Kitab Ester
Kitab Ester (disingkat Ester; akronim Est.) merupakan salah satu kitab (dan menjadi kitab terakhir bagi kanon Alkitab Protestan) dalam kelompok kitab-kitab sejarah dalam Perjanjian Lama Alkitab Kristen. Dalam Tanakh (atau Alkitab Ibrani), kitab ini disebut Gulungan Ester (bahasa Ibrani: מְגִלַּת אֶסְתֵּר, translit. Megillat Ester), dan merupakan bagian dari kelompok Ketuvim, atau lebih tepatnya merupakan salah satu dari Lima Gulungan. Kitab ini merupakan asal mula dan inti dari perayaan Purim (yang tertulis secara eksplisit dalam kitab ini) yang dirayakan oleh orang Yahudi, khususnya orang Israel modern hingga saat ini. Kitab ini juga dibacakan pada perayaan tersebut yang jatuh pada tanggal 14 Adar (sekitar bulan Maret) setiap tahunnya, atau tanggal 15 Adar khusus di kota Yerusalem dan kota-kota lain yang bertembok ketika Yosua merebut Kanaan.[1] Kitab ini, selain Kitab Kidung Agung, merupakan satu-satunya kitab dalam Alkitab Ibrani atau Perjanjian Lama yang sama sekali tidak menyebutkan nama Allah sekali pun (setidaknya secara eksplisit).[2][3] NamaNama kitab ini merujuk pada tokoh Ester anak Abihail yang bernama lahir Hadasa, yang merupakan sepupu dan anak angkat dari Mordekhai, serta yang menjadi ratu/permaisuri kedua dari Raja Ahasyweros dari Persia. Nama "Ester" sendiri pada pangkalnya berasal dari bahasa Ibrani: אֶסְתֵּר (Ester), yang diperkirakan merupakan serapan dari kata Persia Kuno, yakni 𐎠𐎿𐎫𐎼 (a-s-t-r, har. "bintang, kesuburan, keberuntungan") yang menurunkan kata Persia ستاره (setâre, har. "bintang,[a] takdir"). Kata ini kemungkinan berhubungan dengan nama 𒀭𒈹 (Ishtar) atau עִשְׁתָּר (Isytar) yang merupakan dewi keberuntungan dan personifikasi dari planet Venus (bintang fajar) dari mitologi Babilonia. IsiKitab Ester ditulis dalam bentuk narasi bergenre melodrama dan berlatar di ibukota Persia, Susan pada tahun ketiga pemerintahan raja Persia Ahasyweros,[4][5][6] yang diidentikkan dengan Ahasyweros I dari Persia,[7][8] yang memerintah pada tahun 486 SM hingga 465 SM,[5] karena kondisi pemerintahannya yang paling sesuai dengan latar dan peristiwa dalam Kitab Ester.[6][9] Jika mengasumsikan bahwa Raja Ahasyweros memanglah Ahasyweros I, maka peristiwa-peristiwa yang dijelaskan dalam Ester diperkirakan dimulai sekitar tahun 483–82 SM, dan berakhir pada bulan Maret 473 SM. Karena teks ini secara struktural merupakan teks narasi, maka pembagian dalam kitab ini adalah sebagai berikut.
RingkasanKitab diawali dengan Raja Ahasyweros yang mengadakan pesta perjamuan selama berhari-hari. Raja memanggil ratunya, Wasti, dengan titah raja untuk menghadap raja dan memperlihatkan kecantikannya pada tamu-tamu raja, tetapi ia tidak mengindahkannya. Raja yang marah melepas kedudukan Wasti sebagai ratu sebagai contoh bagi para istri yang mungkin membangkang kepada suaminya. Raja kemudian mencari perempuan yang cantik dari seluruh negeri untuk dijadikan ratunya menggantikan Wasti, lalu mendapati Hadasa anak Abihail atau Ester, seorang perempuan Yahudi yang menyembunyikan identitasnya, dan mengangkatnya sebagai ratu karena Ester menarik perhatian raja. Tidak lama kemudian, Mordekhai, sepupu dan ayah angkat dari Ester, menemukan dua sida-sida, yakni Bigtan dan Teresh, bersekongkol untuk membunuh raja dan segera melaporkannya pada raja, sehingga raja menghukum mati mereka dengan penyulaan pada tiang. Masalah muncul ketika raja yang mengangkat Haman menjadi pembesar tertinggi (wizurai) di bawah raja memerintahkan semua orang agar berlutut dan sujud di hadapan Haman setiap kali ia lewat. Mordekhai, yang karena keyahudiannya, menolak bersujud kepada Haman (karena orang Yahudi hanya bersedia sujud kepada TUHAN). Haman yang sangat murka menyaksikan pembangkangan ini kemudian menyusun muslihat untuk memusnahkan Haman beserta semua orang Yahudi di negeri itu. Dia membuang pur (undi) untuk menentukan hari pelaksanaan rencananya, yaitu pada tanggal 13 Adar, dan kemudian memdapat kuasa dari raja untuk mengeluarkan titah raja yang memerintahkan setiap kepala daerah untuk membinasakan orang Yahudi. Mordekhai yang mendengar titah ini berkabung bersama seluruh orang Yahudi di negeri Persia, lalu ia mengadukan hal itu pada Ester. Ester menyuruh Mordekhai beserta orang-orang Yahudi untuk berpuasa baginya, dan ia beserta dayang-dayangnya pun akan ikut berpuasa, agar ia dapat dipanggil untuk menghadap raja, karena adanya aturan bahwa setiap orang yang menghadap raja tanpa dipanggil terlebih dahulu akan mendapat hukuman mati. Pada hari ketiga ketika Ester pergi ke pelataran dalam istana raja, raja yang melihatnya kemudian memanggilnya dengan tongkat emas kerajaan. Ester meminta agar raja dan Haman datang ke perjamuan yang diadakannya. Di dalam pesta itu, ia meminta lagi agar mereka datang pula ke pesta hari kedua keesokan hari. Haman yang kembali tersinggung karena Mordekhai tidak sujud kepadanya menyuruh orang membuat tiang penyulaan untuk Mordekhai. Raja yang mengingat bahwa ia belum memberi Mordekhai hadiah atas laporannya ataas persekongkolan dua sida-sida. Haman yang ditanyai tentang "hadiah yang harus diberikan raja kepada orang yang ingin diberikan kehormatan oleh raja" mengira bahwa "orang itu" adalah dirinya dan menyarankan untuk memakaikan pakaian dan mahkota kerajaan kepadanya dan mengaraknya dengan kuda, tetapi kemudian terkejut dan sedih ketika tahu bahwa "orang itu" adalah Mordekhai. Dalam perjamuan hari kedua itu, Ester mengatakan bahwa ia dan bangsanya, orang-orang Yahudi, ingin dicelakan oleh Haman. Raja yang marah keluar ke taman, tetapi Haman meminta ampun pada Ester. Raja, yang kembali masuk dan semakin marah karena mengira Haman ingin menggagahi Ester, menyuruh orang untuk menghukum mati Haman dengan menyulanya dengan tiang yang dibuatnya sendiri.[2] Setelah itu, karena raja tidak bisa menganulir titah raja yang telah sah, ia mengeluarkan titah yang mengizinkan orang Yahudi untuk bersatu dan membinasakan orang-orang yang berusaha membunuh mereka. Orang Yahudi melaksanakan titah tersebut dan membunuh banyak orang yang memusuhi mereka. Di daerah luar Susan mereka membinasakan 75 ribu musuh mereka pada tanggal 13 Adar dan beristirahat pada tanggal 14 Adar, sedangkan di kota Susan mereka membinasakan sebanyak 500 orang pada tanggal 13 Adar dan 300 orang pada tanggal 14 Adar (karena Ester meminta perpanjangan khusus bagi orang-orang Yahudi di Susan), lalu beristirahat pada tanggal 15 Adar. Mordekhai dan Ester mengirim surat ke seluruh orang Yahudi di seluruh Persia yang mewajibkan peringatan atas keselamatan mereka yang ajaib itu setiap tahun pada tanggal 14 atau 15 Adar bagi orang Yahudi dalam hari raya yang disebut Purim (bahasa Ibrani: פּוּרִים), karena Haman membuang "undi" (פּוּר, pur) untuk menghancurkan dan membinasakan mereka.[10]. Kemudian, raja mengangkat Mordekhai menjadi pejabat tertinggi menggantikan Haman. Sumber"Megillat Ester" atau Kitab Ester menjadi kitab terakhir dari 24 kitab Tanakh yang dikanonisasi oleh Para Bijak dari "Majelis Agung" (כְּנֶסֶת הַגְּדוֹלָה). Menurut Talmud, kitab ini adalah hasil penyuntingan oleh Majelis Agung dari teks asli yang ditulis oleh Mordekhai. Namun, Shemaryahu Talmon berpendapat bahwa "latar tradisional dalam kitab ini pada zaman Ahasyweros I tidak mungkin jauh melenceng." "Kitab Ester Yunani", yang termasuk dalam Septuaginta, menceritakan kembali peristiwa-peristiwa dalam Kitab Ester Ibrani alih-alih menerjemahkannya, serta memuat catatan-catatan tambahan yang tidak muncul dalam versi Ibrani tradisional, khususnya keterangan mengenai Raja Ahasyweros dan rincian atas beberapa surat yang disebutkan dalam versi Ibrani. Kitab ini diperkirakan selesai disusun pada akhir abad ke-2 SM hingga awal abad ke-1 SM.[11][12] Kitab Ester versi Gereja Ortodoks Koptik Aleksandria dan Gereja Tewahedo Ortodoks Etiopia merupakan terjemahan dari versi Yunani, bukan dari versi Ibrani. Versi Latin yang disusun oleh Hieronimus untuk Alkitab Vulgata tetap menerjemahkan langsung versi Ibrani dari kitab ini, tetapi menyisipkan beberapa bagian versi Yunani yang tidak ada dalam versi Ibrani sebagai tambahan. KepengaranganTidak diketahui siapa yang menulis Kitab Ester ini, tetapi diperkirakan seorang Yahudi yang tinggal di kerajaan Persia, karena si penulis dengan jelas mengetahui adat dan kebiasaan Persia dan sama sekali tidak disebutkan mengenai Israel, tanah Yudea, atau kota Yerusalem. Paling cepat kitab ini ditulis sekitar tahun 460 SM, tidak lama sesudah peristiwa-peristiwa ini terjadi. Namun berdasarkan tradisi, kitab ini berasal dari catatan yang ditulis sendiri oleh Mordekhai dan telah mengalami proses penyuntingan oleh "Majelis Agung" (כְּנֶסֶת הַגְּדוֹלָה, translit. Knesset HaGedolah). PerikopJudul perikop dalam Kitab Ester menurut Alkitab Terjemahan Baru (TB) oleh LAI adalah sebagai berikut.
Kitab Suci KatolikKhusus dalam Kitab Suci Katolik, judul perikop dalam Kitab Ester Yunani, yaitu "Kitab Ester" beserta "Tambahan-tambahan pada Kitab Ester", menurut Alkitab TB Deuterokanonika oleh LAI & LBI adalah sebagai berikut.
Tambahan-tambahan pada Kitab EsterTeks Yunani untuk Kitab Ester (terutama dalam versi Septuaginta) memuat ayat-ayat yang jauh lebih panjang daripada teks dalam Alkitab Ibrani karena ada delapan kisah/bagian tambahan dan satu kolofon yang tidak dimiliki oleh naskah-naskah sumber Ibrani. Bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut.[13][14]
Pada kolofon di atas, tidak jelas pada bagian mana dari Kitab Ester Yunani yang dirujuk oleh kolofon itu (apakah salah satu bab, beberapa bab, atau seluruh kitab). Selain itu, tidak jelas pula siapa sebenarnya tokoh-tokoh yang disebutkan di dalamnya. Nama AllahSelain Kitab Kidung Agung dan jika tidak termasuk Tambahan-tambahan dalam Kitab Ester", Kitab Ester merupakan satu-satunya kitab yang tidak menyebutkan nama Allah sama sekali. Christine Hayes membandingkan Kitab Ester dengan karya-karya apokaliptik, khususnya Kitab Daniel. Menurutnya, baik Kitab Ester atau pun Kitab Daniel, keduanya menggambarkan ancaman eksistensial bagi orang-orang Yahudi, tetapi sementara dalam Kitab Daniel orang-orang Yahudi diminta untuk menunggu dengan setia agar Allah menyelamatkan mereka, dalam Kitab Ester krisis tersebut diselesaikan sepenuhnya melalui tindakan dan solidaritas orang-orang Yahudi sendiri. Allah nyatanya tidak disebutkan sama sekali dalam kitab ini (setidaknya tanpa tambahan), sementara Ester digambarkan telah berbaur dengan budaya Persia dan identitas Yahudi dalam kitab ini lebih menonjol pada hal etnisitas daripada keagamaan.[15] Nama akrostikPendapat Hayes bertolak belakang dengan pendapat Yahudi tradisional, seperti komentar dari Vilna Gaon, yang menyatakan "Tetapi dalam setiap ayat [kitab ini] membahas mukjizat besar. Namun, mukjizat ini dalam bentuk yang tersembunyi, yang terjadi melalui proses yang tampaknya alamiah, tidak seperti [peristiwa] keluar dari Mesir, yang secara terbuka mengungkapkan kekuatan Allah."[16] Pendapat ini didukung oleh pendekatan Talmud,[17] yang menyatakan bahwa "[Kitab] Ester dirujuk oleh Taurat dalam ayat 'Tetapi Aku akan menyembunyikan (dalam bahasa Ibrani, yaitu "haster astir", yang terkait dengan "Ester") wajah-Ku sama sekali pada waktu itu, ...'."[18] Beberapa pakar berpendapat bahwa meskipun nama Allah tidak disebutkan dengan gamblang dalam kitab ini, tetapi nama Allah ada secara tersirat. Menurut mereka, nama יהוה ("YHWH") ditemukan tersirat dalam 4 ayat dalam Kitan Ester berdasarkan masorah dari Naskah Masorah. Penulisan nama Allah tersebut menggunakan gaya "akrostik", yaitu empat abjad dari "YHWH" tersebar dalam 4 kata yang berurutan. Selain itu, satu ayat dalam kitab tersebut juga menyiratkan nama Allah yang lain, yaitu אהיה ("EHYH") yang berarti "AKU",[19] dengan cara yang serupa. Dalam (sedikitnya) 3 naskah Ibrani kuno, didapati bahwa huruf-huruf yang membentuk nama "YHWH" ini ditulis dengan gaya mayuskul (huruf yang bersangkutan lebih besar dari huruf-huruf lain), sehingga tampak menonjol.[20] Ayat-ayat yang secara tersirat mengandung nama "YHWH" adalah:
Sementara ayat yang secara tersirat mengandung nama "EHYH" adalah Ester 7:5.
Fenomena berikut dapat diamati pada 4 ayat yang mengandung nama "YHWH" tersebut.[20]
Berdasarkan daftar di atas, berikut merupakan tabel perbandingan keempat akrostik.
KesejarahanPeristiwa-peristiwa yang dicatat dalam kitab ini menurut perkiraan para sejarawan terjadi antara tahun 482 SM - 473 SM.[21] Berdasarkan kitab ini, peristiwa dalam kisah ini terjadi di kota Susan, salah satu kota penting di Kerajaan Persia (lebih tepatnya Kekaisaran Akhemeniyah) pada waktu Raja Ahasyweros (kemungkinan Ahasyweros I) memerintah pada tahun 485-465 SM. Tokoh-tokohnya merupakan orang-orang Yahudi adalah keturunan dari orang-orang Kerajaan Yehuda yang dibuang ke kota Babilon di Kekaisaran Babilonia Baru beberapa puluh tahun sebelumnya, sebelum Babilon diduduki dan menjadi bagian dari Kerajaan Persia. Kisah ini diperkirakan berlatar setelah orang Yahudi mendapat kesempatan untuk pulang dari pembuangan Babel ke Yerusalem sekitar tahun 536 SM, tetapi beberapa dari mereka memilih untuk tetap tinggal di Babilon dan di beberapa daerah lain di kerajaan itu, terutama di kota Susan. Orang Yahudi yang tidak bercampur baur dengan suku lain di kerajaan itu dan mempertahankan adat, budaya, dan agama mereka membuat banyak orang-orang dari lain membenci mereka. Bila melihat latar waktunya, orang-orang Israel yang pulang dan tinggal di Yerusalem di bawah kepemimpinan bupati[e] Zerubabel dan Imam Besar Yesua serta proses pembangunan Bait Suci dibangun kembali di Yerusalem terjadi sekitar tahun 536-516 SM yaitu selama 20 tahun. Sedangkan Ester menjadi ratu diperkirakan pada tahun 478 SM dan kemudian menyelamatkan orang Yahudi dari pemusnahan sekitar tahun 473 SM. Jadi Ester muncul sekitar 40 tahun setelah Bait Suci selesai dibangun kembali dan sekitar 30 tahun sebelum tembok Yerusalem dibangun di bawah kepemimpinan bupati Nehemia dan imam Ezra.[21] Seputar Kerajaan PersiaPada waktu peristiwa dalam kisah ini terjadi, "Kerajaan Persia" (atau lebih tepatnya Kekaisaran Akhemeniyah) merupakan negara yang cukup besar dan kuat. Kerajaan itu meliputi semua tanah dari India di bagian timur sampai daerah Etiopia/Sudan di bagian barat Kerajaan itu dibagi 127 provinsi atau wilayah. Memang perlu banyak pejabat dan petugas pemerintah untuk mengurus daerah yang begitu luas. Dalam Kitab Ester pejabat itu diberi beberapa jabatan: misalnya pembesar, pegawai, bangsawan, biduanda, sida-sida. Waktu raja ingin mengeluarkan perintah atau titah untuk seluruh kerajaan titah itu ditulis di kertas yang panjang. Kertas itu digulung dan ujungnya ditutup dengan lilin yang meleleh. Kemudian raja memasang segelnya, yaitu dia menekan lilin yang masih lembek itu dengan cincin yang khusus yang dia selalu pakai. Pola cincin itu tertinggal di lilin dan menjadi tanda bahwa raja yang mensahkan surat itu. Segel raja itu adalah seperti tanda tangan yang dipakai di dokumen dan surat sekarang. Kalau raja memberi cincin itu kepada orang lain, berarti orang itu juga bisa mengeluarkan titah apa saja dengan kuasa raja. Sesudah perintah atau titah ditulis, langsung diterjemahkan ke dalam semua bahasa yang dipakai oleh semua suku-suku yang ada di kerajaan itu. Beberapa bahasa itu memakai abjad sendiri, jadi titah itu ditulis menurut abjad tiap bahasa. Lalu pesuruh naik kuda dan membawa terjemahan titah itu ke setiap wilayah kerajaan. Kalau raja sudah mengeluarkan titah, titah itu sama sekali tidak bisa ditarik kembali (Ester 1:18, Ester 8:8). Berpesta adalah sebagian kehidupan sosial yang penting untuk raja-raja Persia. Raja sering membuat perjamuan atau pesta makan besar untuk pejabatnya dan kadang-kadang juga untuk masyarakat umum. Kalau banyak orang diundang, pesta itu diadakan di luar di taman halaman yang dihiasi khusus untuk pesta itu. Dalam Kitab Ester ada 10 pesta yang disebut. Peristiwa utama dalam kitab ini, yaitu Ratu Wasti menolak perintah raja (Ester 1:12) dan permohonan Ester kepada raja untuk menyelamatkan orang Yahudi (Ester 7:2–4), keduanya terjadi pada waktu pesta. Seputar istana rajaKerajaan Persia sangat luas, jadi raja mempunyai istana di semua tiga kota terbesar. Pada waktu kisah ini, raja tinggal di kota Susan. Istana raja yang di Susan itu sangat luas. Kompleks istana dibangun di atas tanah yang tinggi/berbukit yang sedikit jauh dari kota Susan dan dikelilingi benteng. Kompleks istana, atau “benteng istana” itu (lihat Ester 1:2, 5; 2:3, 5, 8; 3:15; 8:14; 9:6, 11, 12) sekitar 120 hektar luasnya. Ribuan pelayan, pejabat, tentara, dan orang lain tinggal di dalam kompleks istana itu. Banyak pelayanan raja ada sida-sida (kasim), yaitu, orang laki-laki yang sudah dikebiri. Orang sida-sida dihargai karena dikenal sebagai orang yang sangat setia. Sida-sida khusus dipercayai menjaga istri-istri (gundik) raja. Tidak ada laki-laki lain yang diizinkan masuk ke rumah para wanita itu. Raja mempunyai kuasa total. Apa yang dia ucapkan, itu menjadi titah, atau perintah yang harus ditaati. Tidak ada seorang pun yang dapat menghadap raja kecuali raja sendiri memanggil. Kalau ada orang yang masuk tanpa izin, orang itu dihukum mati. Namun ada satu kekecualian: kalau ada orang yang menghadap raja dan raja mengulurkan tongkat emas, lambang kekuasaan, baru orang itu dapat maju dan menghadap raja. Kaitan dengan kitab lainPada Alkitab Protestan kitab Ester ditempatkan dalam urutan setelah Kitab Ezra dan Kitab Nehemia. Kitab Nehemia dan Ester mencakup masa sekitar 100 tahun, yaitu antara tahun 536 SM - 432 SM.[21] Ada dua periode utama yang tercatat di dalamnya:
Kitab Ezra mencatat peristiwa dalam kedua periode ini. Kitab Nehemia mencatat hanya periode kedua. Kitab Ester mencatat peristiwa yang terjadi di antara kedua periode tersebut.[21] Lihat pulaCatatan
Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Book of Esther. Wikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Wikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Terjemahan Yahudi
Relikui fisik
|