Stasiun Surabaya Kota
Stasiun Surabaya Kota (SB) atau yang lebih populer dengan nama Stasiun Semut merupakan stasiun kereta api kelas besar tipe B yang terletak di Bongkaran, Pabean Cantian, Surabaya; termasuk dalam pengelolaan Daerah Operasi VIII Surabaya dan KAI Commuter pada ketinggian +4 meter dengan jarak 838,1 km arah tenggara dari Jakarta Kota melalui Pasar Senen. Stasiun Surabaya Kota juga merupakan stasiun ujung bagi layanan kereta api lokal dan komuter Commuter Line menuju Jawa Timur bagian selatan. Dahulu stasiun ini merupakan stasiun ujung di Kota Surabaya dari jalur kereta api Pulau Jawa bagian selatan menghubungkan Kota Yogyakarta, Kota Bandung, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Didirikan pada tahun 1878, Stasiun Surabaya Kota merupakan stasiun kereta api tertua di Provinsi Jawa Timur. Saat ini keberangkatan kereta api dari dan menuju berbagai tujuan tersebut di lintas selatan Jawa dipindahkan ke Stasiun Surabaya Gubeng kecuali KA Sri Tanjung dengan relasi Lempuyangan–Ketapang, sehingga Stasiun Surabaya Kota dijadikan sebagai tempat langsiran dan menyimpan rangkaian kereta api antarkota serta hanya melayani kereta lokal dan komuter. SejarahBangunan lamaBangunan lama stasiun Stasiun Surabaya Kota merupakan stasiun kereta api pertama yang dimiliki oleh Staatsspoorwegen (SS), operator kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda. Berdasarkan sejarahnya, stasiun ini dibangun ketika jalur kereta api Surabaya-Malang dan Pasuruan mulai dirintis sekitar tahun 1870. Tujuannya untuk mengangkut hasil bumi dan perkebunan dari daerah pedalaman Jatim, khususnya dari Malang, ke Pelabuhan Tanjung Perak yang juga mulai dibangun sekitar tahun itu. Gedung ini diresmikan pada tanggal 16 Mei 1878. Dengan meningkatnya penggunaan kereta api, pada tahun 1899, bangunan stasiun lama akhirnya dirobohkan dan diganti dengan bangunan baru yang ada saat ini.[3] Stasiun Surabaya Kota menjadi stasiun ujung/terminus untuk kereta-kereta api ekspres terbaik pada masanya, mulai dari Eendaagsche Express yang menghubungkan Jakarta dengan Surabaya dalam waktu tercepat 11 jam 30 menit pada tahun 1930-an,[4] hingga kereta ekspres malam Bima yang hingga awal 1990-an membawa kereta tidur.[5] Stasiun kereta api ini ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Wali Kota Surabaya.[6] Stasiun itu ditetapkan sebagai bangunan yang harus dipertahankan bersama 60 bangunan lainnya di Kota Surabaya. Keberadaannya terancam dengan rencana pembangunan pusat perbelanjaan dan kawasan pertokoan yang mengancam rusaknya keaslian lanskap stasiun itu, seperti halnya Stasiun Jakarta Kota di Jakarta. Bahkan sempat terjadi pembongkaran kawasan itu yang ironisnya melibatkan PT Kereta Api Indonesia. Bangunan baruSejak 1976, Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) Eksploitasi Timur telah merencanakan pembangunan stasiun baru di bekas emplasemen Stasiun Surabaya Kota Gudang. Stasiun baru ini direncanakan sebagai perhentian akhir untuk layanan kereta rel diesel (KRD) jarak pendek. Selain itu, bangunan baru stasiun juga dirancang memiliki fungsi serbaguna karena letaknya yang berada di pusat Kota Surabaya.[7] Biaya yang dibutuhkan untuk tahap pertama pembangunan ialah senilai Rp6,3 miliar. Pendanaan konstruksi dan hak pengelolaan gedung serbaguna tersebut diserahkan kepada investor, dengan masa konsesi selama 20 tahun. Izin mendirikan bangunan (IMB) untuk proyek ini diterbitkan oleh Pemerintah Kotamadya Surabaya pada 12 Juli 1980. Pada April 1983, proyek pembangunan stasiun baru telah memasuki tahap akhir.[7] Pada 22 Maret 1986, PJKA memulai uji coba operasional KRD di bangunan stasiun baru. Uji coba ini dilakukan untuk melatih masinis berhenti di tempat yang tepat karena jalur kereta api di stasiun ini berupa sepur badug. Uji coba berlangsung selama beberapa bulan.[8] Pada 22 April 1986, berdasarkan prasasti yang terpasang di ujung jalur badug stasiun, pelayanan penumpang KRD dipindahkan ke bangunan baru stasiun.[9] Dilansir dari Berita Yudha, bangunan baru stasiun yang "menyerupai garasi mobil" tersebut saat itu "belum memiliki nama" dan hanya memiliki sebutan "stasiun serba guna".[10] Bagian atas bangunan baru stasiun kemudian dikenal sebagai Indo Plaza.[11] Bangunan dan tata letakStasiun Surabaya Kota memiliki total enam belas jalur kereta api yang diberi nomor. Emplasemen baru di barat memiliki empat jalur yang dijadikan jalur kedatangan maupun keberangkatan penumpang, dengan jalur 1 dan 2 merupakan sepur lurus. Sementara itu, 12 jalur sisanya berada di emplasemen lama di timur yang terdiri dari sepur belok dan badug. Jalur 1 dan 2 merupakan sepur lurus yang terhubung dengan jalur 1 dan 2 emplasemen barat. Emplasemen lama digunakan sebagai sepur simpan/tempat parkir rangkaian kereta.[12] Bangunan lama stasiun ini, yang berlokasi tepat di depan Pasar Atum, sudah tidak dioperasikan sejak 1990-an, tetapi sudah direnovasi selama kurun waktu tahun 2012-2015. Sampai saat ini belum ada rencana diaktifkan kembali, tetapi kemungkinan nantinya akan difungsikan kembali sebagai stasiun penumpang atau hanya sebagai museum. Bangunan baru yang berada di barat emplasemen dibangun pada tahun 1980-an sebagai bagian dari konsesi antara PJKA dan pihak swasta di atas lahan seluas 5.800 meter persegi. Bangunan baru memiliki lima lantai, dengan area stasiun di lantai pertama dan area komersial serta tempat parkir di lantai kedua hingga kelima. Empat jalur di bangunan stasiun baru hanya dirancang memiliki panjang 125 meter sehingga tidak dapat digunakan sebagai keberangkatan kereta api jarak jauh dengan rangkaian yang lebih panjang dibanding kereta api lokal.[8]
Sejak bulan Juli 2014, stasiun ini telah menggunakan sistem persinyalan elektrik buatan PT Len Industri untuk menggantikan persinyalan mekanik. Rumah sinyal di sisi timur emplasemen yang biasanya digunakan untuk mengontrol perangkat persinyalan mekanik di stasiun ini dinonaktifkan setelah peralihan sistem persinyalan selesai dilakukan dan ditetapkan sebagai cagar budaya sejak tahun 2013.[13] Sejak Oktober 2014, jalur pintas yang menghubungkan antara jalur yang memiliki akses langsung ke emplasemen stasiun dan jalur yang melewati viaduk Tugu Pahlawan dekat perlintasan sebelah timur stasiun ini telah dioperasikan sehingga memungkinkan rangkaian kereta api dapat berjalan langsung dari Stasiun Gubeng menuju Stasiun Pasarturi atau Kalimas maupun sebaliknya tanpa memutar rangkaiannya terlebih dahulu di Stasiun Sidotopo. Sehubungan dengan rencana peningkatan kapasitas angkut kereta api lokal dan komuter di stasiun ini, muncul wacana untuk mengaktifkan kembali bangunan lama Stasiun Surabaya Kota peninggalan SS ini sebagai stasiun utama untuk kereta lokal dan komuter. Untuk menyiasatinya, PT KAI memutuskan akan memindahkan seluruh aktivitas perawatan sarana perkeretaapian ke Stasiun Sidotopo. Saat ini, stasiun lama sedang menjalani tahap akhir, seperti menghidupkan kembali jalur 1 dan 2 yang lama yang dipayungi atap overcapping, penambahan loket dan layanan pelanggan, serta perbaikan fasilitas seperti toilet. Ke depannya, pelayanan penumpang yang sebelumnya berada di Indo Plaza akan dikembalikan ke bangunan stasiun lama.[14][15] Layanan kereta apiBerikut ini adalah layanan kereta api yang berhenti di stasiun ini sesuai Gapeka 2025 per 1 Februari 2025[16]. PenumpangAntarkota
Lokal dan komuter (Commuter Line)
Barang
Antarmoda pendukung[17]
Galeri
Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|