Septuaginta
Septuaginta (kata Latin yang berarti "tujuh puluh") adalah sebuah terjemahan Alkitab Ibrani dan beberapa teks terkait ke dalam bahasa Yunani Koine. Sebagai terjemahan Yunani yang utama dari Perjanjian Lama, maka Septuaginta disebut juga Perjanjian Lama Yunani. Terjemahan ini dikutip berkali-kali dalam Perjanjian Baru,[1][2] terutama dalam surat-surat Paulus,[3] dan juga oleh para Bapa Apostolik serta Bapa Gereja Yunani. Judul ini (Yunani: Ἡ μετάφρασις τῶν Ἑβδομήκοντα, "Terjemahan dari Ketujuh puluh") dan akronim angka Romawi LXX merujuk pada tujuh puluh cendekiawan Yahudi legendaris yang menerjemahkan Lima Kitab Musa pada abad ke-3 SM.[4][5] Cerita tradisionalnya berasal dari Surat Aristeas bahwa Ptolemaios II Philadelphos merupakan orang yang mensponsori penerjemahan Taurat (Torah, Pentateukh, Lima Kitab Musa). Selanjutnya terjemahan Yunani tersebut beredar di kalangan Yahudi Aleksandria yang mana fasih berbahasa Yunani Koine tetapi tidak menguasai bahasa Ibrani, sementara Yunani Koine sendiri merupakan lingua franca (bahasa pergaulan) di Aleksandria, Mesir, dan Mediterania Timur pada saat itu.[6] Septuaginta seharusnya tidak dicampuradukkan dengan tujuh atau lebih versi Yunani lainnya dari Perjanjian Lama,[4] yang sebagian besarnya tidak dapat terlestarikan selain dalam bentuk fragmen (beberapa bagian darinya dikenali dari Heksapla karya Origen, suatu perbandingan enam terjemahan dalam kolom-kolom yang bersebelahan, tetapi sekarang hampir seluruhnya hilang). Di antara semuanya itu, yang paling penting adalah karya-karya dari Akwila, Symmakus, dan Theodotion. NamaNama Septuaginta berasal dari frasa Latin versio septuaginta interpretum, "terjemahan dari ketujuh puluh juru bahasa", Yunani: ἡ μετάφρασις τῶν ἑβδομήκοντα, hē metáphrasis tōn hebdomḗkonta, "terjemahan dari ketujuh puluh".[7] Namun terjemahan Yunani dari kitab-kitab Yahudi ini sudah disebut dengan istilah Latin "Septuaginta" sebelum zaman St. Agustinus dari Hippo (354–430 M). Angka Romawi LXX (tujuh puluh) biasa digunakan sebagai suatu singkatan dari Septuaginta, seperti halnya [8] atau G. KomposisiLegendaJudul-judul ini mengacu pada sebuah cerita legendaris yang mengisahkan mengenai 70 atau 72 cendekiawan Yahudi yang diminta oleh Ptolemaios II Philadelphos (seorang raja Yunani di Mesir) untuk menerjemahkan Taurat dari bahasa Ibrani Biblika ke bahasa Yunani, untuk dimasukkan dalam Perpustakaan Aleksandria.[9] Legenda ini pertama kali ditemukan dalam Surat Aristeas (sebuah pseudopigrafa) kepada Filokrates saudaranya,[10] dan diulangi dengan tambahan-tambahan menarik oleh Filo dari Aleksandria, Flavius Yosefus,[11][12] dan beragam sumber di kemudian hari, termasuk St. Agustinus.[13] Suatu versi dari legenda ini ditemukan dalam Traktat Megillah dari Talmud Babilonia:
Filo dari Aleksandria, yang mana sangat bergantung pada Septuaginta,[14] mengatakan bahwa sejumlah cendekiawan tersebut dipilih dengan cara memilih enam cendekiawan dari masing-masing kedua belas suku Israel. SejarahPenanggalan abad ke-3 SM, yang ditunjukkan dalam legenda tersebut, didukung (untuk penerjemahan Taurat) oleh sejumlah faktor, misalnya keberadaan bahasa Yunani dari dialek Koine awal, kutipan-kutipan yang dimulai sejak abad ke-2 SM, naskah-naskah awal dari abad ke-2.[15][16] Setelah Taurat, kitab-kitab lainnya diterjemahkan dalam rentang waktu dua sampai tiga abad berikutnya. Namun tidak jelas sepenuhnya di mana, kapan, atau yang mana yang diterjemahkan; beberapa di antaranya bahkan mungkin saja diterjemahkan dua kali ke dalam versi yang berbeda, dan kemudian direvisi.[17] Kualitas dan gaya dari masing-masing penerjemah juga cukup bervariasi antara kitab satu dengan yang lainnya, mulai dari cara penerjemahan harfiah, parafrase, sampai interpretatif. Proses penerjemahan Septuaginta itu sendiri dan dari Septuaginta ke dalam versi-versi lainnya dapat dibagi menjadi beberapa tahap yang berbeda, di mana lingkungan sosial para penerjemah bergeser dari Yudaisme Helenistik ke Kekristenan Awal. Penerjemahan Septuaginta sendiri dimulai pada abad ke-3 SM dan terselesaikan pada tahun 132 SM,[18][19][20] awalnya di Aleksandria, tetapi kemudian di tempat lain juga.[7] Septuaginta merupakan dasar bagi Perjanjian Lama Kristen versi Latin Kuno, Slavonik, Suriah, Armenia Kuno, Georgia Kuno, dan Koptik.[21] BahasaBeberapa bagian dari Septuaginta mungkin menunjukkan Semitisme, atau ungkapan dan frase yang berdasarkan rumpun bahasa Semit seperti bahasa Ibrani dan Aramaik.[22] Kitab-kitab lainnya, seperti Kitab Daniel dan Amsal, menunjukkan pengaruh bahasa Yunani yang lebih besar.[9] Bahasa Yunani Koine Yahudi dijumpai terutama sebagai suatu kategori literatur, atau kategori budaya; namun, terlepas dari adanya beberapa kosakata keagamaan yang berbeda, perbedaannya tidak terlalu besar dibandingkan dengan varian lainnya dari bahasa Yunani Koine sehingga tidak dapat disebut sebagai suatu dialek tersendiri. Septuaginta juga dapat menjelaskan pelafalan dari bahasa Ibrani pra-Masoretik: banyak nama diri dieja dengan huruf hidup Yunani dalam LXX, sedangkan teks-teks Ibrani modern tidak memiliki penunjuk huruf hidup.[23] Namun tidak semua pengucapan bahasa Ibrani kuno memiliki padanan yang persis sama dalam bahasa Yunani.[24] Perdebatan mengenai kanonisitasSeiring perkembangan karya penerjemahan, kanon dari Alkitab Yunani diperluas. Taurat (Pentateukh dalam bahasa Yunani) selalu dipertahankan keutamaannya sebagai dasar dari kanon tersebut; tetapi kumpulan tulisan nubuat atau kenabian, berdasarkan Nevi'im Yahudi, memiliki berbagai karya hagiografikal yang dimasukkan ke dalamnya. Selain itu, beberapa kitab yang lebih baru dimasukkan dalam Septuaginta: yang disebut anagignoskomena dalam bahasa Yunani, karena kitab-kitab tersebut tidak termasuk dalam kanon Yahudi. Di antara kitab-kitab tersebut misalnya Kitab Makabe dan Kebijaksanaan Yesus bin Sirakh. Versi Septuaginta dari beberapa kitab biblika, seperti Kitab Daniel dan Ester, juga lebih panjang dari yang terdapat dalam Teks Masoret.[25] Tidak diketahui kapan Ketuvim ("tulisan-tulisan"), bagian akhir dari tiga bagian kanon Yahudi, disusun; meskipun beberapa macam proses selektif seharusnya telah diterapkan karena Septuaginta tidak memasukkan dokumen-dokumen Yahudi terkenal lainnya seperti Kitab Henokh, Yobel, atau tulisan lain yang tidak termasuk kanon Yahudi. (kitab-kitab ini sekarang digolongkan sebagai Pseudopigrafa) Sejak Abad Kuno Akhir, pernah dikaitkan dengan Konsili Yamnia, kaum Yudaisme Rabinik arus utama menolak Septuaginta sebagai teks kitab suci Yahudi yang valid karena beberapa alasan. Alasan pertama, mereka memastikan adanya beberapa kesalahan penerjemahan.[14] Alasan kedua, teks-teks sumber berbahasa Ibrani yang digunakan Septuaginta dalam beberapa kasus (terutama Kitab Daniel) berbeda dengan tradisi Masoretik teks-teks Ibrani, yang mana disahkan kanonisitasnya oleh para rabi Yahudi. Alasan ketiga, para rabi ingin membedakan tradisi mereka dengan tradisi Kekristenan yang baru saja terbentuk.[2][20] Kemudian para rabi tersebut mengklaim bahasa Ibrani sebagai suatu otoritas ilahi, berbeda dengan bahasa Yunani atau Aramaik —kendati bahasa-bahasa ini merupakan bahasa sehari-hari kaum Yahudi selama periode tersebut. Namun, pada akhirnya, Aramaik juga diberi status sebagai bahasa suci, setara dengan bahasa Ibrani).[26] Sebagai akibat dari doktrin ini, berbagai terjemahan dari Torah ke dalam bahasa Yunani Koine oleh para rabi Yahudi hanya terlestarikan berupa framen-fragmen langka saja pada masa kini. Seiring berjalannya waktu, LXX menjadi identik dengan "Perjanjian Lama Yunani", yakni kanon dari tulisan-tulisan Kristen yang memasukkan semua kitab dari kanon Yahudi beserta teks-teks tambahan. Gereja Ortodoks Timur dan Katolik Roma memasukkan sebagian besar kitab-kitab yang termasuk dalam Septuaginta ke dalam kanon mereka; namun gereja-gereja Protestan pada umumnya tidak memasukkannya. Setelah Reformasi Protestan, banyak Alkitab Protestan mulai mengikuti kanon Yahudi dan tidak memasukkan teks-teks tambahan tersebut, yang kemudian disebut "Apokrifa" (awalnya berarti "tersembunyi", tetapi menjadi disamakan artinya dengan "yang keabsahannya dipertanyakan"). Apokrifa tersebut disertakan dengan suatu judul tersendiri dalam Alkitab Versi Raja James, yang merupakan dasar bagi Revised Standard Version.[27] Bentuk akhir
Semua kitab Perjanjian Lama dalam kanon-kanon Barat termasuk dalam Septuaginta, meskipun urutannya tidak selalu bersesuaian. Pengurutan kitab-kitab Perjanjian Lama dalam Septuaginta terlihat dalam Alkitab-alkitab Kristen paling awal (pada abad ke-4).[9] Beberapa kitab yang dipisahkan dalam teks Masoretik dikelompokkan bersama. Sebagai contoh, Kitab Samuel dan Kitab Raja-raja merupakan satu kitab dalam LXX yang dibagi menjadi 4 bagian yang disebut Βασιλειῶν ("Reigns", "Masa-masa Meraja"). Dalam LXX, Kitab Tawarikh merupakan pelengkap Reigns dan disebut Paralipomenon (Παραλειπομένων, hal-hal yang dikesampingkan). Septuaginta menata nabi-nabi kecil dalam 12 bagian dari satu Kitab Dua Belas (Book of the Twelve).[9] Beberapa kitab suci kuno ditemukan dalam Septuaginta namun tidak ada dalam Alkitab Ibrani. Kitab-kitab tambahan ini yaitu Kitab Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Kebijaksanaan Yesus bin Sirakh, Barukh, Surat Yeremia (kemudian menjadi Barukh bab 6 dalam Vulgata), penambahan pada Daniel (Doa Azarias, Lagu Ketiga Pemuda, Susana, Bel dan Naga), penambahan pada Ester, 1 Makabe, 2 Makabe, 3 Makabe, 4 Makabe, 1 Esdras, Syair Pujian, termasuk Doa Manasye, Mazmur Salomo, dan Mazmur 151. Penerimaan kanonik atas kitab-kitab ini bervariasi di antara berbagai tradisi Kristen yang berbeda, dan ada juga kitab-kitab kanonik yang tidak berasal dari Septuaginta. Informasi lebih lanjut mengenai kitab-kitab ini termuat dalam artikel apokrifa Alkitab, kanon Alkitab, kitab-kitab dalam Alkitab, dan kitab-kitab Deuterokanonika. Penggabungan dari TheodotionDalam kebanyakan salinan kuno Alkitab yang memuat Perjanjian Lama versi Septuaginta, Kitab Daniel bukanlah versi asli Septuaginta, tetapi merupakan suatu salinan terjemahan Theodotion dari Alkitab Ibrani, yang mana lebih menyerupai Teks Masoret. Versi Septuaginta tersebut digantikan untuk mendukung versi Theodotion pada abad ke-2 dan ke-3 M. Di daerah-daerah yang menggunakan bahasa Yunani, hal ini terjadi sekitar abad ke-2 akhir, dan di daerah-daerah berbahasa Latin (setidaknya di Afrika Utara) terjadi pada pertengahan abad ke-3. Sejarah tidak mencatat alasan mengenai hal ini, dan St. Hieronimus melaporkan, dalam kata pengantar Daniel versi Vulgata, "Hal ini terjadi begitu saja".[28] Beberapa teks Yunani Kuno dari Kitab Daniel telah ditemukan kembali baru-baru ini dan sekarang sedang berlangsung pekerjaan rekonstruksi bentuk asli dari kitab tersebut.[9] Ezra–Nehemia kanonik dikenal dalam Septuaginta sebagai "Esdras B", dan 1 Esdras adalah "Esdras A". 1 Esdras adalah suatu teks yang sangat mirip dengan kitab-kitab Ezra-Nehemia, dan para ahli menganggap secara luas keduanya berasal dari teks asli yang sama. Ada pandangan, dan dianggap sangat mungkin oleh para ahli, bahwa "Esdras B" (Ezra-Nehemia kanonik) adalah versi Theodotion dari materi ini, dan "Esras A" adalah versi yang sebelumnya terdapat dalam Septuaginta itu sendiri.[28] PenggunaanPenggunaan di kalangan YahudiKaum Yahudi pra-Kristen, Filo dan Yosefus menanggap Septuaginta berada pada kedudukan yang sama dengan teks Ibrani.[9][29] Naskah-naskah Septuaginta ditemukan di antara Gulungan Naskah Qumran di Laut Mati, dan dianggap telah digunakan di kalangan orang-orang Yahudi pada masa itu. Mulai sejak abad ke-2 M, beberapa faktor telah menyebabkan kebanyakan orang Yahudi meninggalkan penggunaan LXX. Umat Kristen awal yang bukan Yahudi menggunakan LXX karena merupakan satu-satunya Alkitab versi Yunani pada masa itu, dan sebagian besar (atau semuanya) dari mereka tidak dapat dapat membaca bahasa Ibrani. Asosiasi LXX dengan suatu agama saingan mungkin membuatnya dicurigai dalam pandangan para cendekiawan Yahudi dan orang-orang Yahudi dari generasi yang lebih baru.[21] Sebaliknya, kaum Yahudi menggunakan naskah-naskah Targum yang belakangan disusun oleh kaum Masoret; dan juga terjemahan-terjemahan Aramaik otoritatif, seperti karya-karya Onkelos dan Rabi Yonatan ben Uziel.[30] Orang-orang Yahudi berbahasa Yunani sendiri cenderung lebih memilih versi-versi Yahudi lainnya yang berbahasa Yunani, daripada LXX, seperti hasil terjemahan Akwila pada abad ke-2, yang tampaknya lebih sesuai dengan teks-teks Ibrani masa kini.[21] Penggunaan di kalangan KristenGereja Kristen Awal menggunakan teks-teks Yunani,[31] karena bahasa Yunani merupakan suatu lingua franca (bahasa sehari-hari) dalam Kekaisaran Romawi pada saat tersebut, dan bahasa dari Gereja Yunani-Romawi (Aramaik merupakan bahasa dari Kekristenan Suriah, yang mana menggunakan Targumim). Hubungan antara penggunaan Perjanjian Lama pada zaman para rasul, misalnya, Septuaginta dan teks-teks Ibrani yang sekarang telah hilang (meskipun dalam tingkatan dan bentuk tertentu dilanjutakan dalam tradisi Masoretik) adalah hal yang rumit. Tampaknya Septuaginta menjadi satu sumber utama bagi para Rasul, walaupun bukan satu-satunya. St Hieronimus menyajikan Matius 2:15 dan 2:23, Yohanes 19:37, Yohanes 7:38, 1 Korintus 2:9[32] sebagai contoh-contoh ayat yang tidak ditemukan dalam Septuaginta, tetapi terdapat dalam teks-teks Ibrani. Matius 2:23 juga tidak terdapat dalam tradisi Masoretik saat ini, kendati St. Hieronimus menganggapnya terdapat dalam Yesaya 11:1. Para penulis Perjanjian Baru, ketika mengutip kitab-kitab suci Yahudi, atau ketika menyebut Yesus melakukannya, dengan bebas menggunakan terjemahan Yunani, sehingga mengisyaratkan bahwa Yesus, para Rasul-Nya, dan pengikut-pengikut mereka menganggapnya dapat diandalkan.[2][3][22] Dalam Gereja perdana, anggapan bahwa Septuaginta diterjemahkan oleh orang-orang Yahudi sebelum zaman Kristus, dan bahwa di beberapa tempat tertentu Septuaginta lebih memberikan suatu penafsiran kristologis daripada teks-teks Ibrani abad ke-2, digunakan sebagai bukti bahwa orang-orang Yahudi telah mengubah teks Ibrani dengan suatu cara tertentu sehingga membuatnya kurang kristologis. Sebagai contoh, tulisan St. Ireneus tentang Yesaya 7:14: Septuaginta dengan jelas menuliskan bahwa seorang perawan (bahasa Yunani: παρθένος) yang akan mengandung.[33] Sedangkan teks Ibraninya, menurut Ireneus, pada waktu itu ditafsirkan oleh Theodotion dan Akwila (keduanya adalah proselit dari agama Yahudi) sebagai seorang perempuan muda yang akan mengandung. Menurut Ireneus, kaum Ebionit menggunakan hal ini untuk mengklaim bahwa Yusuf adalah ayah biologis Yesus. Dari sudut pandangnya hal tersebut murni ajaran sesat, difasilitasi oleh perubahan-perubahan anti Kristen (di kemudian hari) terhadap kitab suci dalam bahasa Ibrani, sebagaimana terlihat pada bukti yang termuat dalam Septuaginta yang lebih dahulu ada, sebelum adanya Kekristenan.[34] Ketika Hieronimus melakukan revisi terjemahan-terjemahan Latin Kuno (Vetus Latina) dari Septuaginta, ia membandingkan Septuaginta dengan teks-teks Ibrani yang tersedia belakangan. Ia tidak mengikuti tradisi gereja dan menerjemahkan sebagian besar Perjanjian Lama (Vulgata) dari teks Ibrani, bukannya Yunani. Pilihannya itu dikritik oleh Agustinus, yang hidup sezaman dengannya; banyak kritikan lain berasal dari mereka yang menganggap Hieronimus sebagai seorang pemalsu. Di satu sisi ia menganggap teks-teks Ibrani lebih unggul untuk mengoreksi Septuaginta baik dengan alasan teologis maupun filologis; di sisi lain, dalam konteks tuduhan bidah terhadapnya, Hieronimus mengakui teks Septuaginta juga.[35] Dengan berlalunya waktu, penerimaan atas versi Hieronimus meningkat secara bertahap hingga menggantikan terjemahan-terjemahan Latin Kuno dari Septuaginta.[21] Gereja Ortodoks Timur masih lebih suka menggunakan LXX sebagai dasar penerjemahan Perjanjian Lama ke dalam bahasa-bahasa lain. Selain itu, Ortodoks Timur juga menggunakan LXX tanpa diterjemahkan sama sekali pada Gereja di mana bahasa liturgisnya adalah Yunani, misalnya dalam Gereja Ortodoks Konstantinopel, Gereja Yunani, dan Gereja Siprus. Terjemahan-terjemahan kritis dari Perjanjian Lama, jika Teks Masoret digunakan sebagai dasar penerjemahan, tetap menggunakan Septuaginta — serta versi-versi lainnya — sebagai rujukan untuk merekonstruksi makna dari teks Ibrani yang tidak jelas, korup, atau membingungkan.[21] Sebagai contoh, Kata Pengantar Alkitab Yerusalem Baru menuliskan, "Hanya jika [Teks Masoret] ini menyajikan kesulitan-kesulitan tak teratasi memiliki perbaikan atau versi lainnya, seperti ..., LXX digunakan."[36] Kata Pengantar Penerjemah dari New International Version menuliskan: "Para penerjemah menelusuri versi-versi awal yang lebih penting (termasuk) Septuaginta ... Bacaan-bacaan dari versi-versi ini adakalanya diikuti jika MT tampak meragukan ..."[37] Sejarah tekstualDaftar kitab
Analisis tekstualKeilmuan modern menyatakan bahwa LXX ditulis antara abad ke-3 sampai abad ke-1 SM. Namun hampir semua upaya penanggalan atas kitab-kitab tertentu, kecuali Taurat (awal hingga pertengahan abad ke-3 SM), sifatnya tentatif dan tanpa konsensus.[9] Orang-orang Yahudi di kemudian hari yang membuat berbagai turunan (recension) dan revisi atas penerjemahan teks Ibrani ke Yunani terbukti telah melakukannya dengan baik, yang paling terkenal adalah: Akwila (128 M), Symmakus, dan Theodotion. Ketiganya, dalam berbagai tingkat berbeda, melakukan penerjemahan secara lebih harfiah atas kitab-kitab suci Ibrani pada zaman mereka bila dibandingkan dengan teks-teks Yunani Lama (Old Greek, maksudnya teks-teks terjemahan Yunani awal). Para akademisi modern menganggap setidaknya seorang dari ketiga penerjemah tersebut menghasilkan Alkitab Ibrani dalam versi-versi Yunani yang benar-benar baru.[46] Sekitar tahun 235 M, Origen, seorang akademisi Kristen di Aleksandria, menyelesaikan Heksapla karyanya, sebuah perbandingan yang komprehensif atas teks Ibrani dan versi-versi kuno secara paralel dalam 6 kolom, dengan penandaan diakritikal ("tanda penyunting", "tanda kritis" atau "simbol Aristarkhus"). Banyak dari karyanya ini yang telah hilang, tetapi beberapa kompilasi dari fragmen-fragmen tersebut masih terlestarikan. Kolom pertama berupa teks Ibrani kontemporer, kolom kedua berupa transliterasi Yunani darinya, lalu masing-masing versi Yunani yang lebih baru pada kolomnya tersendiri. Origen juga membuat suatu kolom untuk teks Yunani Lama (maksudnya Septuaginta) dan di sebelahnya adalah suatu apparatus criticus (sumber primer dan penting) yang memadukan bacaan-bacaan dari semua versi Yunani beserta tanda-tanda diakritik yang menunjukkan asal versi dari masing-masing baris (bahasa Yunani: στίχος).[47] Heksapla yang sangat tebal itu kemungkinan tidak pernah disalin secara keseluruhan, tetapi teks gabungan karya Origen ("kolom kelima") sering disalin; pada akhirnya penyalinan dilakukan tanpa tanda-tanda penyuntingan, dan teks LXX yang lebih lama itu menjadi terabaikan. Dengan demikian teks gabungan ini menjadi turunan utama LXX Kristen yang pertama, sering kali disebut Hexaplar recension. Pada abad berikutnya setelah Origen, dua turunan utama lainnya diidentifikasi oleh St. Hieronimus, yang mengaitkan keduanya ini dengan St. Lusianus dan Hesikhius.[9] NaskahNaskah-naskah tertua LXX antara lain fragmen-fragmen Imamat dan Ulangan (Rahlfs nos. 801, 819, dan 957) dari abad ke-2 SM; dan fragmen-fragmen Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan, dan Nabi-nabi Kecil (Alfred Rahlfs nos. 802, 803, 805, 848, 942, dan 943) dari abad ke-1 SM. Naskah-naskah LXX yang relatif lengkap antara lain Kodeks Vaticanus dari abad ke-4 M dan Kodeks Alexandrinus dari abad ke-5 M. Semuanya ini merupakan naskah-naskah tertua yang hampir lengkap dari Perjanjian Lama dalam berbagai bahasa dan masih terlestarikan; teks-teks Ibrani tertua yang lengkap, dan masih ada hingga saat ini, berasal dari sekitar 600 tahun kemudian, dari paruh pertama abad ke-10.[21][48] Kodeks Sinaiticus dari abad ke-4 juga terlestarikan sebagian, dan masih mengandung banyak teks Perjanjian Lama.[49] Walaupun ada berbagai perbedaan antara ketiga kodeks ini, konsensus keilmuan masa kini menganggap bahwa satu LXX — yaitu terjemahan asli pra-Kristen — menjadi dasar atas ketiganya. Beragam turunan dan revisi dari kalangan Yahudi, serta kalangan Kristen di kemudian hari, berperan atas perbedaan-perbedaan dari semua kodeks tersebut.[9] Lihat pula
Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luarWikisource Yunani memiliki teks asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Umum
Teks dan terjemahan
LXX dan Perjanjian Baru
|