sufragan yaitu: Keuskupan Bandung dan Keuskupan Bogor. Keuskupan saat itu memiliki 16 paroki. Pada Sesuai dengan perubahan ejaan bahasa, nama Keuskupan Agung Djakarta diubah menjadi Keuskupan Agung Jakarta pada tanggal 22 Agustus 1973. Saat itu, jumlah paroki di keuskupan ini adalah 23 buah. Pada tahun 1980 terdapat 34 paroki, pada tahun 1988 terdapat 39 paroki, pada tahun 1990 terdapat 40 paroki, dan pada 2002 sudah terdapat 53 paroki dengan 411.036 orang umat yang dilayani oleh 277 imam. Pada tahun 2007 diperingati 200 tahun Gereja Katolik di Jakarta. Saat itu sudah terdapat 60 paroki. Puncak Perayaan Agung 200 tahun Gereja Katolik di Jakarta diselenggarakan di Istora Senayan pada tanggal 26 Mei 2007, yang dihadiri pula oleh sebagian besar para uskup di Indonesia. Garis waktu
WaligerejaOrdinaris
Prelat tituler
KuriaSusunan kuria Keuskupan Agung Jakarta sebagai berikut.[8]
ParokiDekanat Jakarta PusatDekanat Jakarta Barat I
Dekanat Jakarta Barat II
Dekanat Jakarta Selatan
Dekanat Jakarta Utara
Dekanat Jakarta Timur
Dekanat Tangerang I
Dekanat Tangerang II
Dekanat Bekasi
Referensi
Pustaka
Pranala luar
|