Sushi Tei
Sushi Tei adalah sebuah jaringan restoran hidangan Jepang asal Singapura yang menyajikan susyi dan sashimi. Restoran pertama Sushi Tei didirikan di Holland Village pada tahun 1994. Perusahaan ini terkenal karena mempopulerkan hidangan Jepang di Singapura pada zamannya. Saat ini, Sushi Tei telah melebarkan usaha mereka ke sejumlah negara lain di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, Vietnam, Kamboja, dan Myanmar, dan satu negara di Asia Selatan, Bangladesh.[1] MerekSushi Tei mengelola usaha mereka melalui 10 merek, masing-masing dengan pasar berbeda.[2][3] Sushi TeiDiluncurkan pada tahun 1994 di Holland Village, Singapura, Sushi Tei adalah merek pertama dan andalan perusahaan Sushi Tei. Restoran bermerek Sushi Tei menargetkan pelanggan keluarga dan menyajikan susyi, sashimi, agemono, yakimono, mi, dan donburi dalam latar restoran santai.[4][1] Sushi KioskDiluncurkan pada tahun 2010 di Mal Puri Indah, Jakarta, Sushi Kiosk menghadirkan konsep Grab & Go, yakni pelanggan membeli susyi dari etalase, kemudian mereka diberikan pilihan untuk makan di tempat atau dibawa pulang.[5] Tom SushiDiluncurkan pada tahun 2017 di Grand Indonesia, Jakarta, Tom Sushi adalah restoran berkonsep kaitenzushi. Makanan diedarkan ke pelanggan menggunakan ban berjalan, dan pelanggan dapat langsung mengambil makanan yang hendak disantap. Setiap makanan menempati piring berwarna yang menandakan harga. Restoran akan menghitung harga sesuai dengan jumlah piring yang diambil.[6] Hokkaido-YaDiluncurkan pada tahun 2018 di VivoCity, Singapura, Hokkaido-Ya adalah restoran santai yang menyajikan donburi, kari Jepang, ramen, dan udon. Menu makanan terinspirasi oleh hidangan dari Hokkaido, dan bahan makanan umumnya diimpor dari pulau tersebut.[7] Sushi KyudenDiluncurkan pada tahun 2019 di Bali, Sushi Kyuden merupakan merek khusus pergantian nama untuk gerai pertama Sushi Tei di Bali yang terletak di Jalan Sunset Road, Kuta.[8] MatsukiyaDiluncurkan pada tahun 2020 di Paragon, Singapura, Matsukiya adalah restoran yang menyajikan kushiyaki, sate panggang khas Jepang. Semua hidangan dimasak di atas arang binchōtan. Keseluruhan bahan diimpor dari Jepang, kecuali daging ayam yang diimpor dari Johor Bahru, Malaysia.[9] Yoka YokaDiluncurkan pada tahun 2021 di Mal Pondok Indah, Jakarta, Yoka Yoka adalah restoran berkonsep izakaya yang menyajikan bermacam-macam masakan, seperti susyi, sashimi, udon, dan sukiyaki.[10] KurokiDiluncurkan pada tahun 2022 di Paragon, Singapura, Kuroki adalah restoran yang menyajikan yakiniku, termasuk pilihan daging wagyu premium dari Iwate dan Kumamoto. Restoran ini menyediakan tempat duduk umum dan tertutup untuk kepentingan rapat atau pertemuan.[11] Sushi Tei CafeDiluncurkan pada tahun 2022 di Flavor Bliss Suvarna Sutera, Tangerang Selatan, Sushi Tei Cafe adalah kedai yang menjual aneka hidangan penutup, pastri, parfe, teh Jepang, dan kopi. Keseluruhan gerai Sushi Tei Cafe dinaungi di gerai Sushi Tei utama.[12] First FilledDiluncurkan pada tahun 2024 di Cilandak Town Square, Jakarta, First Filled adalah bar bergaya speakeasy yang menjual minuman beralkohol dan cerutu.[13] Sushi Tei Indonesia
Gerai pertama Sushi Tei di Indonesia dibuka pada tahun 2003 di Plaza Indonesia, Jakarta. Per tahun 2024, Sushi Tei Group mengelola 61 gerai Sushi Tei, 32 gerai Tom Sushi, 5 gerai Hokkaido-Ya, 2 gerai Sushi Tei Cafe, dan 1 gerai masing-masing untuk merek Sushi Kiosk, Sushi Kyuden, Yoka Yoka, dan First Filled di Indonesia. Waralaba Sushi Tei di Indonesia dipegang oleh PT Sushi Tei Indonesia yang 24% sahamnya dipegang oleh Kusnadi Rahardja, Direktur Presiden Boga Group.[14] Untuk wilayah Kota Bandung, waralaba Sushi Tei dipegang oleh Maharasa Jabar Group yang berafiliasi dengan Boga Group, sedangkan untuk wilayah Kota Medan, waralaba Sushi Tei dipegang oleh PT Boga Indo Sejahtera Abadi (BISA Group) yang juga berafiliasi dengan Boga Group. KontroversiPada tanggal 16 September 2019, Sushi Tei menggugat Kusnadi Rahardja, mantan direktur utama Sushi Tei yang menjabat hingga 22 Juli 2019 dan merupakan pemilik Boga Group, memberikan ganti rugi sebesar US$250 juta atau Rp3,5 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS) karena telah menimbulkan kesalahan persepsi masyarakat atas penggunaan merek Sushi Tei.[15] Kusnadi menyampaikan juga bahwa Sushi Tei merupakan bagian dari Boga Group, padahal pihak Sushi Tei Singapura dan Indonesia tidak pernah menyatakan telah bekerjasama dengan Boga Group.[16] Referensi
Pranala luar |